Mohon tunggu...
Fadlul Rahman
Fadlul Rahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Manusia

Bios

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pembaharuan Pendidikan

6 Juni 2021   21:10 Diperbarui: 6 Juni 2021   21:44 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Perkembangan zaman selalu memunculkan tantangan-tantangan baru, yang sering kali tidak dapat diramalkan sebelumnya. 

Sehingga pendidikan selalu dihadapkan pada masalah-masalah baru. Masalah yang dihadapi dunia pendidikan demikian luas, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. 

Yang pertama, karena sifat sasarannya yaitu manusia yang pemikirannya terus berkembang dan yang kedua, karena usaha pendidikan harus berorientasi ke masa depan yang seringkali tidak dapat diramalkan oleh manusia (Tirtahardja, 2005: 255-289).

Permasalahan yang terjadi dalam sistem pendidikan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang membentuk sistem pendidikan itu sendiri. Faktor-faktor tersebut adalah guru, siswa, kurikulum, metode, sarana dan prasarana, dan materi. 

Unsur-unsur eksternal pun seperti tuntutan masyarakat dan penentu kebijakan pendidikan formal (mulai dari perumusan GBHN sampai ke petunjuk teknis pelaksanaan kurikulum) turut memberikan sumbangan terhadap munculnya problematika dalam pendidikan

Untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut, pendidikan berupaya untuk melakukan pembaharuan dengan jalan menyempurnakan sistemnya. Selain itu, pembaharuan pendidikan juga diupayakan agar dapat meningkatkan kualitas maupun kuantitas pendidikan menurut ukuran tertentu. Ukuran tersebut berupa norma, tujuan yang dicita-citakan, kegunaannya secara praktis dalam hidup bermasyarakat, nilainya dalam mengembangkan harkat manusia seutuhnya dan mutu kehidupannya, atau norma-norma lain yang diterima oleh masyarakat.

Berbicara mengenai inovasi (pembaharuan), pembaharuan berasal dari istilah invention dan discovery. Invention adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru artinya hasil karya manusia. Discovery adalah penemuan sesuatu (benda yang sebenarnya telah ada sebelumnya). Dengan demikian, inovasi dapat diartikan usaha menemukan benda yang baru dengan jalan melakukan kegiatan (usaha) invention dan discovery. Dalam hal ini, Ibrahim (1989) dalam Noor (2001) mengatakan bahwa inovasi adalah penemuan yang dapat berupa sesuatu ide, barang, kejadian, metode yang diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat). Inovasi dapat berupa hasil dari invention atau discovery. Inovasi dilakukan dengan tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah.

Inovasi adalah gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Inovasi harus disebarluaskan. Salah satu bekal yang berguna bagi usaha memasyarakatkan inovasi adalah memahami karakteristik inovasi dan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh dalam proses penyebaran inovasi ke dalam satu sistem sosial.

Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah dapat diciptakan inovasi-inovasi baru. Inovasi ini harus disebarkan agar terjadi perubahan sosial. Usaha penyebaran inovasi ini bukan hal yang mudah untuk dilaksanakan.

Oleh karena itu keberhasilan suatu inovasi ditentukan oleh banyak faktor seperti yang dikemukakan Ibrahim, yaitu estimasi tidak tepat terhadap inovasi, adanya konflik dan kurangnya motivasi, inovasi yang tidak berkembang karena lambatnya material yang diterima dan sebab lain, adanya masalah keuangan, adanya penolakan inovasi dari kelompok tertentu, dan kurang adanya hubungan sosial.

Selain faktor-faktor utama penghambat inovasi tersebut di atas, ada faktor lain yang menghambat inovasi dalam bidang pendidikan, yaitu faktor kegiatan

belajar-mengajar seperti pribadi guru dan siswa yang tidak bisa menerima perubahan, faktor internal dan eksternal, serta sistem pendidikan yang berlaku.

Dari hasil penelitian dari beberapa ahli ditemukan beberapa hambatan dalam penyebaran inovasi antara lain, hambatan geografi, hambatan sejarah, hambatan ekonomi, hambatan prosedur, hambatan personal, hambatan sosial budaya, dan hambatan politik.

Fullan mengkategorikan 3 faktor kunci yang mempengaruhi proses penerapan inovasi dalam bidang pendidikan yakni karakteristik perubahan, karakteristik lokal dan faktor eksternal.

Selain hal-hal tersebut di atas, faktor yang mempengaruhi inovasi dalam bidang pendidikan tentu saja adalah kecepatan adopsi inovasi. Kecepatan adopsi ini dipengaruhi oleh atribut/karakteristik inovasi, tipe keputusan inovasi, sifat saluran komunikasi yang digunakan, ciri-ciri sistem sosial, dan promosi dari agen pembaharu (Putra, 2006).

Pembaharuan pendidikan dilaksanakan agar Pendidikan Nasional dapat berjalan sesuai dengan fungsinya. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia dalam Pembaharuan Pendidikan

Jenis Upaya Pembaharuan Pendidikan

Sistem pendidikan selalu menghadapi tantangan baru seiring dengan timbulnya kebutuhan-kebutuhan baru dan untuk menghadapinya diperlukan pembaharuan terhadap pendidikan dengan jalan menyempurnakan sistemnya. Pembaharuan yang terjadi meliputi landasan yuridis, kurikulum dan perangkat penunjangnya, struktur pendidikan dan tenaga pendidikan.

1. Pembaharuan Landasan Yuridis

Pembaharuan pendidikan yang sangat mendasar ialah pembaharuan yang tertuju pada landasan yuridisnya karena landasan yuridis berhubungan langsung dengan hal-hal yang bersifat mendasari semua kegiatan pelaksanaan pendidikan dan mengenai hal-hal yang penting seperti struktur pendidikan, kurikulum, pegelolaan, pengawasan, dan ketenagakerjaan.

Undang-undang 1945 sebagai landasan yuridis merupakan hukum tertinggi dari organisasi kenegaraan yang memuat garis besar, dasar dan tujuan negara. Sifatnya lestari dalam arti menjadi petunjuk untuk hidup bangsa dalam jangka waktu relatif panjang dan bahkan jika memungkinkan selama negara berdiri. Dalam penyelenggaraan segala sesuatu yang ditetapkan dalam UUD 1945 diperlukan ketetapan-ketetapan yang lebih rendah yaitu yang tertuang dalam UU organik. UU organik adalah peraturan-peraturan untuk menyelenggarakan aturan dasar yang tercantum dalam UUD sebagai usaha untuk mewujudkan tujuan Negara (Tirtaraharja, 2005:294).

UUD 1945 mengamanatkan pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketagawaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak yang mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan Undang-undang. Sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efesiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah dan berkesinambungan.

Dikarenakan UU nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak memadai lagi serta perlu diganti dan disempurnakan agar sesuai dengan amanat perubahan UUD 1945 maka pemerintah membentk UU baru yaitu UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang ditandatangani oleh Presiden Megawati pada 8 Juni 2003.

2.  Pembaharuan Kurikulum

Berdasarkan UU nomor 20 tahun 2003, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Ada dua faktor pengendali yang menentukan arah pembaharuan kurikulum, yaitu yang sifatnya mempertahankan dan yang bersifat mengubah. Termasuk yang mempertahankan ialah landasan filosofis, yaitu falsafah bangsa Indonesia yaitu Pancasila, UUD 1945 dan landasan historis (mencakup unsur-unsur yang dari dulu hingga sekarang menguasai hajat hidup orang banyak). Sedangkan faktor pengendali yang bersifat mengubah ialah landasan sosial (berupa kekuatan-kekuatan sosial di masyarakat) dan landasan psikologis (cara peserta di dalam belajar mengenai hal ini banyak penemuan-penemuan baru yang menopangnya).

Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:

1. Peningkatan iman dan tagwa,

2. Peningkatan akhlak mulia.,

3. Peningkatan potensi, kecerdasan dan minat peserta didik,

4. Keragaman potensi daerah dan lingkungan,

5. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional,

6. Tuntutan dunia kerja,

7. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni,

8. Agama,

9. Dinamika perkembangan global, dan

10. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat (http://www.e-smartschool.com, diakses 15 November 2008 ).

Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaannya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya. Adapun perkembangan kurikulum pendidikan Indonesia, adalah sebagai berikut:

a) Kurikulum 1968 dan sebelumnya

Awalnya pada tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka, berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.

Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional dan ciri dari kurikulum 1952 bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.

Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani.

Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.

b) Kurikulum 1975

Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan pendekatan-pendekatan di antaranya sebagai berikut:

Berorientasi pada tujuan,

· Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integrative,

· Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu,

· Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa,

· Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill).

Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan sidang umum MPR 1983 yang produknya tertuang dalam GBHN 1983 menyiratkan keputusan politik yang menghendaki perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 ke kurikulum 1984. Karena itulah pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian kurikulum 1975 oleh kurikulum 1984.

c) Kurikulum 1984

Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya adalah sebagai berikut:

· Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah,

· Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik,

· Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah,

· Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang,

· Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah,

· Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja.

Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum 1975 dianggap tidak sesuai lagi, oleh karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

· Berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa,

· Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor,

· Materi pelajaran dikemas dengan menggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan,

· Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya,

· Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks,

· Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah pendekatan belajat mengajar yang memberi tekanan kepada proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pelajaran.

d) Kurikulum 1994

Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak. Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut:

· Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan,

· Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajarann atau isi),

· Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar,

· Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan,

· Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsepatau pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah,

· Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa,

· Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek.

e) Kurikulum 2004 (KBK)

Rumusan kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah dan sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten.

Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu:

1) Pengembangan sistem pembelajaran,

2) Spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi,

3) Pemilihan kompetensi yang sesuai.

Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif,

2) Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal,

3) Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman,

4) Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.

f) Kurikulum 2006 (KTSP)

Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi, (2) standar proses, (3) standar kompetensi lulusan, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7) standar penilaian pendidikan.

Secara substansial, pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi yaitu:

a. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman,

b. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi,

c. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif,

d. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.

Terdapat perbedaan mendasar KTSP dibandingkan dengan KBK, bahwa sekolah diberi kewenangan penuh menyusun rencana pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang telah ditetapkan, mulai dari tujuan, visi dan misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan, hingga pengembangan silabusnya.

3.  Pembaharuan Pola Masa Studi

Pembaharuan pola masa studi termasuk pendidikan yang meliputi pembaruan jenjang dan jenis pendidikan serta lama waktu belajar pada suatu satuan pendidikan. Pembaruan pola masa studi sebagai suatu pertanda adanya pembaruan pendidikan berupa penambahan (perpanjangan masa studi) atau pun pengurangan (perpendekan masa studi). Perubahan pola tersebut dilakukan dengan tujuan dan alasan-alasan tertentu.

4.  Pembaharuan Tenaga Pendidikan

Menurut UU Sisdiknas no. 20 tahun 2003, tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Dan pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh:

a. Penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai,

b. Penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja,

c. Pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas,

d. Perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual, dan

e. Kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.

Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban:

a. Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis,

b. Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan, dan

c. Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.

Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu, wajib membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakannya, dan wajib membantu pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan formal yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun