Mohon tunggu...
Reza aka Fadli Zontor
Reza aka Fadli Zontor Mohon Tunggu... -

Bukan Siapa-siapa, Hanya seorang Pemerhati Masalah Politik dan Sosial Zonk.Fadli@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Lucunya Hakim-Hakim PTUN dan Para Politikus di Negeri Dagelan

19 Mei 2015   02:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:50 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gw pikir-pikir semakin lama negeri ini semakin menjadi negeri Dagelan aja. Ini mulai terjadi sejak setahun yang lalu tepatnya pada saat mulainya Pemilu Presiden 2014. Begitu banyak akrobatik dilakukan para politisi kita sejak saat Pilpres tersebut digelar. Mulai dari manuver lucu ARB yang berlari kesana kemari untuk mencari dukungan agar bisa ikutan di Pilpres sampai pembentukan Koalisi Makjos Permanen (KMP).

DAGELAN-DAGELAN OLEH KMP

Sejak terbentuknya Koalisi Makjos Permanen ini mereka langsung bermain sulap bermain sihir dan membuat UU MD3 versi KMP. Waktu itu nggak ketahuan belangnya karena public terfokus pada perhelatan akbar Pilpres. Belum lagi Dagelan-dagelan maupun intrik-intrik yang terjadi selama Pilpres mulai dari Obor Rakyat, Puisi Fadli Zon, Sintingnya Fahri Hamzah hingga ngambeknya Prabowo di KPU saat pengumuman pemenang Pilpres.

Dagelan-dagelan itu masih berlanjut pada Sidang Mahkamah Konstitusi. Ada data Form C1 sejumlah 10 truk yang hilang, ada Saksi-saksi lucu di MK dan lain-lainnya. Begitu juga dengan manuver-manuver setelah putusan MK dimana Putusan MK digugat kesana-kemari hingga ada pembentukan Pansus Pilpres dan lain-lain sebagainya.

Rakyat yang menonton sudah capek sebenarnya menyaksikan semua itu. Eh nggak taunya setelah Pelantikan DPR yang baru 1 oktober 2014 masih saja terjadi kehebohan-kehebohan yang membuat rakyat kesal menonton.KMP mencoba merubah segala macam peraturan akibat kalah Pilpres dari Koalisi Indonesia Heboh (KIH).KMP kelihatannya sangat dendam pada KIH sehingga dengan kekuatannya di Parlemen ditambah senjata UU MD3 yang baru membuat KMP bisa menguasai DPR dan MPR. KMP membuat sejarah baru bahwa Pemenang Pileg bukanlah Kekuatan Terbesar dari Parlemen.Hebat bener euy. Masa iya Ketua DPR bukan dari Partai Pemenang Pileg?

Belum puas menjadi penguasa DPR/MPR, KMP pun mulai mengutak-atik UU Pemilu Kepala Daerah.Berhasil sudah KMP merubah UU Pilkada dari sistim langsung menjadi tidak langsung. Tetapi akhirnya dibatalkan oleh Perppu Presiden SBY.

Tak lama kemudian sehabis Urusan UU Pilkada, kembali Koalisi Makjos Permanen (KMP) dengan Koalisi Indonesia Heboh (KIH) berkelahi selama 2 bulan untuk berebut Kue Komisi dan Kue Alat Kelengkapan Dewan. Kembali lagi rakyat disuruh menjadi penonton setia.

Bisa dicatat bahwa akibat Dagelan-dagelan yang diciptakan KMP sejak pelantikan DPR yang baru tersebut terbukti selama 3 bulan penuh DPR RI 2014-2019 tidak bekerja apa-apadan tidak menghasilkan pekerjaan apa-apa selain membuat dagelan-dagelan yang tidak lucu.Benar-benar memprihatinkannya negeri ini.

DAGELAN-DAGELAN OLEH KIH

Tetapi akhirnya kemudian memasuki awal tahun 2015 menjadi bergantian kondisinya. Tahun 2015 diwawali dengan situasi dimana Koalisi Indonesia Heboh (KIH) yang berkuasa di Pemerintahan mulai menunjukan Kehebohannya. Kali ini bukan saja Heboh tetapi sungguh sangat menjengkelkan masyarakat luas terutama mereka yang memilih Jokowi menjadi Presiden.

Koalisi Indonesia Heboh ternyata adalah kumpulan Politisi yang sangat haus kekuasaan. Khususnya PDIP dan Nasdem. Mereka tidak puas dengan masing-masing 4 Menteri dan meminta lebih dari itu kepada Presiden Jokowi.Posisi-posisi Pejabat Publik Tertinggi dibawah Presiden diminta oleh Koalisi Indonesia Heboh. Bahkan Pejabat Tertinggi Lembaga Penegak Hukum ingin dikuasai oleh Koalisi Indonesia Heboh.

Rakyat terkejut karena Nasdem yang selalu menggembor-gemborkan Ketulusannya ingin membuat Perubahan dengan mendukung Jokowi ternyata terbukti sangat rakus. 4 Menteri telah digenggamnya dimana salah satunya adalah Menko Polhukam. Masih tidak puas dan kemudian mereka meminta Jaksa Agung. Ini benar-benar gila. Masa Pejabat Publik Lembaga Tinggi Penegak Hukum mau dikuasai oleh Parpol?

Dan ternyata bukan Nasdem saja yang gila. PDIP pun lebih gila lagi. Setelah menempatkan 4 Kader resmi dan 2 kader tidak resmi menjadi Menteri-menteri di Kabinet Jokowi ternyata PDIP masih menginginkan yang lain yaitu jabatan Kapolri. PDIP meminta dengan memaksa kepada Presiden (yang dianggapnya Hanya sebagai Petugas Partai) agar Jabatan Kapolri diberikan kepada Petinggi Polri yang mendukung penuh PDIP (mungkin salah satu kader tidak resmi juga).

Terjadilah kemudian kehebohan-kehebohan di seputar Rencana PDIP mendudukan Budi Gunawan sebagai Kapolri. Heboh sudah negeri ini selama 2 bulan gara-gara Pemaksaan Kehendak tersebut.

Yang paling memprihatinkan ternyata setelah kehebohan public selama 2 bulan berujung pada diobok-oboknya Lembaga Pembrantas Korupsi yang paling berprestasi. Kebringasan PDIP memaksakan kehendaknya berakibat fatal dimana akhirnya KPK menjadi lumpuh.2 Komisioner KPK langsung dibuat menjadi Tersangka akibat pelaporan-pelaporan heboh kader-kader PDIP dan Nasdem. KPK langsung buntung kakinya setelah 2 Komisionernya diberhentikan sementaraakibat menyandang status Tersangka. Fakta sejarah telah terukir. PDIP dan Polri mampu melumpuhkan KPK yang selama ini dibanggakan rakyat Indonesia.

Masih belum cukup, ternyata lumpuhnya KPK masih diikuti dengan Dagelan-dagelan lainnya. Bagaimana tidak, tiba-tiba ada Hakim yang boleh dan disetujui oleh Mahkamah Agung untuk merubah Pasal-Pasal KUHAP.Hakim Tunggal Sarpin membuat sejarah bahwa KUHAP boleh diterjemahkan sesukanya oleh Hakim sehingga Penetapan Tersangka BG batal secara hukum.

DAGELAN-DAGELAN TIDAK AKAN BERAKHIR!

Saat ini adalah bulan Mei 2015 berarti setahun sudah public kita disuguhi dagelan-dagelan Para Politisi dan Para Perakus Kekuasaan.Lusa adalah tanggal 20 Mei 2015 yang berarti 7 bulan sudah negeri Dagelan ini dipimpin oleh “Petugas Partai” yang menjadi Presiden.

Dan Dagelan-dagelan yang tidak lucu yang dipertontonkan mereka-mereka yang diatas memang sepertinya tidak akan berakhir sampai kapanpun.

Dua hari yang lalu ada berita dari Makassar dimana Polda Sulselbar mengadakan Rekonstruksi Kasus yang diliput seluruh media nasional baik media cetak, media online maupun Televisi. Gw pikir tadinya ini kasus apa yang begitu heboh peliputannya. Tetapi ternyata itu adalah Rekonstruki Kasus Pemalsuan KTP yang dituduhkan pada Abraham Samad Komisioner non aktif KPK. Buset dah, Kasus ecek-ecek seperti ini dibuat heboh seperti kejahatan extraordinary ajah. Ya nggak apa. Mudah-mudahan seluruh Kasus-kasus Pemalsuan KTP bisa diusut Polri tanpa pandang bulu. Bulu pendek disikat bulu panjang disikat. Semuanya harus melalui pengusutan serius berikut Rekonstruksi Kasus yang diliput media-media nasional.

Nah itu tadi yang berkaitan dengan Polri yang didukung (dicengkram) KIH, selanjutnya kita ngomongin DPR dan Lembaga Yudisial yang dicengkram KMP.

Dan ternyata di Parlemen dan di Lembaga Yudisial pun terjadi kehebohan-kehebohan yang parah.Kali ini menyangkut Perhelatan akbar tahun ini yaitu Pilkada Serentak 2015 dimana batas akhir waktu pendaftaran peserta pada bulan Juni nanti sementara partai Golkar dan PPP sedang berkonflik.

Karena hal tersebut tiba-tiba Komisi II yang dikuasai KMP memanggil KPU dan mencoba mendikte agar KPU merubah Peraturan-peraturan KPU yang ada agar Golkar yang pro KMP dan PPP yang pro KMP dapat disertakan dalam Pilkada Serentak mendatang. Buseetth dah.

Rupanya KPU ternyata tidak bersedia dan akhirnya Komisi II yang dikuasai KMP mencoba mengakal-akali UU Pilkada. Merekapun merencanakan Revisi UU Pilkada agar cocok dengan kondisi Golkar dan PPP yang sedang berkonflik. Ini benar-benar Naudzubillah min Dzalik dah. Karena UU Pilkada dalam setahun terakhir sudah direvisi 2 kali dan belum sama sekali digunakan eh malah mau direvisi lagi. Memangnya tidak ada UU lain lebih prioritas atau yang lebih dibutuhkan Negara saat ini?

Lebih lanjut lagi ternyata bukan Parlemen saja yang dicengkram oleh KMP. Bahkan Lembaga Yudisial (Lembaga Peradilan) pun sudah digenggam oleh KMP. Mungkin ini mudah dipahami karena sudah sejak lama Lembaga-lembaga Peradilan kita sudah terlalu rusak. Kerusakan ini sangat nyata di Mahkamah Agung yang ada. Begitu banyak kontroversi terjadi di Mahkamah Agung tanpa bisa diperbaiki oleh siapapun. Hakim Agung Korupsi, Hakim Agung Selingkuh dan Hakim Agung berkasus-kasus lainnya tidak bisa disentuh oleh Hukum. Mereka aman-aman saja karena dilindungi Mafia yang mencengkram mereka. Komisi Yudisial yang seharusnya menjadi kontrol Mahkamah Agung dan para Hakim tidak punya kekuatan apa-apa. Bahkan kewenangan KY untuk memilih Hakim Agung digugat ke MK oleh para Hakim Agung yang ada.

Begitu juga dengan Pengadilan Tata Usaha Negara. Kondisi yang parah terjadi di lembaga PTUN.Ketua-ketua PTUN begitu bebas menentukan siapa-siapa Hakim yang dipilih untuk menangangi Kasus-kasus penting. Sepertinya memang PTUN dikendalikan oleh Mafia-mafia Peradilan yang bercokol kuat di Mahkamah Agung.

Dan yang terjadi di PTUN Jakarta beberapa bulan terakhir ini adalah menggelar sidang Gugatan Perselisihan Partai Politik. 2 Parpol tertua di Indonesia yaitu PPP dan Golkar sedang berkonflik. Dan lucunya adalah Hakim yang ditugaskan oleh PTUN Jakarta adalah Hakim yang paling Junior.

Kasus-kasus sengketa Partai PPP dan Golkar adalah Kasus-kasus besar dengan implikasi yang sangat meluas. Mengapa PTUN Jakarta malah menugaskan Hakim yang sama dan merupakan Hakim yang paling Junior di PTUN Jakarta?Jawabnya mudah ditebak yaitu ada udang dibalik Proyek.Big Money masbro karena ini adalah Sengketa Ketua-ketua Parpol Besar. Siapapun yang menjadi Ketua PPP atau ketua Golkar akan memiliki jaringan yang bisa menghasilkan uang ratusan milyar.

Gw nggak ada urusan sama PPP dan nggak ada urusan dengan Golkar. Begitu juga dengan PDIPberikut KIH berikut Polri. Hanya saja yang gw prihatinkan adalah kondisi negeri ini yang semakin kacau balau.

Hakim Teguh Satya Bakti adalah Hakim termuda di PTUN Jakarta. Beberapa bulan sebelumnya Hakim PTUN ini membatalkan SK Menkumham yang mengesahkan Kepengurusan Romahurmuzy yang menjadi ketua PPP. Pada saat itu public mungkin tidak terlalu mempertanyakan mengapa PTUN Jakarta menugaskan Hakim Termuda untuk mengadili Kasus Pelik itu. Publik hanya heran pada saat Hakim Teguh mengetok Palu membatalkan SK Menkumham, Hakim tersebut menangis terisak-isak. Why?

Tetapi selanjutnya public mulai heran dengan PTUN Jakarta karena ternyata Hakim itu lagi yang ditugasi mengadili Konflik Partai Golkar. Pertanyaanya, memangnya 8 Hakim PTUN Jakarta lainnya sedang ada dimana dan sedang sibuk apa? Ini konflik Golkar loh, partai yang paling kuat jaringan birokrasinya di Indonesia. Ini konflik Golkar oleh yang merupakan Tulang Punggung KMP yang punya implikasi meluas. Mengapa Hakim Cengeng lagi yang ditugaskan mengadili konflik partai ini? TST (tahu sama tahu dah).

Dan benar-benar terjadilah Kejadian Heboh. Ternyata Hakim Junior ini membuat kontroversi lagi. Dan bisa dbilang sangat-sangat heboh dah.

Hakim PTUN ini tidak saja sesuka hati mengadili Pokok Perkara tetapi membuat Keputusan yang lebih besar yaitu Menetapkan Golkar Versi Mana yang Berhak Ikut Pilkada Serentak. Buset benar-benar buset.

Sengketa Partai Golkar di PTUN ini pokok perkaranya adalah Kubu Munas Bali menggugat SK Menkumham yang mengesahkan Putusan Mahkamah Partai Golkar yang memenangkan Munas Ancol.

Sekali lagi Pokok Perkara Gugatan adalah SK Menkumham yang mengesahkan Putusan Mahkamah Partai Golkar. Substansinya hanya itu saja. Majelis Hakim PTUN diminta keadilan oleh Penggugat untuk meneliti Keabsahan SK Menkumham. Hanya itu dan tidak lebih dari itu substansinya.

Tetapi ternyata Hakim PTUN begitu Lebay sehingga menambah Pokok Perkara dengan menggunakan Kekuasaan Lembaga Pengadilan untuk Menetapkan Golkar versi mana yang boleh ikut Pilkada Serentak. Ini benar-benar luar biasa.

Yang jelas Hakim Teguh ini mungkin mendapat Wangsit dari Langit sehingga mengeluarkan Putusan seperti itu.Atau juga Hakim Teguh semalam sebelum membuat Putusannya bermimpi bertemu dengan Komisi II DPR yang sedang merevisi UU Pilkada dimana dinyatakan pada Revisi UU bahwa Kepengurusan Parpol yang tengah berkonflik yang boleh mendaftar ke KPU untuk Pilkada Serentak adalah Kepengurusan yang dimenangkan oleh Pengadilan/ PTUN. Hahahaaa… parah banget Hakim PTUN ini.

Tadinya Logika kita menganalisa sebelum mendengar Putusan PTUN adalah PTUN mengabulkan Gugatan Kubu Bali karena hal ini dan hal itu atau PTUN menolak Gugatan karena hal ini dan hal itu. Tetapi yang terjadi di PTUN sungguh lucu. Hakim Teguh dibantu Hakim Subur malah beropini dengan pikirannya masing-masing.

UU Parpol secara jelas mengatakan Putusan Mahkamah Partai bersifat Final dan Mengikat untuk Internal Partai. Ini adalah garis besar Perkara. Selanjutnya Tugas Menkumham adalah Mensahkan Kepengurusan Partai yang baru. Ini juga adalah Garis Besar Perkara.

Tugas Majelis Hakim PTUN HANYALAH menetapkan apakah SK yang dikeluarkan Menkumham sudah tepat dan sudah adil secara hukum atau tidak. Itulah Tugas Utama Hakim PTUN.

Tetapi yang terjadi malah Hakim PTUN beropini. Berikut pernyataan Hakim Teguh :

“Berkenaan kepengurusan yang berselisih, UU parpol memberi rambu apa yang boleh dan tidak dilakukan Menkum HAM," ucap Hakim Teguh dalam sidang di PTUN, Jaktim, Senin (18/5/2015).

“Dalam perspektif demikian, putusan final dan mengikat mahkamah partai atau sebutan lain, harus dimaknai final dan mengikat secara internal dan tak berlaku bagi Menkum HAM apalagi menetapkan AD/ART dan susunan kepengurusan yang diajukan salah satu pihak yang berselisih," ujarnya.

Ini lucu banget. Hakim Teguh bukan menguji materi perkara tetapi beropini tentang Tugas Menkumham. Menurut Hakim Teguh Sifat Final dan Mengikat dari UU Parpol tidak berlaku untuk Menkumham. Ya iyalah memang demikian adanya dimana Menkumham tidak ada hubungannya dengan Sifat UU tersebut. Tetapi setelah sebuah Partai bersengketa dan Putusan Mahkamah Partai telah keluar sesuai dengan UU Parpol tersebut menurut Hakim Teguh Putusan MP harus disahkan oleh siapa? Hahahaaa.

Nah itu tadi pendapat Hakim Teguh. Selanjutnya ini pendapat Hakim Subur :

Bahwa pengadilan (PTUN) menilai ada beda tafsir dalam putusan MPG sehingga pengadilan menilai Menkum HAM bukanlah pihak yang berwenang menafsirkan putusan MPG sehingga mengesahkan kepengurusan Agung Laksono.

"Melainkan lembaga peradilan yang diatur oleh UU dan diberi kewengan menegakkan hukum dan keadilan. Tergugat (Menkum HAM), hanya menetapkan AD/ART dan perubahan susunan personalia partai politik," ucap hakim Subur.

Jadi menurut Hakim Subur karena Putusan Mahkamah Partai Golkar bersifat Multi Tafsir maka Menkumham tidak berhak menafsirkan Putusan MPG melainkan harus diputuskan oleh Lembaga Peradilan. SK Menkumham tersebut dinilai oleh Hakim Subur melanggar UU Parpol yang ada. Bahkan menurut Hakim Subur, Menkumham melakukan tindakan Tercela dengan mengesahkan Kepengurusan Munas Ancol. Heheheee benar-benar ini opini yang sama lucunya dengan opini Hakim Teguh.

Pertanyaan buat Hakim Subur, Dimana letak Sifat Final dan Mengikat dari UU Parpol itu kalau Putusan Mahkamah Partai harus ditafsirkan oleh Lembaga Peradilan? Bagaimana cara Lembaga Peradilan bisa mensahkan sebuah Putusan Mahkamah Partai sementara Internal Partai sudah Terikat secara UU Parpol dan tidak mungkin menggugat Mahkamah Partai di Pengadilan?

Gugatan Kubu Munas Bali di PTUN ini adalah akibat adanya SK Menkumham. Kalau tidak ada SK Menkumham bagaimana cara Pengadilan menentukan Pengurus yang Sah dari Golkar? Bisakah Hakim Subur menjawab pertanyaan ini?

Satu lagi tentang Hakim Subur, ternyata Hakim ini malah membuat Opini tentang Pemerintah. Ini benar-benar sangat lucu. Mana pernah ada Hakim membuat statemet penilaian bahkan menuduh Pemerintah? Dan ini tuduhan Hakim Subur pada Presiden :

"Tindakan tergugat (menkumham) dapat dipastikan intervensi pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM yang berkedok untuk mencampuri proses demokratisasi internal Partai Golkar," imbuh Hakim Subur. Gila beneerrrr…! Ada hakim yang memastikan Pemerintan mengintervensi Partai!

Dan terakhir, Majelis Hakim PTUN menetapkan bahwa kepengurusan yang berlaku dan berhak mengikuti pilkada adalah kepengurusan Golkar hasil Munas Riau 2009. Wkwkwkwk darimana logikanya atau darimana wangsitnya bila urusan Pilkada akhirnya menjadi kewajiban bagi PTUN untuk menetapkannya?

Sekali lagi negeri ini memang sudah menjelma menjadi negeri Dagelan dimana Para Politisi dan Para Hakim berlomba-lomba untuk menjadi siapa actor-aktor yang paling lucu.

Sumber :

http://news.detik.com/read/2015/05/18/165140/2917777/10/ini-pertimbangan-ptun-jakarta-batalkan-sk-kepengurusan-agung-laksono

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun