Dalam demokrasi kita,  parpol menjadi salah satu pilar kekuatan demokrasi.  Parpollah  yang selama ini paling dominan menentukan siapa yang berkuasa (menjadi pimpinan) baik secara nasional maupun daerah.  Hal itu bisa terjadi karena Parpol memiliki kaki tangan, memiliki organisasi sayap  maupun jaringan kerja yang selama ini kita sebut sebagai Mesin Parpol.
Pada tulisan-tulisan sebulan yang lalu gw juga sudah menganalisa bahwa sebaiknya  Ahok maju lewat PDIP karena PDIP lah satu-satunya yang dekat dengan Ahok dimana Ahok dekat dengan Jokowi maupun Wagub Djarot. Berandai-andai kalau Ahok maju lewat PDIP maka Bekal Ahok menuju DKI 1 2017 sudah mencapai angka 75%. Ahok sudah punya Relawan, punya popularitas dan punya dukungan Partai terkuat di DKI Jakarta.
Tetapi rupanya komunitas Teman Ahok dan orang-orang di belakang Ahok sudah meminta terlebih dahulu agar Ahok maju lewat jalur independen maka Ahok terlihat  sudah yakin ingin mencoba lewat jalur independen tersebut.  Apalagi tiba-tiba datang dukungan dari Nasdem yang menyatakan mereka mendukung tanpa syarat. Ahok mulai Pede.
Akhirnya  Ahok melakukan blunder dengan mengeluarkan pernyataan bahwa PDIP kalau ingin mengusungnya lewat parpol harus izin dulu pada Teman Ahok.  Pernyataan ini melecehkan PDIP sebagai Partai terbesar di DKI Jakarta.
Di sisi lain sikap Ahok yang Pede tiba-tiba menjadi bias ketika Ridwan Kamil dating  ke Jakarta.  Ahok menduga  Ridwan Kamil akan maju sebagai Penantang  dirinya di Pilgub DKI. Hal itu membuat  Ahok nervous dan sempat mengeluarkan pernyataan ingin maju lewat jalur Parpol yaitu PDIP.
Lalu kemudian pernyataan itu ditarik lagi oleh Ahok karena Teman Ahok kecewa terhadapnya. Sampai disini jelas terlihat Ahok belum Pede maju ke Pilgub DKI lewat jalur Indpenden.  Selama lawannya tidak terlalu kuat, Ahok berani lewat jalur Independen.  Tetapi kalau lawannya kuat Ahok  sepertinya ingin lewat Jalur Parpol.
Sekarang ini  lawan yang ada tidak begitu kuat  sehingga  Ahok menginginkan PDIP segera mengeluarkan pernyataan bahwa PDIP mendukung Ahok. Mendukung ya masbro, bukan Mengusung.  Kalau mengusung artinya Ahok lewat parpol dan harus mengikuti  mekanisme yang berlaku di PDIP.
Keinginan Ahok itu sulit sekali dikabulkan PDIP.  PDIP itu partai besar dan partai berumur. PDIP juga mendapatkan suara lebih dari 20% di DKI pada saat Pileg 2014. Jadi meskipun tanpa Ahok yang popular, PDIP bisa mengusung calonnya  sendiri sekaligus Cagub dan Cawagub.
Kalau hanya sekedar mendukung Ahok jadi Gubernur lewat jalur Independen maka PDIP bisa dikatakan tidak akan dapat apa-apa selain fasilitas yang dimiliki Wagub. Secara umum ini merugikan keberadaan PDIP di Jakarta sebagai  sebuah Parpol  pemenang pemilu. Jangankan Gubernur DKI, Presiden pun ingin dikendalikan oleh PDIP. Jadi memang begitulah kondisi parpol-parpol kita.
Jadi dalam minggu-minggu terakhir ini Nampak sekali antara PDIP dengan Ahok sedang bermain Tarik Tambang.  PDIP setuju Ahok jadi gubernur lagi tetapi harus lewat mekanisme PDIP. Sementara Ahok sangat membutuhkan PDIP sebagai  partai terkuat di Jakarta, berikut Wagub Djarot tetapi syaratnya harus lewat jalur Independen.  Ini sulit bertemu.
Diatas kertas PDIP lebih punya power dari Ahok. Berbekal  perolehan  suara di Pileg 2014, PDIP bisa saja mengusung Djarot sebagai Cagub dari PDIP. Tinggal mencari Cawagubnya yang cukup diminati masyarakat. PDIP juga bisa menarik Ganjar Pranowo dari Jawa Tengah untuk dipasangkan dengan Djarot.  Jadi dalam konteks ini PDIP sebenarnya tidak bergantung pada Ahok.