[caption caption="Usai dari ATM di bank milik Negara Laos di Kota Huay Xai"][/caption]Penjelajahan menelusuri daratan Thailand hampir berakhir. Seminggu sudah kami menjelajahi 6 kota di Thailand. Sore ini kami akan meninggalkan Chiang Rai menembus negara berbeda, Laos. Masih di hari kesepuluh, Kamis, 29 Januari 2016. Bis yang kami tumpangi membawa menuju Chiang Khong, sebuah kota di Thailand yang berada di perbatasan dengan negara Laos. Perjalanan Chiang Rai- Chiang Khong ditempuh selama 3 jam.
Senja semakin memerah. Maghrib menjelang. Rona langit mulai menghitam, gelap. Kami masih duduk sambil terkantuk di dalam bis. Menurut informasi, imigrasi perbatasan Thailand – Laos tutup jam 5 sore. Sudah pasti tidak terkejar untuk menembus perbatasan.
Malam terus berputar. Backpacker asal Ukraina yang duduk di belakang kami menjadi sasaran tempat bertanya. Ternyata ia juga bersama kekasihnya. Saya menanyakan soal penginapan di Chiang Khong. Jawabannya cukup membantu . Ya, kami cukup nekad menuju ke sana malam hari.
Sepanjang perjalanan disuguhi pemandangan berupa pemukiman penduduk yang tampak sederhana. Jalanan beraspal mulus masih terhampar di sepanjang jalan meski lebarnya sudah tidak seperti di kota. Namun semakin memasuki Chiang Khong luas jalan kembali melebar sebagaimana jalan tol meski belum memasuki pusat kota Chiang Khong. Susana di sini terasa sepi.
Tiba-tiba bis berhenti. Seseorang masuk sambil sedikit berteriak, “Laos.. Laos...” Ternyata imigrasi masih buka, di detik-detik terakhir. Tidak seperti biasanya yang tutup sore hari. Kami dan backpacker Ukraina itu bergegas turun dan menuju kantor imigrasi menggunakan tuk-tuk, tarifnya 50 Baht per orang.
[caption caption="Memasuki Imigrasi Chiang Khong, Thailand"]
Saat sedang mengisi fomulir tiba-tiba seseorang berkewarganegaraan India datang menghampiri kami. Ia mengucapkan salam khas Muslim. Pria India Muslim itu ternyata sering melakukan perjalanan ke Huay Xai. Ia menjadi sumber informasi kami untuk menanyakan tentang Masjid dan makanan halal. Ternyata cukup sulit menemukan yang berbau Islam di sana. Tidak mengapa. Kami masih memiliki persediaan makanan.
Tiba-tiba seseorang datang dan menyuruh kami untuk bergegas menaiki bis khusus perbatasan. Sepertinya ia seorang kondektur. Ia mengisyaratkan bahwa bis ini adalah yang terakhir. Tentunya dengan komunikasi yang sulit dimengerti dan hanya mengandalkan isyarat dan, tentunya feeling. Paspor kami berhasil dicop. Good bye, Thailand.
Kami menaiki bis menuju imigrasi Laos dengan ongkos 20 Baht. Batas negara ini hanya dipisahkan oleh Sungai Mekong. Tak lama, dua menit kemudian kami tiba di kantor imigrasi Laos, tepatnya di wilayah Provinsi Bokeo. Kembali kami berhadapan dengan petugas imigrasi yang juga tinggal seorang. Tampaknya ia sedang lembur. Paspor kami berhasil dicop. Cukup gampang memasuki Laos. Tidak perlu visa lagi sebagaimana beberapa tahun lalu.
Sabaidee, Laos! Perjalanan kami memasuki negara ketiga. Terlihat lebih sederhana. Berbeda dengan negara tetangganya yang lebih maju. Pembangunan di sini sepertinya bergerak lambat. Perbedaan yang sangat terasa saat memasuki Laos adalah lajur jalannya. Di sini pengguna jalan menggunakan lajur kanan. Membuat kami yang terbiasa dengan lajur kiri menjadi bingung. Terutama saat hendak menyeberang jalan.
[caption caption="Kota Huay Xai di malam hari"]