Mohon tunggu...
Fadlin Bimanus
Fadlin Bimanus Mohon Tunggu... Mahasiswa - The fadlin Bimanus

Motto: "Taqwa adalah kunci kesuksesan dunia dan akhirat" Sebaik-baiknya manusia adalah memberikan manfaat kepada manusia lainnya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pemimpin yang Religiusitas

6 Maret 2024   06:48 Diperbarui: 6 Maret 2024   06:56 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam Islam kepemimpinan dikaitkan dengan ketaatan kosmis, di mana sudah menjadi sunatullah alam ini berjalan dalam suatu keteraturan. Bila dikembalikan kepada Alquran, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memegang teguh nilai-nilai yang ditetapkan Allah dan Rasul. Sehingga posisinya sebagai pemimpin tidak jauh sebagai pengganti (Kholifah) nabi dan Allah di bumi, yang diberikan wewenang untuk memakmurkan dan memajukan rakyatnya.

Oleh karena itu dalam Islam, kepemimpinan memiliki dua dimensi sekaligus, pertama: bersifat spiritual, di mana posisi sebagai penegak dan penjaga nilai dan aturan yang telah ditetapkan Allah, dan kedua: kepemimpinan juga berdimensi duniawi, di mana seorang pemimpin mempunyai tugas untuk memakmurkan dan menyejahterakan penduduk bumi. Ketika kedua komponen tersebut telah dilakukan oleh seorang pemimpin, maka konsekuensinya adalah ketaatan para pengikutnya menjadi niscaya. Kewajiban ini muncul selama pemimpin tidak berlaku zalim kepada rakyatnya dan tidak pula mendurhakai Allah dan Rasulnya.

Dengan banyak melakukan ibadah wajib atau Sunnah, seorang pemimpin akan memahami bahwa dirinya tidak lebih dari hamba yang lemah di hadapan Tuhan, selain itu ibadah yang dikerjakan menjadi sangat pribadi dan rahasia, menjadikan seorang pemimpin bertanggung jawab atas segala apa yang dilakukannya karena dia meyakini bahwa setiap perbuatannya selalu diamati dan dilihat oleh Allah sertakan diminta pertanggungjawaban diakhirat.

Sikap ini berangkat dari pemahaman terhadap eksistensi Tuhan yang selalu ada di sekelilingnya meskipun dirinya sendiri tidak melihatNya.

Kemampuan seorang pemimpin untuk mengendalikan hawa nafsu tipu daya setan dan kenikmatan duniawi yang sesaat justru akan menjadikannya seorang pemimpin yang kuat dalam menghadapi rintangan dan tantangan kepemimpin. Untuk itulah ibadah kepada Allah subhanahu wa ta'ala sejatinya mampu menciptakan pemimpin yang selalu optimis menghadapi kehidupan atau kepemimpinannya sendiri.

Dan terakhir yang lebih penting adalah ia mampu menolak segala macam kesenangan sesaat duniawi karena keteguhan dan komitmen yang telah dibangunnya dalam ibadah kepada Allah subhanahu wa ta'ala ini sehingga menjauhkan dirinya dari kesalahan dan kekhilafan yang menghancurkan kepemimpinannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun