Indonesia dikenal dengan negara yang multikultural, dengan banyaknya keanekaragaman budaya, ras, agama, bahasa, dan perbedaan watak masyarakat di dalamnya. Keragaman tersebut dapat menjadi potensi yang unggul jika dimanfaatkan betul-betul, bahkan dapat memperkuat identitas bangsa. Namun, terdapat tantangan yang besar untuk mengelola keutuhan elemen bangsa ini karena risikonya dapat mengarah ke perpecahan yang dapat mengancam keharmonisan suatu negara.
Kemudian di era digital sekarang semua akses informasi dapat menyebar secara masif tentu potensi berita hoax akan dengan cepat meracuni masyarakat sehingga dapat menimbulkan salah paham dan berakhir konflik antar sesama. Apalagi Indonesia di tahun 2024 dihadapkan pada hajat akbar dalam pesta demokrasi lima tahun sekali yang mana dari hasil pemilihan umum (pemilu) diangkatlah seorang pemimpin negara, kemudian wakil rakyat yang duduk di legislatif untuk berjuang terhadap kesejahteraan rakyatnya.
Namun, pada prosesnya pemilu sering dibumbui dengan gesekan-gesekan antara fanatikan pendukung, ideologi pilihan, sampai ke tokoh yang bertarung di konstetasi pemilu. Ada istilah politik hitam dimainkan menjelang pemilu dengan membagikan kekurangan antar calon yang berkontestasi tanpa ditelaah secara bijak dan logis.Â
Belum lagi potensi praktik money politic yang menyerang orang awam menjadikan pemicu terjadi konflik itu sendiri serta meruntuhkan iklim demokrasi yang sehat. Situasi tersebut diperparah dengan ulah elite yang memperkeruh suasana. Semestinya mereka menjadi penuntun dan pemandu pemilih, bukan malah menjadi medium provokasi baru.
Sejak runtuhnya masa order baru dan lahirnya reformasi, Indonesia sudah melewati lima kali pemilu demokratis. Bahkan negeri ini sudah berkecimpung sebagai salah satu negeri demokrasi terbesar di dunia. Seyogyanya menghadapi Pemilu 2024, semua elemen bangsa mampu mendorong perkembangan kedewasaan berpolitik. Bukanlah malah membiarkan pragmatisme mengendalikan politik, dan bahkan bersama-sama menjerumuskan demokrasi itu sendiri.
Di sinilah peran media termasuk yang dimainkan oleh lebih dari 123 juta penduduk Indonesia. Peran media dalam menghadapi betapa besarnya risiko yang dihadapi untuk selamat dari masifnya informasi yang keliru, maka perlu ada counter secara serius oleh semua stakeholder termasuk user di kalangan generasi z.Â
Media sosial bisa dijadikan sebagai saluran komunikasi publik yang dimanfaatkan secara aktif untuk berkomunikasi dengan tujuan menyalurkan informasi dan menyebarkan berita. Dalam hal ini media bisa digunakan oleh aktor utama politik seperti capres-capawapres, calon legislatif, tim kampanye, serta partai politik pendukung dengan berkomitmen menjaga koridor etika dan aturan main politik yang telah disepakati bersama.
Dengan demikian, warna persaingan pemilu 2024 lebih didominasi adu gagasan dan program sehingga resonansi yang muncul di masa pendukung adalah rasionalitas, bukan emosionalitas. Selanjutnya semua pihak menempatkan pemilu sebagai prosedur demokrasi lima tahunan biasa, bukan perebutan kekuasaan yang harus dibela dan diperjuangkan mati-matian dan di sisi lain menggunakan berbagai cara menghabisi lawan.Â
Jika faktor-faktor tersebut dapat diindahkan, pemilu akan menjadi pendidikan politik yang mencerdaskan masyarakat dan kian meneguhkan persatuan bangsa, serta pemimpin yang terpilih merupakan pilihan rakyat yang terbaik.Â
Sementara itu, dalam mengukur keberhasilan pemilu sendiri Ditjen Polpum Kemendagri menyampaikan poin indikator di antaranya: 1. Berlangsung aman dan lancar sesuai aturan yang berlaku, 2. Partisipasi pemilih yang tinggi, 3. Tidak terjadi konflik yang dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa terutama konflik kekerasan, dan 4. Pemerintahan yang ada tetap berjalan lancar baik di pusat maupun daerah.