Putri (12 tahun) yang sedang pergi berjalan-jalan di mal bersama kedua orang tuanya sangat berbahagia, karena dia tahu bahwa dia akan dibelikan sesuatu oleh orang tuanya. Dengan langkah yang semangat dia menggerakkan kakinya, namun tiba-tiba sesuatu yang berada di luar kontrolnya mengakibatkan Putri terjatuh lalu mengalami kejang untuk beberapa saat. Setelah kejangnya usai, Putri dituntun dengan susah payah menuju ke lokasi parkir mobil dimana mobil orang tuanya diparkir. Itulah hal yang bisa dialami oleh seorang penyandang epilepsi.
Di Indonesia diperkirakan jumlah penyandang epilepsi mencapai 1,8 juta jiwa, suatu angka yang cukup besar. Angka itu hanya perkiraan, namun pada faktanya mungkin bisa lebih besar lagi karena para penyandang epilepsi ataupun keluarga penyandang epilepsi cenderung menyembunyikan kondisi yang dialaminya.
Epilepsi atau ayan bisa terjadi pada siapa pun, baik kaya atau miskin, tua atau muda, dan laki-laki atau perempuan. Banyak hal yang menyebabkan epilepsi bisa terjadi antara lain faktor genetik, infeksi, trauma saat lahir, atau pun kecelakaan yang mengakibatkan cedera kepala, dan banyak lagi. Penanganan epilepsi ini bisa dikatakan penyakit yang memerlukan biaya tinggi. Bagi orang-orang yang kaya bisa memberikan pengobatan-pengobatan yang mahal untuk mengatasi masalah epilepsi yang disandangnya atau disandang keluarganya sehingga bisa dikatakan bisa memberikan penanganan yang terbaik, namun bagi orang-orang yang miskin, penanganan epilepsi ini sangat mengganggu ekonomi keluarga, bahkan tidak jarang yang tidak mempedulikannya sama sekali. Tentu saja tindakan terakhir akan mengakibatkan epilepsi yang diderita semakin parah bahkan bisa mengakibatkan kematian.
Hari Kesehatan Nasional yang jatuh pada tanggal 12 Nopember, sudah semestinya menjadi momen yang tepat untuk mengingatkan bangsa Indonesia tentang pentingnya kesehatan bagi keberlangsungan bangsa ini. Di antara sekian juta masyarakat Indonesia masih ada anggota masyarakat yang harus berjuang melawan sakitnya yang tidak tahu kapan akan bisa sembuh, bahkan sebagian dari mereka tidak mampu membeli obat, sebagian masih harus menghadapi pandangan sinis dari orang-orang sekitar, dan masih banyak lagi tindakan-tindakan yang merugikan mereka dari masyarakat bahkan pekerja medis.
Berdampakah Hari Kesehatan Nasional Bagi Penyandang Epilepsi?
Menyandang epilepsi, adalah suatu kondisi yang sangat tidak menguntungkan baik bagi penyandang itu sendiri maupun bagi pihak keluarga. Kondisi tersebut diperparah dengan stigma-stigma negatif yang beredar di masyarakat seperti kutukan, kemasukan setan, menular, bodoh, serta penyakit turunan,bahkan tidak sedikit pekerja medis yang tidak mengetahui tentang epilepsi sehingga memberikan perlakuan diskriminasi terhadap penyandang epilepsi. Berikut ialah curahan hati dari para penyandang epilepsi di sosial media :
*) aku abis ngetweet ttg epilepsi di twitter, aku pengen orang2 makin peduli dgn epilepsi. hasilnya ada yg peduli tp ada jg yg ga. :)
*) q brharap ada malaikat suruhan tuhan untk menyembuhkan pengidam epilepsi. .
*) di kediri dokterny cm bs2'an. . .sy pengidam epilepsi skian lama. .sy sungguh tersiksa. . .
*) Jadi ingat waktu saya kecil kira2 kelas 6 SD waktu itu saya anfal sampai masuk kedalam selokan jaraknya dari rumah kira2 500m badan belepotan lumpur maklum selokannya banyak lumpurnya gak kebayangkan baunya, teman saya main lari kerumah untuk ngasih tau kalo saya anfal dan dengan tergopoh gopoh kakak saya yang usianya 5 thn lbh tua dr saya datang lalu saya diangkat dari selokan kemudian pipi saya digampar berulang kali sambil berucap " Kluar kamu dari tubuh adik saya ", kl diingat2 jd mau tertawa sendiri soalnya saya dianggap waktu itu kemasukan
*) Samaan donk ya ........... awalnya aku juga dikira kemasukan yg intinya akan merusak bapakku tapi masuknya kediriku.
Tapi bapakku tdk percaya dgn hal2 mistik sprt itu, semua diserahkan ke kedokteran yg mengerti dgn itu
Apalagi dulu Indonesia blm bisasama sekali utk operasi, di RSCM aku ditawarkan di luar negeri di Rusia kawan2. Aduh jauh sekali !.
Alhamdullilah sekarang sdh bisa Indonesia menolong kawan2 ODE dgn tindakan operasi tnp mengirimnya ke Luar Negeri.
*) Itu Karna Masyrkt Kita Kurang Bs Ber Empati Kpd Sesamanya.., Klo Itu Di Biarkan Lama2 Msyrkt Kita Akan Brsikap Apatis Trhadap Orang Lain & Lingkungan Skitarnya...
*) anda benar. Saya seorang analis kesehatan yg bekerja di RSU. Stigma negatif dan diskriminasi itu masih ada. bahkan dari petugas kesehatan ada yang berperilaku diskriminasi pada ODE dan keluarganya.
*) benar bu, saya merasakan perlakuan yang tak menyenangkan terkait dengan ini. Emangnya kenapa kalau saya pasien poli syaraf ? apakah pantas seorang perawat menyampaikan dengan nada yang tidak sopan ?
Itu adalah kumpulan dari pembicaraan para penyandang dan keluarga penyandang di sosial media.
Dari status-status di Facebook tersebut di atas bisa didapat gambaran tentang bagaimana kondisi masyarakat melihat epilepsi, campur tangan pemerintah menangani epilepsi, dan pandangan penyandang epilepsi itu sendiri terhadap epilepsi, yaitu :
1. Ada masyarakat yang peduli dan ada yang tidak peduli.
2. Belum semua kota Kabupaten memiliki dokter yang mampu menangani epilepsi.
3. Anggapan bahwa epilepsi adalah kerasukan setan masih kental di masyarakat.
4. Banyak pekerja medis yang belum memiliki kualifikasi yang masih terpengaruh dengan stigma negatif epilepsi sehingga sering berbuat tidak semestinya terhadap penyandang epilepsi.
Peringatan Hari Kesehatan yang ke 48 ini semoga menjadi momen bagi peningkatan kualitas pelayanan para pekerja medis baik pelayanan pada para pasien secara umum dan pada pasien epilepsi khususnya. Mudah-mudahan epilepsi juga mendapat perhatian yang lebih serius dari pemerintah, praktisi kesehatan, dan anggota masyarakat. Jangan sampai epilepsi yang terjadi menciptakan “generation lost” bagi bangsa ini. Epilepsi ialah penyakit yang berkaitan dengan otak, namun bukan berarti penyandang epilepsi tidak memiliki kemampuan berfikir dengan baik. Banyak dari penyandang epilepsi yang menjadi orang besar dalam sejarah seperti Napoleon Bonaparte, Charles Dickens (penulis), Alfred Nobel, dan masih banyak lagi.
Semoga tulisan ini bisa menggugah kita semua, sehingga perayaan 48 Tahun Hari Kesehatan Nasional lebih bermakna.
Fadjar Setyanto, S.E.
Wakil Ketua Yayasan Epilepsi Indonesia YEI
Web : www.ina-epsy.org
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H