Peninggalan-peninggalan arkeologi di kota Jakarta dari masa ke masa terus mengalami perubahan yang cukup signifikan dimulai dari Masa Prasejarah yang sudah ditemukan benda-benda artefak dari kebudayaan neolitikum berupa kapak persegi, gelang batu, asahan, beliung, dan barang-barang lainnya di sekitaran Jakarta.
Dari penemuan barang-barang tersebut sudah bisa ditebak bahwa di Jakarta sejak masa prasejarah sudah terdapat pemukiman masyarakat yang teratur, yang sudah mengenal bercocok tanam, kemudian juga masyarakat-masyarakat di wilayah ini tidak menutup kemungkinan sudah berinteraksi dengan masyarakat-masyarakat luar seperti India, sehingga lambat laun munculah kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia. Kemudian pada Masa Hindu-Buddha di kawasan Jakarta timbul karena interaksi social masyarakat local dengan masyarakat India sehingga terjadi artikulasi budaya yang kemudian lambat laun semakin berkembang dan muncul kerajaan Tarumanegara.
Kemunculan Kerajaan Tarumanegara dibuktikan dengan penemuan prasasti disekitaran kota Jabodetabek sekitarnya seperti prasasti Kebon Kopi, prasasti Jambu, prasasti Pasir Awi dan banyak prasasti lainnya yang menjadi bukti kuat bahwa di Jakarta pernah ditemukan sumber arkeolog sejarah berupa benda di Masa Hindu-Buddha. Sekitaran pada abad ke 16M mulai muncul lah kerajaan-kerajaan bercorak Islam di pulau Jawa sehingga mengakibatkan keruntuhan bagi kerajaan Tarumanegara dan juga Masa Hindu-Buddha, pada saat itu yang paling terkenal adalah Fadillah Khan dari Carita Purwaka Caruban Nagari yang berhasil menguasai kota Bandar Kalapa setelah mengusir bangsa Portugis dari Bandari itu. Setelah keberhasilan itu Fadhillah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarata, tetapi pada saat tersebut juga terdapat sebuah misteri bahwa letak kediaman Fadhillah tidak diketahui secara pasti. Dari segi peninggalan arkeologis bangunan bahwa tata letak alun-alun keraton sangat persis dan mengikuti morfologis dengan kota-kota Muslim di Jawa seperti Demak, Banten, dan lainnya. Pada akhirnya Masa Islam (Jayakarta) ini hancur setelah mendapatkan serangan dari pasukan VOC dibawah pimpinan J.P Coen pada 30 Mei 1619 yang mengakibatkan runtuhnya Masa Islam dan Munculah Masa Kolonial Belanda di Jayakarta. Setelah kehancuran masa Fadhillah Khan, Tubagus Angke dan Pangeran Wijayakarma, munculah kota Batavia sebagai pusat pemerintahan bagi VOC, pada Masa Kolonial Belanda ini prosesnya hampir sama seperti proses munculnya Masa Hindu-Buddha yaitu melalui artikulasi budaya antara masyarakat local Jakarta dengan para pendatang Belanda seperti melalui perkawinan, perdaganggan, pekerjaan, agama, dan lainnya yang pada akhirnya muncul “Kebudayaan Barat” hasil perpaduan ke dua budaya tersebut. Pada masa Kolonial Belanda terdapat banyak sekali cagar-cagar budaya dan situs-situs Arkeologi sekitar 132 bangunan. Akan tetapi tidak hanya situs-situs bangunan saja melainkan terdapat peninggalan arkeologi lainnya seperti gambar-gambar, patung dan lainnya. Hingga sampai sekarang beberapa dari peninggalan arkeologis tersebut masih dapat kita temukan karena dirawat secara teratur dan juga dijaga oleh pemerintah pada masa tersebut.
Pada Masa Kolonial Belanda kota Batavia mengikuti Morfologis Indische Town dimana peletakan partit-parit dengan gudang-gudang yang berjejer dengan gaya bangunan yang Indis. Sebelumnya bangunan-bagunan di Batavia mengikuti gaya bangunan kota di negeri Belanda, akan tetapi karena bedanya Iklim gaya tersebut mulai abad ke-18 mulai ubah dan disesuaikan dengan gaya Iklim di Indonesia sehinggal timbulah perpaduan gaya bangunan antara gaya Indis dengan gaya Belanda, perpaduan gaya bangunan yang mencolok tersebut dapat kita lihat dengan jelas seperti pada bangunan gudang-gudang dan rumah Pangeran. Kemudian seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan teknologi gaya-gaya seluruh bangunan di Batavia berubah-ubah mengikuti perkembangan tersebut. Secara kesimpulan pada Masa Kolonial Belanda di Jakarta banyak sekali meninggalkan berbagaimacam peninggalan Arkeologi bangunan mulai dari berbagai gaya, ada dari Tionghoa Gothik dll. Setelah perang dunia ke 2 pecah Belanda kalah dan Hindia-Belanda jatuh di tangan Jepang pada 1942.
Maka sejak itu Indonesia masuk pada masa pendudukan Jepang. Zaman pendudukan Jepan atau yang dikenal sebagai masa perang sehingga tidak ada bangunan-bangunan baru tetapi hanya menggunakan bangunan yang sudah ada sejak zaman Kolonial. Contohnya Gedung tempat Government General dijadikan tempat panglima tentara Jepang atau Seiko Shikikan (1942-1945). Jepang akhirnya kalah perang pada tahun 1945 kemudian masuklah Zaman Kemerdekaan Republik Indonesia, pada Masa Kemerdekaan Indonesia ini sama saja seperti Masa Pendudukan Jepang dimana bila ditinjau dari segi arkeologi bangunan masih tetap menggunakan bangunan yang sudah ada sejak masa-masa sebelumnya, bahkan pada saat pembacaan Proklamasi menggunakan tempat di Gedung Pegangsaan Timur yang dahulunya merupakan Gedung STOVIA. Kemudian mengingat banyaknya sekali sejarah dari bangunan-bangunan yang ada di Jakarta pada akhirnya Pemerintah menyatakan bahwa bangunan-bangunan tersebut dan cagar bangunan lainnya dilindungi oleh UU sejak 10 Januari 1972. Demikian garisbesar tentang Sejarah Jakarta dari Perspektif arkeologi yang juga berkaitan dengan sejarah perkembangan kota Jakarta.
Ditinjau dari segi arkeologi-perkotaan jelas mempunyai arti penting serta memberikan bukti-bukti penguat sejarah kota Jakarta sebagai kota Metropolitan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H