Peradaban adalah sebuah capaian atas kebudayaan. Peradaban juga merupakan kombinasi penting antara etika, spiritualitas, dan iptek. Selain itu, sebuah peradaban muncul karena adanya produk kreativitas kehidupan dan kemanusiaan. Bila berbicara peradaban, kita akan berbicara mengenai dimensi superioritas dan supremasi, seperti halnya peradaban Mesir, Romawi, Yunani, dan sebagainya. Jika dilihat dari basisnya, peradaban memiliki basis ruang dan waktu. Misalnya ada peradaban militer, lingkungan, arsitektur, dan sebagainya.
Budaya muncul atas tiga kombinasi penting yang sudah disebutkan yaitu etika, spiritual, dan iptek. Semua terangkai menjadi sebuah bentuk kreasi yang menyokong berdirinya sebuah kebudayaan.
Sebuah peradaban tidak ditentukan berdasarkan umur suatu wilayah. Contohnya India. Mengapa wilayah ini tidak kunjung maju meskipun usianya sudah sekitar 2000 tahun? Pun bukan berdasarkan luas wilayah. Misalnya Jepang. Kendati wilayahnya sangat sempit, kemajuannya sungguh luar biasa. Peradaban bukan pula berdiri karena kekayaan negara yang dimilki atau faktor-faktor material keduniawian lain, tetapi peradaban terbangung karena attitudeatau sikap tegar beridi di atas tiga landasan, etika, spiritual, dan iptek.
Ada beberapa poin penting yang perlu diketahui dalam mengembangkan attitude yang baik agar terciptanya sebuah peradaban yang mumpuni. Etika, integritas, responsibilitas, respek terhadap hukum, respek terhadap HAM, dan work loving. Ada sebuah nukilan penting sebagai saran terhadap Amerika Serikat agar tetap menjadi negara adidaya. Nukilan tersebut adalah tetap istikomah atau konsisten dan menjunjung tinggi kejujuran.
Sebuah peradaban selalu berdimensi spiritualitas. Dalam konteks keislaman, masjid adalah pilar utama. Namun, mengapa kini justru sebaliknya? Masjid sekarang dianggap sebagai “musuh” peradaban. Banyak yang skeptis karena menganggap masjid sebagai penghalang majunya ilmu pengetahuan.
Idealnya, peradaban itu berkaitan positif dengan spiritualitas. Pun sama halnya dengan kreasi. Kreasi berbanding lurus dengan spiritualitas. Banyak inspirasi-inspirasi yang bisa didapatkan di masjid. Seorang kreator sejati tidak pernah berkreasi karena uang. Mereka lebih mementingkan kepuasan hati. Berhubung ini acara di Masjid Salman ITB, maka akan saya buka satu rahasia filosofis. Masjid Salman ini sama sekali tidak memiliki kaligrafi bukan? Satu-satunya kaligrafi adalah cat warna-warni yang ada di dinding sebelah timur masjid. Kreasi ini diciptakan oleh Alm. Ahmad Sadali.
Lalu, apa yang sebenarnya masjid miliki? Pertama, masjid punya jamaah yang multikultur dan multutalenta. Seharusnya masjid adalah kekuatan terbesar pembangun negara jika faktor ini diintegrasikan dengan baik. Kedua, masjid adalah daya himpun yang otoritatif. Tidak ada satu orang pun yang berani menolak panggilan Allah. Namun, realitasnya? Ketiga, masjid memiliki tempat yang luas yang bisa digunakan untuk berbagai hal. Keempat, masjid memiliki dana. Perlu kita ketahui bahwa organisasi paling kaya adalah yayasan pengurus masjid. Agar dana masjid tetap mengalir, pengurus masjid harus menghabiskan saldo untuk keperluan masjid. Harapannya, agar semakin banyak lagi dana yang masuk karena memang benar-benar sedang dibutuhkan.
Berikutnya, masjid adalah rumah Allah. Siapa yang tidak merasa tenang bila sedang berada di dalam rumah raja? Apalagi Raja di atas raja. Selanjutnya, masjid adalah hidayah. Masuk masjid serasa masuk rumah sendiri. Terakhir, ada banyak malaikat yang menuggu dan menjaga masjid.
Lalu, masjid peradaban itu masjid yang seperti apa sih? Masjid peradaban adalah masjid yang memerdekakan, melapangkan dada, fasilitatif, empatif, progresif, atraktif, dan menghimpun. Bila kita membahas masjid peradaban, kita tidak bisa lepas dari penggeraknya yaitu organisasi pengurus masjid. Organisasi ini berfungsi sebagai rumah yang memberi kenyamanan, laboratorium tempat riset agama, dan sanggar ruhani tempat berkarya. Selain itu, organisasi pengurus masjid hendaknya tidak hanya sebatas ta’mir masjid, melainkan bisa melakukan manajemen terhadap ummat untuk masa depan. Berikutnya, organisasi masjid harus multishaff, bukan singleshaff. Artinya harus mau berisi orang-orang yang beragam. Lalu, organisasi masjid harus memiliki visi dan fikrah peradaban. Terakhir, organisasi masjid sebaiknya memiliki masterplan peradaban.
Mari bersama-sama memakmurkan masjid agar kita tidak menjadi para pendosa yang hanya mau mendirikan masjid, tapi sepi mengunjingi. Hidup masjid! Hidup Islam! Allahu Akbar!
Tulisan ini disarikan dari acara di Masjid Salman ITB sebagai diskusi publik yang diselenggarakan pada hari Jumat, 27 Maret 2015 dengan pembicara Adriano Rusfi (Alumni Psikologi UI, Konsultan Organisasi dan Pengembangan SDM).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H