Mohon tunggu...
Fadil Nurj
Fadil Nurj Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa (Santri)

Hai, Aku suka membaca. 😊

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Azimat Pelajar

19 Desember 2022   22:57 Diperbarui: 19 Desember 2022   23:01 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Nilai tertinggi dalam mata pelajaran bahasa Arab TA 2022/2023 diraih oleh..." semua siswa-siswi kelas IX MTs Nurul Ma'rifah harap-harap cemas menantikan satu nama yang akan disebut oleh Bu Rika yang sengaja menggantung kata berikutnya. "...NURMAN! Selamat ya, dan semoga ini menjadi motivasi buat kamu ke kedepannya." Sebagian siswa-siswi terheran-heran mendengar nama Nurman yang disebut. Sebagian lagi tak menghiraukan apapun, malah asyik mengobrol.
"Gak nyangka, " bersit hati Nurman ketika mendengar namanya disebut. "Padahal, Hera atau Ana yang lebih berhak." Menjelang sore, acara perkumpulan kelas IX  yang diadakan di aula itu pun berakhir dan satu persatu dari mereka pulang ke rumah masing-masing. Lain halnya dengan Nurman, Fikri, dan Adam, tiga serangkai itu malah pergi ke warnet, biasanya hanya sekedar main game atau nonton video. Itulah kebiasaan mereka setelah sekolah selain futsal, kalau suatu waktu ada funmatch.
Esok harinya, di pagi yang belum ada pancaran sinar matahari, Fikri dan Adam berbincang ditengah perjalanan menuju sekolah. "Aku masih nggak percaya soal pengumuman kemarin, Fik." Adam memulai pembicaraan. "Kau merasa seperti itu, aku juga. Kita mesti cari tahu tentang ini, gimana?" Tawar Fikri kepada Adam yang bertingkah seperti detektif konan, ingin mengetahui alasan kenapa Nurman bisa mendapatkan nilai tertinggi. "Baiklah, kita perhatikan semua diam dan geraknya si Nurman..."
"Kita 'kan selalu bersama-sama, di kelas bareng, main bareng, futsal bareng..." kata Fikri.
"Iya, tapi kita nggak tahu apa yang dilakukannya ketika dia di rumahnya." Adam langsung memotong pembicaraan. Fikri berpikir sejenak, seperti mencari jawaban gaib, "Alih-alih, apa mungkin si Nurman punya tips khusus atau semacam azimat?" Adam segera berhenti dan menoleh ke arah Fikri, "Mungkin saja."
Pukul 07.00, bel mulai berbunyi, tanda bahwa seluruh siswa-siswi harus memasuki kelas mereka masing-masing karena kegiatan belajar dan mengajar akan segera dimulai. Nurman, yang baru sampai langsung duduk di bangku paling belakang seperti biasanya, didapati di sebelah kirinya sudah ada Fikri dan Adam. Ditengah-tengah guru sedang menjelaskan, "Ya, Nurman kenapa kamu angkat tangan?" Tanya guru mata pelajaran bahasa Indonesia. "Anu, saya ijin mau ke air, Pak."
"Ya, silahkan, kirain kamu mau nanya." Pak Mawardi, guru mata pelajaran bahasa Indonesia yang bersuara lantang namun humoris memberi ijin. Nurman pun keluar kelas sambil memegang perutnya dan terdengar gelak tawa teman-temannya karena melihat tingkah lucu Nurman. Tak selang berapa lama, Nurman kembali ke kelas dan terus mengikuti pelajaran sampai berganti pelajaran dan akhirnya waktu istirahat tiba. Biasanya, sebagian besar siswa-siswi mengisi waktu istirahatnya untuk mengisi perut di kantin atau pedagang di pinggir jalan. Sebagian lagi tetap di kelas, makan makanan yang mereka bawa dari rumah. Namun, hanya sedikit sekali yang mengunjungi perpustakaan, untuk sekedar melihat atlas, membaca ensiklopedia, atau beberapa bacaan ringan.
"Kemana kita?" Tanya Nurman. "Biasa, warung belakang sekolah aja." Jawab Adam. "Let's go, sekalian mau bayar yang kemarin ke Bi Iyam." Kata Nurman, yang sudah biasa ngutang ke warung Bi Iyam. "Aku ikut dong." Sahut Fikri yang sedari tadi hanya mendengarkan percakapan Nurman dan Adam. Mereka bertiga pergi ke warung Bi Iyam, seorang nenek tua yang sudah biasa didatangi para siswa yang berkekurangan sehingga mereka terbiasa berhutang ke nenek itu. "Dam, Fik, aku duluan ke kelas ya, mau ke air dulu." Kata Nurman setelah memberikan beberapa lembar uang ke Bi Iyam. "Ya, aku dan Adam sebentar lagi ke kelas." Jawab Fikri setelah meneguk air di depannya. Setelah Nurman pergi, Adam dan Fikri masih ngobrol. "Dam, coba perhatikan, dari dulu tuh si Nurman bolak-balik mulu ke air." Fikri mulai bersikap seperti detektif. "Ya, emang dia selalu gitu, mungkin beser dari kecil... " Adam menerangkan sambil sedikit ketawa. "... kita ke kelas yuk, takut telat. Bi, kasbon dulu ya...! Teriak Adam ke Bi Iyam yang berada di dapur belakang.
Kegiatan belejar-mengajar di sekolah sudah berakhir, tiba saatnya bagi Nurman, Adam, dan Fikri untuk pergi ke warnet. Saking asyiknya main, sampai tak terasa hari pun hampir gelap. Mereka pulang bersama, karena memang rumahnya searah. "Eh, nanti malam kita ke rumah si Sandy yuk. Dia ngadain acara bakar-bakaran jagung di rumahnya, katanya siapa aja dari kelas IX boleh datang." Adam mengajak kedua temannya. "Aku gak bisa kalau malam-malam." Kata Nurman kepadanya. "Yaudah nggak apa-apa, kau gimana, Fik?"
"Ayo."
"Nanti kita ketemuan di depan rumahku ya."
"Boleh-boleh."kata Fikri.
 Waktu malam sudah tiba, Fikri dan Adam datang ke rumah Sandy. Ada beberapa anak kelas IX yang hadir. Ada yang sedang menyalakan pengapian, menusuk jagung, dan sekumpulan lain sedang bernyanyi ria dengan iringan petikan gitar yang dimainkan oleh Sandy. Sekitar tengah malam, bakar-bakaran yang diadakan di rumah Sandy berakhir dan mereka ada yang pulang dan ada yang menginap.
Tak berbeda dari hari sebelumnya, hari yang baru ini, tiga serangkai itu melakukan kegiatan yang sama seperti biasa. Mereka belajar di kelas, istirahat di warung Bi Iyam, masuk kelas lagi, dan pulang. Namun kali ini, mereka bertiga akan bermain di rumah Nurman. Itu karena usulan Adam, untuk sebenarnya mengetahui alasan kenapa Nurman bisa mendapatkan nilai tertinggi mata pelajaran bahasa Arab. Sesampainya di rumah, Nurman mengajak Fikri dan Adam ke halaman belakang rumahnya untuk menikmati udara segar dan beberapa kue buatan ibu Nurman. Mereka mengobrol santai, ketawa-ketawa, sampai tak terasa langit pun terlihat jingga.
"Sekarang saatnya aku menanyakan suatu hal yang selama ini membebani pikiranku, Man." Adam mulai menanyakan soal nilai itu. "Apa rahasianya sehingga nilai yang kau raih bisa menjadi nilai tertinggi?"
"Iya, gak mungkin 'kan Bu Rika salah nyebut, bagi-bagi dong kalau punya azimat." Sahut Fikri, disambut tawa diantara mereka.
"Jadi, beberapa hari ini, aku dan Adam memperhatikan engkau, Man, untuk mencari tahunya, tapi usaha kami berdua, nggak ada hasilnya. Makanya kami ikut ke rumah kau untuk menanyakan langsung tentang ini." Lanjut Fikri
"Oh itu, sebenarnya aku juga bertanya-tanya, padahal aku merasa Ana atau Hera yang paling paham tentang bahasa Arab." Nurman berhenti sejenak, mengambil kue dan memakannya.
"Kau tahu, aku sering bolak-balik ke air? Dan apa kau juga tahu, aku nggak bisa keluar malam-malam?" Tanyanya kepada temannya itu.
"Aku yakin ungkapan 'Ilmu itu cahaya, dan wudhu juga cahaya, maka bertambahlah cahaya ilmu dengan cahaya wudhu'. Jadi, aku selalu berusaha untuk menjaga wudhu, setiap aku berhadas, aku langsung berwudhu lagi, karena ilmu itu cahaya, maka untuk mendapatkannya, aku pikir sebaiknya menjaga wudhu yang juga cahaya."
"Setiap malam, aku rutin mengulang pelajaran yang disampaikan di siang hari. Dan berusaha untuk selalu membaca pelajaran untuk besok. Kalau kata Bu Ani, istilahnya 'mencuri' start. Aku juga tidak pernah meninggalkan doa untuk kedua orangtua, agar selalu diampunkan dosa-dosanya dan dipanjangkan umurnya dalam keadaan sehat wal'afiat. Untuk para guru, agar selalu di tutupi aibnya dariku dan tidak dihilangkan keberkahan ilmunya dariku. Aku selalu membacanya di akhir shalat dan setiap berangkat sekolah." Nurman pun menoleh ke arah kedua temannya. "Mungkin itulah usahaku untuk bisa memaksimalkan potensi yang Tuhan berikan kepadaku. Ayo silahkan dimakan lagi kuenya. Ini kue spesial buatan ibuku." Pungkas Nurman sambil menyodorkan piring berisi kue. Adam dan Fikri tampak seperti mematung mendengarkan apa yang dikatakan Nurman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun