Bentuk pemerintahan yang digunakan oleh masa dinasti abbasiyah mengikuti bentuk pemerintahan terdahulunya yaitu system keuasaan absolutism, system ini yang dimana suatu system yang bentuk pemerintahanya tanpa undang-undang dasar bentuk pemerintahan dimana semua kekuasaan terletak pada seorang pemimpin.Â
Ketika kepemerintahan islam di bawah dinasti abbasiyah atas kekuasaan al-mahdi islam mengalami peningkatan yang cukup besar dan meningkat secara cepat diwilayah timur asia tengah, hindia, dan perbatasan china. pada masa kepemerintahan abbasiyah mereka banyak mengubah system tatanan pemerintah dan militer untuk dapat terjalanya kebijakan militer koordinasi dengan baik dan benar.
 Dari mulainya pembeharuan tatanan militer, abbasiyah membentuk system pertahanan dan keamanan dengan nama "diwanul jundi", departemen ini meruapakan sebuah departemen yang mangatur segala bentuk pertahanan dan keamanan.
 dibentuknya divisi ini lantaran banyak pemberontakan yang terjadi karena ingin meisahkah diri dari bawah kekuasaan abbasiyah. kepemerintahan abbasiyah diatas tangan khalifah harun ar-rasyid selalu rajin untuk membuat perjanjian dengan orang asing untuk beberapa alasan khususnya unutk menebus tawanan perangnya, harun ar-rasyid juga selalu teratur utnuk mengirim perwakilan asing di bagdad untuk menjadi wakilnya dari sesame penguasa.
Contohnya yang terjadi pada tahun sekitar 800 tahun yang lalu kalifah harun ar-rasyid menerima duta dari Charlemagne dan mengrim lagi kea ix-la chapel, bahakan waktu terjai perang salib ada perjajian-perjanjian formal dengan putra raja kriten.
Pada masa kepemerintahan harun ini ia banyak melakukan hubungan bilateral dengan raja-raja untuk dapat membentuk aliansi dan membuat hubungan yang baik dengan beberapa kerajaan terkenal dengan sifat yang suka bercengkarama sehingga sangat mudah baginya untuk membuat hubungan diplomatic.Â
seperti yang terjadi pada tahun 1192 ia membuat perjajian dengan seorang raja inggris yaitu Richard I, yang mana unutk memberikan sarana dan prasarana  unutk ziarah kaum Kristen menuju tanah suci, bentuk kontribusinya terdaapt dalam hokum intenasional islam atau yang lebih di kenal dengan syiar adalah terhadap hokum internasional modern adalah dengan membentuk imunitas diplomatic, dalam hunubgan syariah tradisonal ini diplomat menikmati kekebalan hokum yang tidak jauh berbeda dengan hokum internasional modern. banyak dari ummat islam yang setuju dan menghormati hokum ini.
 Dari hokum ini non-muslim diperbolehkan memasuki wilayah islam tanpa gangguan sebagai perwakilan resmi dengan syarat mereka harus mengatakan bahwasany mereka membawa pesan diplomatic, jika kita kembali pada zaman nabi Muhammad aturan kekebalan diplomatic sudah ada dengan ditandai dengan 2 utusan yang berasal dari musuh islam yaitu musailamah yang merupakan nabi palsu yang datang.
namun nabi Muhammad tidak pernah menyakitinya ataupun membunuhnya duta besar merupakan anggota delegasi mereka sehingga menikmati kekebalan pribadi secara penuh dan memilki hak bebas dalam menjalan segala benutk ritual keagamaan.
Jika melihat bukti-bukti yang ada ketika pada zaman nabi Muhammad SAW telah memubuat berbagai perjanjian dengan negara lain termaksud kepaa musuhnya sendiri disini dapat dikatakan bahwasaya islam sudah mengenal hokum dan perjajian internsional dengan prinsip-prinsip dasar  dan fundamental yang ada pada zaman terdahulu (kenabian). Â
pada waktu perjajian hudaibiyah merupakan sebuah perjanjian yang dilakukan kaum muslim dengan kaum qurais yang mana ummat islam merasa dirugikan dan merasa kecewa terhadap nabi Muhammad namun nabi tetap menjalakannya dan menaati perjanjian yang telah disepakati namun dengan kecerdasan yang dimilki oleh nabi perjajian menjadi kekuatan besar bagi Madinah dan seisinya.