Dalam sudut pandangan antropologi, manusia diciptakan menjadi manusia sebagai makhluk biologis dan makhluk  sosial, dimana manusia sebagai makhluk biologis memiliki unsur ruh, jiwa, dan pikiran. Disamping itu manusia yang diciptakan menjadi makhluk sosial selalu ingin menunjukkan eksistensinya dengan kemampuan berbeda-beda, tujuan berbeda, maupun ciri khas suatu manusia yang diberikan tuhan pun sudah berbeda. Cara setiap manusia menunjukkan eksistensinya berbeda karena beberapa faktor yang sudah dijelaskan, makan akan menimbulkan suatu masalah.
Masalah –masalah tersebut sebuah hasil dari orientasi hidup seseorang yang menjalani aktivitas sehari-ahri, dimana di dalam aktivitas tersebut manusia saling berkaitan dengan hidup, manusia berkaitan dengan alam, manusia dengan waktu, dan hubungan timbal balik antara manusia satu dengan manusia lain. Dimana masalah itu bisa diselesaikan dengan pendidikan, pada hakikatnya setiap manusia ingin mengalami perubahan. Perubahan itu sendiri bisa didapatkan melalui proses pendidikan. Melalui pendidikan manusia dapat mengontrol kemampuan, menentukan arah hidup, pengembangan potensi diri menjadi lebih positif serta pendidikan pun merupakan hal yang mutlak dipenuhi sepanjang hayat (Haderani,2018)
Meninjau kembali pendidikan, pendidikan sudah ada sejak zaman kerajaan terutama di Indonesia. Dari proses pendidikan tersebut menghasilkan sebuah budaya yang kita terapkan di kehidupan sehari-hari. Budaya itu sendiri merupakan buah hasil pikiran manusia. Â Pendidikan hari ini sudah melupakan nilai-nilai budaya, dimana nilai-nilai tersebut mengandung sebuah moral. Pendidikan kita saat ini hanya terfokus pada kompetensi dan perlahan mulai memudar pendidikan karakter bangsa.
 Akibat krisis moral yang terjadi di sekitar masyarakat, perkembangan sosial dan kemerosotan moral menghalangi siswa untuk memahami dengan baik pentingnya pendidikan yang baik bagi diri mereka sendiri. Akibatnya, hal ini berdampak sangat kuat terhadap pendidikan moral siswa itu sendiri, banyak  putus sekolah, tidak mau sekolah, lebih memilih bekerja menghasilkan uang tanpa mengkhawatirkan pendidikan atau masa depan ,yang terpenting adalah bisa hidup dan menghasilkan uang ( Tanyid, 2014 )
Hilangnya pendidikan karakter tersebut tidak lain dikarenakan penanaman budaya leluhur mulai memudar, sangat disayangkan Indonesia dengan berbagai macam etnis, suku, dan bahasa pendidikan budaya justru melemah ditengah zaman yang kian hilang akal sehatnya.Â
Dikatakan budaya merupakan ruh pendidikan, karena nilai terpenting kita melalui proses pendidikan adalah memiliki karakter pemimpin. (Soraya, 2020) Pentingnya pendidikan karakter dilatar belakangi oleh beberapa faktor, antara lain: (1) Sekarang generasi muda (bahkan  generasi yang lebih tua) memiliki kepribadian yang terkikis, keberadaan yang pudar dan kering. (2) Ada devaluasi nilai kehidupan yang diukur dengan uang yang dibutuhkan oleh beberapa alat pembenaran. (3) Karakter merupakan salah satu bagian dari diri manusia yang menentukan kelangsungan hidup dan perkembangan warga negara dalam suatu bangsa.(4) Oleh karena itu pendidikan karakter menitikberatkan pada nilai-nilai melalui pembudayaan dan kesadaran untuk membentuk manusia seutuhnya.dianggap sebagai suatu proses dari persepsi pribadi.
Profesi guru dan karakter bangsa, serta guru  dengan segala tugas dan peranannya, mempunyai peran strategis dan sangat penting untuk memutuskan dan mempertahankan karakter  bangsa sebagai dasar identitas bangsa  yang bermartabat. Sosok manusia yang menjadi dasar pembentukan karakter bangsa disandang oleh  sosok guru yang menjunjung tinggi profesionalismenya dan menganut sistem nilai yang membimbing bangsa sebagai pendidik karakter. Oleh karena itu, pemuliaan karaktermembutuhkan karakter ( Hanafi, 2017 ).
Karakter pemimpin adalah nilai moral penting yang harus diajarkan kepada anak-anak, terutama mahasiswa dengan jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) mendidik bukanlah hanya sekedar mengajarkan pengetahuan lebih dari itu mendidik moral adalah hal terpenting dari tugas seorang guru, karena nilai moral akan dibawa oleh peserta didik kemanapun ia melangkah.Karena pendidikan saat ini hanya terfokus pada kompetensi meninggalkan nilai-nilai pelajaran seperti budaya dan moral. Seorang filsuf pendidikan kita yaitu Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa untuk menghasilkan seorang manusia yang berinovasi dan memiliki karakter hal pertama yang harus dijelaskan oleh seorang guru adalah moral.
Namun berbeda terbalik dengan keadaan saat ini, dimana nilai moral selalu diabaikan sehingga banyak sekali kasus para manusia bergelar profesor dan doktor terjerat kasus-kasus korupsi, karena nilai moral dalam dirinya sudah hilang. Kurikulum merdeka merupakan gambaran bagaimanan kompetensi dijunjung tinggi, siswa dituntut untuk kritis, kolaborasi, dan kreatif yang mengarah pada pendidikan liberalisme.Selanjutnya kita melupakan budaya leluhur yang mengandung banyak sekali pepatah hidup, apalagi di era sekarang budaya dianggap kuno banyak khalayak muda menghindari hal tersebut dan lebih menyukai budaya kebarat-baratan. Untuk itu sekolah sebagai lembaga pendidikan harus menyuarakan hal-hal tersebut karena manfaatnya dapat dirasakan oleh semua.
Menurunnya peran guru dan kembalinya peran implementers guru memicu dampak negatif dan positif. Salah satu dampak negatif penerapan kurikulum adalah guru cenderung pasif, kurang kreatif dan hanya mengandalkan petunjuk yang disiapkan oleh pusat. Peran guru yang demikian tentu melemahkan kreativitas dan inovasi guru (Alawiyah, 2013). Â Terutama tugas guru pada hari ini terkesan seperti operator kurikulum saja walaupun dengan tagline merdeka belajar, dimana guru harus melakukan pelatihan-pelatihan terus menerus ketika adanya perubahan kurikulum dari pemerintah, membuat suasana di sekolah menjadi tidak efektif karena fokus guru terpecah belah dengan adanya pelatihan, pengajaran, dan berbagi tuntutan lain dalam pekerjaan.
Dunia memang menuntut kita untuk terus berkembang akan tetapi, jika Sumber Daya Manusia (SDM) hanya kompeten dibidang kompetensi saja sama saja dengan mengajarkan kemunafikkan, karena dimanapun adab harus tetap lebih tinggi dari ilmu itu sendiri. Adapun faktor- faktor yang bisa memicu lahirnya insan yang tak bermoral.