Secara Ontologis, makna tertinggi dakwah adalah suatu bentuk komunikasi yang distingtif (khas) di mana seorang mubaligh (komunikator) menyampaikan pesan-pesan yang bersumber atau sesuai dengan ajaran al-Qur'an dan al-Sunah. Tujuannya adalah agar orang lain (mad'u) atau komunikan dapat berbuat amal saleh sesuai dengan pesan-pesan yang disampaikan tersebut.
Secara epistemologis, dalil tentang dakwah dapat ditemui dalam al-Qur'an dan Hadit. Artinya, sumber pengetahuan yang dapat dirujuk untuk melaksanakan dakwah dapat menggunakan metode bayani. Metode bayani menjelaskan persoalan dakwah dari ayat-ayat al-Qur'an yang diperjelas oleh ayat lain, atau ayat al-Qur'an yang diperjelas oleh hadits Nabi, atau hadits Nabi yang diperjelas oleh hadits lain.
Secara aksiologis, terdapat banyak manfaat dakwah. Kalau diperhatikan dari ayat dan hadits tentang dakwah manfaat dakwah terbagi tiga.
Pertama, manfaat bagi dai berupa gugurnya kewajiban berdakwah dan mendapat kebaikan di dunia dan akhirat.
Kedua, manfaat bagi mad'u, berupa gugurnya kewajiban belajar dan mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat.
Ketiga, manfaat bagi alam berupa keseimbangan kosmos.
Filsafat dakwah merujuk pada konsep-konsep atau beragam aliran pemikiran mengenai dakwah yang memperlihatkan perbedaan-perbedaan paradigmatic mengenai hal-hal dasar dalam dakwah.
Filsafat dakwah mempersoalkan apakah kemampuan dai berdakwah itu ditentukan oleh sifat-sifatnya atau oleh pengalamannya. Filsafat dakwah juga menitikberatkan kajian dakwah secara menyeluruh, mendasar, reflektif, kritis, dan postulatif.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI