Kampanye politik di Indonesia telah mengalami transformasi yang sangat signifikan seiring dengan perkembangan media sosial yang terus berkembang dan update. Fenomena kampanye pilpres di media sosial menjadi sangat semakin dominan, mengubah pandangan politik secara fundamental. Peran serta literasi media digital menjadi sangat penting dalam memahami dan menghadapi fenomena ini. Peran literasi media digital memberikan pemahaman yang lebih baik tentang cara kerja media sosial, algoritma, dan pentingnya memverifikasi informasi yang ada sebelum dipercayai atau disebarkan. Karena tanpa literasi media digital semua informasi akan di terima tanpa meilihat benar atau tidak nya informasi tersebut.
Salah satu dari berbagai platform media sosial yang paling dominan dalam kampanye pilpres adalah Twitter atau sekarang menjadi (X). Kampanye dilakukan melalui serangkaian tweet, retweet, dan thread yang menyoroti visi, program, dan janji dari kandidat. Interaksi langsung antara kandidat dan pemilih juga sering terjadi melalui platform ini, memperkuat koneksi personal antara kandidat dan pemilih. Juga sebagai ajang debat pengguna nya baiktitu antar kandidat dan pemilih, pemilih dan pemilih beda pilihan, dan lain nya. Sehingga bisa terbentuk opini public tentang masing masing calon, tentang visi dan misi masing masing.
Kelebihan kampanye pilpres melalui media sosial adalah kemampuannya untuk menjangkau audiens yang lebih luas dan divers dimanapun dan kapanpun beerada. Namun, kekurangannya adalah rentannya terhadap penyebaran informasi palsu atau hoaks yang dapat mempengaruhi persepsi publik secara negatif. Peran literasi media digital dapat membantu masyarakat untuk lebih kritis lagi terhadap informasi yang tersebar di media sosial dengan memberikan keterampilan dalam memverifikasi kebenaran informasi dan memahami motif di balik setiap konten yang dipublikasikan.
Salah satu tantangan etika yang muncul selama kampanye pilpres di media sosial adalah penyebaran informasi yang kurang akurat atau manipulatif untuk memengaruhi opini public terhadap salah satu calon, biasanya ini dilakukan lawan main nya. Tantangan lainnya adalah adanya praktik-praktik yang merugikan seperti pembelian massa dan penyebaran ujaran kebencian penyewaan jasa buzzer (pasukan akun palsu yang melakukan posting, like, retweet, dll) dengan bayaran tertentu. Literasi media digital dapat berperan dalam mengatasi atau meminimalkan tantangan tersebut dengan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang etika dalam bermedia sosial, serta meningkatkan kemampuan untuk mengidentifikasi dan menanggapi konten yang tidak etis atau merugikan secara efektif.
Fadillah Akbar, Mahasiswa Prodi Komunikasi PJJ Universitas Siber Asia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H