Halo pembaca, pada saat ini saya berkesempatan untuk mengalihbahasakan hasil rangkuman dari artikel berjudul “ Current Status and Issued of Autism Education in Japan – Autism Education aiming at the realization of a cohesive society dari link ini :
http://www.nise.go.jp/kenshuka/josa/kankobutsu/pub_d/d-292/d-292_14.pdf
Berhubung saat ini saya sedang bersekolah di Jepang, dengan bidang neuroinformatic and neuroimaging, specifikasi neurodevelopmental disorder. Maka sebelum saya mengulik aktivitas neurophysiology dari anak autis, maka saya mencoba untuk mengulik, bagaimana sih sistem pendidikan (education training)  terlebih dahulu. Dari artikel yang saya sebutkan sebelumnya, point pertama menjabarkan keadaan pendidikan anak autis di jepang. Anak autis di Jepang di ajarkan di sekolah khusus untuk anak berkebutuhan khusus. (SNE = Special Needs Education)#di Indonesia disebut sebagai Sekolah Luar Biasa (SLB). Pembagian kelas di sekolah ini berdasarkan tingkat disability. Kandungan dari sistem edukasi di SNE untuk anak autis dibedakan berdasarkan life stagenya. Tapi bagaimanapun juga semua sistem ini berorientasi pada  keterampilan untuk dapat beraktivitas sehari-hari secara mandiri.
Kebanyakan  anak-anak autis di masukkan ke kelas autism/gangguan emosional atau ke kelas Intellectual disability (kadang disebut mental retardasi).
Anyway pembaca , autis secara functional dibagi menjadi dua garis besar. Mereka adalah High Functioning dan Low Functioning. Di Jepang anak autis dengan kategori high functioning tanpa mental retardasi mengikuti kelas regular, dan dalam beberapa jam seminggu mereka mengambil kelas khusus yang berguna untuk kemampuan kognitifnya, seperti kelas untuk mmbangun hubungan kepada sesame (human relations). Dan kelas ini biasanya diajarkan dalam bentuk permainan dan latihan.
(bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H