Mohon tunggu...
Fadilah YogaPratama
Fadilah YogaPratama Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - PKN STAN

Berani memulai dan percaya proses

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Pembaharuan Pajak Natura dalam Proses Penerimaan Pajak Indonesia

13 Desember 2023   09:00 Diperbarui: 13 Desember 2023   09:01 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Wijaya & Dewanto (2018) pastinya sebuah Perusahaan pasti akan membuat tax planning yang dimana salah satunya dengan memikirkan bagaimana mengefesiensikan pembayaran pajak yang dapat menghemat biaya dalam pemberian kesejahteraan kepada pegawai-pegawainya, salah satunya berupa pemberian natura/kenikmatan yang dimana terdapat beberapa yang bukan termasuk objek pajak. Bagi Perusahaan hal ini dapat menjadi langkah efektif untuk memaksimalisasi manajemen sumber daya manusianya dan untuk meningkatkan kepuasan kerja dari karyawannya dengan memberi insentif pemberian natura bagi yang berprestasi. Disini dapat dilihat bahwa terdapat celah bahwa hal ini dapat dimanfaatkan sebagai perilaku penghindaran pajak (Tax Avoidance) yang telah dilakukan beberapa perusahaan. Perusahaan mencoba mengurangi kewajiban perpajakan karyawannya untuk meningkatkan kualitas kinerja dan return yang didapatkan dengan mengalihkan beberapa penghasilan menjadi bentuk suatu fasilitas/barang dan bukan dalam bentuk uang. Maka dari itu, hal tersebut mengakibatkan pajak yang dikenakan/terutang pada penghasilan tersebut menjadi lebih kecil daripada yang semestinya.

Maka dari itu, Pemerintah menerbitkan regulasi sistem perpajakan baru yaitu PMK Nomor 66 Tahun 2023 dalam rangka pembaharuan sistem lebih lanjut atas penghasilan dalam bentuk non-uang (Natura). Pemerintah bertujuan untuk menciptakan keadilan perpajakan serta mencegah adanya praktik penghindaran pajak yang kerap dimasyarakat. Namun dalam proses penerapannya, masih terjadi banyak perdebatan dari berbagai lapisan masyarakat karena lebih ketatnya sistem perpajakan Natura. Terdapat beberapa sudut pandang yang memperlihatkan bahwa Peraturan Menteri Keuangan ini terlihat melebih-lebihkan dalam mengejar penerimaan pajak (Panjaitan & Yuna, 2023). Lantas bagaimana dampak akan realisasinya?

Dalam peraturan Menteri keuangan tersebut mengatur dengan lebih rinci untuk beberapa barang/jasa yang diterima sebagai penghasilan (natura) dan merupakan objek pajak, seperti barang elektronik, perjalanan wisata, endorsement, dsb. Namun, tidak semua barang yang diterima sebagai natura/kenikmatan dikenakan pajak. Dalam PMK Nomor 66 Tahun 2023 juga mengatur beberapa pengecualian jenis natura yang bukan merupakan objek pajak dengan batasan tertentu yang telah ditetapkan, seperti Makanan dan minuman yang disediakan bagi seluruh pegawai kantor di tempat kerjanya, pemberian natura/kenikmatan dalam daerah tertentu, pemberian natura/kenikmatan yang disediakan untuk aktivitas pelaksanaan pekerjaan, pemberian natura/kenikmatan yang bersumber dari APBN, APBD, dan APB Desa, dan pemberian natura/kenikmatan dengan jenis/ batasan tertentu. Dengan adanya regulasi lebih lanjut dan rinci diharapkan dapat menciptakan keadilan dalam sistem perpajakan dan mencegah adanya perlakuan praktik penghindaran pajak (Tax Avoidance) yang kerap dilakukan oleh Perusahaan.

Dapat kita lihat bahwa keberadaan PMK Nomor 66 Tahun 2023 memiliki implikasi yang positif bagi perusahaan sebagai kepastian hukum. Peraturan Menteri Keuangan ini cepat atau lambat supaya cepat dipahami dan diterapkan sehingga tidak terjadi kebingungan dalam perhitungan beban keuangan dan kegaduhan internal didalamnya. Sebelum adanya PMK Nomor 66 Tahun 2023 ini, beban pajak yang ditangung Perusahaan bisa sangat berat karena mungkin tercampur antara natura yang masuk objek pajak dan yang tidak termasuk. Dengan adanya kepastian hukum ini, membuat perusahaan jadi lebih bisa mempersiapkan tax planning dengan lebih komprehensif dan mengatur strategi terbaiknya dalam memanfaatkan natura/kenikmatan yang telah disesuaikan dengan nilai batas kena pajak.

Namun jika dilihat dari realisasinya, sebenarnya potensi penerimaan pajak atas natura tidak terlalu signifikan dikarenakan terdapat batas cakupan pengenaan pajak dan sengaja dibuat batasan untuk menyasar kelompok yang memiliki pendapatan lebih, bukan mayoritas pegawai. Selain itu, peraturan perpajakan natura juga justru mendorong potensi restitusi atau upaya pengembalian pajak lebih bayar. Dengan terbitnya PMK Nomor 66 Tahun 2023, pemeritah membuat pengecualian lebih lanjut tentang pemotongan pajak natura yang diterima pada tahun sebelumnya. Hal ini menyebabkan wajib pajak berpotensi mengajukan permohonan restitusi karena terlanjur membayarkan pajak natura selama tahun-tahun sebelumnya,

Dalam Perusahaan besar, pajak natura ini memiliki pengaruh yang lumayan besar pada sisi eksekutif atau pengambil keputusan dalam Perusahaan (Theodora & Widhiyanto, 2023). Hal ini membuatkan peluang bahwa beberapa pihak eksekutif akan merasa keberatan yang membuat perusahaan pasti bersikeras untuk menahan pegawai eksekutif yang produktif dan pada akhirnya perusahaan menambah biaya lagi untuk mengcover atau membayarkan pajak natura dari renumerasi mereka daripada kehilangan talented people yang produktif yang bisa saja diambil oleh perusahaan kompetitor. Kemudian dilihat lagi dari sudut pandang para content creator atau influencer yang dimana sekarang hasil atau upah yang biasanya mereka terima dari endorsement produk terkait akan dikenakan pajak natura (Sekar, 2023). Hal ini tentu menghambat penghasilan content creator atau influencer itu sendiri karena biasanya hasil dari konten mereka dibayar hanya berupa barang yang di iklankan dan ditambah beban pajak natura terutang lagi.

Dengan demikian, keberadaan dari PMK 66 Tahun 2023 secara garis besar sudah memiliki dampak yang baik dalam memberikan keadilan perpajakan bagi perusahaan dan juga meminimalisir adanya praktik penghindaran pajak, tetapi penting bagi pemerintah untuk mengkaji dan meninjau ulang kembali terhadap pandangan-pandangan negatif tersebut dengan mempertimbangkan seluruh argumen-argumen hukum yang mendasari keberadaan serta perubahan dalam peraturan yang telah dibuat sehingga pemerintah dapat melihat sudut pandang yang lebih luas lagi dan dapat menjadi dasar untuk melakukan revisi dalam beberapa poin atau penambahan perincian ketentuan agar terciptanya sistem perpajakan yang seimbang secara keseluruhan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun