Konsep Awal Tuhan Pada Masa Primitif
Tuhan pada masa awal (primitif) di rasakan berangkat dari alam. Dari pembahasan alam, kemudian Tuhan di pahami sebagai sesuatu kekuatan yang ajaib yang sulit dijelaskan keberadaannya. Bahkan pada masa itu ada anggapan bahwa semua yang ada di alam semesta ini memiliki nyawa dan hidup (animisme). Karena hal ini lah, manusia pada masa itu mulai mengadakan hubungan dengan tumbuhan dan binatang yang dibuktikan melalui ritus-ritus.
Pada masa ini pemikiran manusia masih berpusat pada mitos-mitos yang berkembang dan menghubungkannya dengan perubahan alam. Mereka masih mempercayai segala hal yang berhubungan dengan animisme dan dinamisme. Manusia belum mempergunakan akal dan rasionya sebaik mungkin dan belum merasionalkan konsep ketuhanan.
Pada masa itu, manusia bisa dibilang menganut paham politeisme yaitu konsep ketuhanan yang mempercayai adanya banyak dewa. Dewa-dewi tersebut dihubungkan dengan kekuatan alam yang berperan penting bagi kehidupan manusia dan dijadikan sebagai sasaran pemujaan dikalangan masyarakat. Manusia mempercayai bahwa dewa-dewilah yang mengatur dan mempengaruhi semua peristiwa yang terjadi di alam semesta. Sehingga pada masa itu banyak lahirnya mitologi-mitoogi Yunani.
Konsep Tuhan Pada Masa Setelah Primitif
Pada masa setelah primitif, manusia sudah mulai keluar dari pemikiran awalnya. Mereka tidak lagi hanya mendasarkan pemikirannya dari alam, tetapi mereka mulai merasionalkan segala sesuatu dan melakukan pengamatan secara empiris sehingga lahir istilah pengalaman religius. Pada perkembangannya pengalaman religius didapatkan dalam proses beragama. Pengalaman religius didasarkan pada pengalaman yang ditemui melalui hal-hal yang lebih luas dari pada alam, misalnya melalui situasi-situasi batas, pengalaman kekuatan, kekacauan, cinta, dan keindahan.
Pada masa ini manusia belum memisahkan antara dirinya sebagai subjek dengan semua yang ada diluar dirinya sebagai objek. Ada peran intuisi yang mendahului refleksi. Dari hal tersebut maka muncullah istilah pemahaman tentang yang ada. Yang ada dijadikan sebagai sumber dari kebenaran.
Kajian metafisika yang mempersoalkan mengenai Tuhan dan membahas secara filosofis pokok-pokok ajaran agama dan menghubungkannya dengan Tuhan. Tuhan diartikan sebagai sesuatu hal yang mutlak dan tidak mampu ditangkap oleh panca indra manusia. Pembuktian adanya kebenaran Tuhan didasarkan pada penalaran rasio manusia.
Pada umumnya konsep Tuhan itu terbagi dua yaitu transenden dan imanen. Konsep transenden mempercayai bahwa setelah Tuhan menciptakan alam semesta, maka Tuhan berada jauh dari alam dan tidak lagi ikut campur dalam pengaturan alam. Konsep imanan mempecayai bahwa setelah Tuhan menciptakan alam semesta, maka Tuhan sendiri yang mengatur dan mengontrol alam semesta tersebut.
Tuhan merupakan eksistensi absolut, karena Tuhan merupakan penyebab utama adanya alam semesta. Setiap kepercayaan meyakini bahwa ada sesuatu hal yang menciptakan alam semesta yaitu Tuhan. Para filosof saling berdiskusi bahkan berdebat mempertanyakan tentang hakikat Tuhan, ada atau tidak ada, percaya atau tidak. Lalu bagaimana cara membuktikan mengenai adanya Tuhan, tentu hal ini harus didasarkan pada berbagai argumen yang mampu membenarkan bahwa Tuhan ada dan harus diyakini secara rasional dan irrasional.
Pada masa setelah primitif ini manusia sudah mulai mempercayai Tuhan dan menganut kepercayaan agama-agama. Disini agama sudah mulai mempengaruhi segala aspek kehidupan manusia. Manusia menjadikan agama sebagai dasar keimanan mereka dalam mempercayai konsep Tuhan. Setiap agama yang ada, memiliki perbedaan dalam mempercayai konsep Tuhan. Agama terbagi dari agama samawi (agama langit) dan agama Ardhi atau agama bumi. Agama samawi yaitu agama yahudi, kristen dan islam sedangkan agama ardhi yaitu agama Budha, Hindu, Konghuchu dll.