Mohon tunggu...
Mohamad Fadhilah Zein
Mohamad Fadhilah Zein Mohon Tunggu... -

Suka menulis cerpen, tapi baru enam cerpen yang ditulis selama ini... Suka dengan dunia fotografi, videografi, motion art, illustrator, wirausaha, dan lain sebagainya...

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Novelipasiana: Bidadari Neraka (17)

12 Oktober 2011   12:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:02 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

“Saya tidak peduli dengan cercaan orang mengenai program tv kita. Yang paling penting adalah bagaimana iklan bisa masuk. Tentunya para pengiklan hanya melihat rating dan share, mereka tidak melihat konten tayangan kita,” Sylvana menegaskan pembicaraan di kata “cercaan orang.”

“Saya tidak membutuhkan karyawan yang cerdas. Saya hanya butuh karyawan yang mau menurut apa yang saya katakan. Saya contohkan, salah satu presenter kita saya beri surat peringatan, karena dia sudah melakukan tindakan di luar ketentuan yang telah saya buat.”

Seluruh karyawan yang ada di ruangan ini semakin serius menyimak Sylvana. Saya pun seperti tersengat mendengar ada salah satu presenter yang diberikan surat peringatan. Nabila kah?

“Presenter ini seperti merasa paling pintar karena telah menemui narasumber yang jelas-jelas menjadi musuh kita. Saya berikan peringatan keras kepadanya karena sudah melakukan tindakan di luar kode etik jurnalistik,” ujar Sylvana dengan dingin dan datar.

Saya semakin gelisah berada di ruang rapat ini. Saya ingin segera keluar dan menghubungi Nabila untuk memastikan tidak ada hal-hal buruk yang menimpa dirinya. Sebelum rapat, saya memang melihatnya keluar dari ruang Sylvana dengan terburu-buru, serta secara sekilas saya melihat dia menangis.

“Saya minta kepada seluruh karyawan untuk menunjukkan dedikasi dan loyalitas kepada perusahaan kita. Ingat, saya tidak membutuhkan wartawan yang pintar dan sok tahu, yang saya butuhkan hanya wartawan yang mau menurut dengan apa yang katakan.”

Suasana rapat semakin menegangkan. Semuanya memperlihatkan wajah-wajah tanpa senyum sedikitpun. Para produser yang duduk di bagian depan, sedikitpun tidak ada yang berani bersuara. Mereka benar-benar menyimak setiap kata demi kata yang dikeluarkan oleh orang nomor satu di news room ini. Apalagi setelah Sylvana mengatakan telah mengeluarkan surat peringatan, tentunya hal itu membuat sang bidadari semakin ditakuti. Bukan karena fisiknya yang menyeramkan, bidadari cantik ini ditakuti karena kekuasaan dan wewenangnya yang absolut dan antikritik. (bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun