Mohon tunggu...
Mohamad Fadhilah Zein
Mohamad Fadhilah Zein Mohon Tunggu... -

Suka menulis cerpen, tapi baru enam cerpen yang ditulis selama ini... Suka dengan dunia fotografi, videografi, motion art, illustrator, wirausaha, dan lain sebagainya...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Novelipasiana: Bidadari Neraka (16)

6 Oktober 2011   01:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:17 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sylvana mengenakan blus berwarna biru tua yang dipadu dengan rok berwarna senada. Kulitnya yang putih semakin kontras dengan pakaian yang dikenakannya berwarna gelap. Kecantikannya terpancar dengan kosmetik di wajahnya yang dioles secara tipis. Garis wajahnya menunjukkan dia adalah wanita yang tegas berbicara dan tidak senang basa-basi. Jika berbicara, matanya fokus pada lawan bicaranya. Dia tidak senang lelucon yang tidak lucu. Jangan pernah mencoba membuatnya terhibur, karena baginya hidup itu bukan bahan tertawaan.

“Saya sangat menghargai kerja keras seseorang. Hidup itu harus memiliki visi yang jelas. Jangan banyak tertawa, tapi banyak-banyaklah berpikir,” demikian salah satu nasihat yang pernah dia sampaikan kepada karyawannya.

Saya sebenarnya mengagumi wanita cantik ini, tapi entah mengapa sulit menghilangkan rasa sebal terhadap dirinya. Saya pikir semua sepakat untuk mengenyahkan wanita ini dari kantor, tapi tidak ada yang berani memulai pergerakan apa pun.

“Hari ini saya hendak membahas program kita yang semakin hari sepertinya semakin tidak bermutu,” sahut Sylvana membuka rapat yang sudah dihadiri seluruh awak redaksi.

“Program kita terpuruk dari segi rating dan share.”

“Kita harus mengemas lebih menarik lagi. Kita hilangkan tayangan-tayangan berita yang terlalu berat, karena penonton kita sudah muak dengan berita-berita politik.”

Sylvana diam sejenak. Dia memastikan karyawannya benar-benar menyimak apa yang dia utarakan. Saya sendiri hanya mematung dan tidak berani mengeluarkan suara. Saya sudah tahu kebiasaannya yang akan marah jika mengetahui ada yang gaduh di dalam rapat.

“Saya minta seluruh produser memastikan tayangan kita benar-benar memiliki magnitude yang besar bagi masyarakat. Ingat, hidup kita sangat tergantung dengan rating dan share. Apa yang harus saya katakan kepada direksi jika tayangan kita terus menerus anjlok dari segi rating dan share.”

Rapat ini semakin terasa panas karena Sylvana semakin menyudutkan anak buahnya. Dia adalah sosok pemimpin yang senang menghabisi anak buahnya jika program yang ada di bawah wewenangnya tidak mencapai target. Tapi, sebaliknya, jangan berharap dapat bonus atau kenaikan gaji jika rating program berita naik.

Tiba-tiba, saya teringat Nabila. Sayang sekali, saya gagal mengorek informasi apa yang dibicarakannya dengan Bidadari Neraka ini. Saya berencana akan menghubunginya setelah rapat ini usai. (bersambung)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun