Kekerasan seksual terhadap anak semakin menjadi perhatian serius, dengan data yang menunjukkan peningkatan jumlah kasus. Berdasarkan laporan KPAI, sekitar 14% dari kasus yang dilaporkan pada 2023 melibatkan kekerasan seksual terhadap anak. Di Bangka Belitung, tercatat sebanyak 85 anak usia 0-12 tahun menjadi korban kekerasan seksual pada tahun yang sama. Salah satu faktor yang mempermudah terjadinya kekerasan seksual pada anak adalah kurangnya pemahaman mereka mengenai pendidikan seksual, termasuk tentang bagian tubuh yang bersifat pribadi dan bagaimana melindunginya.
Kekerasan seksual pada anak sering kali dimulai dengan pelecehan seksual, yang bisa berupa perilaku tidak senonoh seperti menyentuh, merangkul, atau bahkan membuat lelucon yang melanggar batas pribadi anak. Oleh karena itu, pendidikan seksual sejak usia dini sangat penting untuk mencegah hal tersebut. Menurut teori perkembangan Erikson, anak usia dini berada pada tahap "inisiatif vs rasa bersalah", di mana mereka mulai mengembangkan kepercayaan diri dan tanggung jawab terhadap diri mereka. Di tahap ini, dukungan dari orang tua dan guru untuk memberikan pemahaman tentang tubuh dan privasi sangat krusial.
Pada 11/12/2024, dilakukan psikoedukasi seksual di TK/PAUD Ar-Raudhah Kace Timur. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman anak terkait bagian tubuh privasinya dan mengajarkan anak untuk senantiasa berhati-hati. Kegiatan edukasi seksual dimulai dengan cara yang interaktif dan menyenangkan. Materi mengenai perbedaan fisik antara laki-laki dan perempuan, proses perkembangan manusia, serta materi terkait reproduksi seksual dan perubahan tubuh disampaikan dengan bahasa yang sesuai usia anak-anak, yang memicu rasa ingin tahu mereka dan memperkuat pemahaman mereka tentang tubuh dan privasi. Kegiatan juga diisi dengan game menciptakan gerakan sesuai musik dan juga menggambar. Tidak hanya menyenangkan tetapi juga efektif dalam menanamkan pemahaman tentang privasi tubuh dan cara menghindari pelecehan seksual.
Meskipun pendidikan seksual bagi anak masih dianggap tabu, anak-anak di sana menyambut kegiatan ini dengan antusiasme yang tinggi. Melalui metode yang disesuaikan dengan tahap perkembangan anak, seperti penggunaan gambar, musik, dan cerita, anak-anak mampu memahami perbedaan fisik antara laki-laki dan perempuan, serta pentingnya menjaga privasi tubuh. Selain itu, mereka juga belajar tentang cara menghindari pelecehan seksual dan merasa lebih aman dan percaya diri untuk melindungi diri mereka. Harapannya, pendidikan seksual seperti ini dapat lebih diterima luas, sehingga dapat melindungi anak-anak dari ancaman kekerasan seksual yang semakin meningkat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H