revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran , beberapa tahun terakhir, UU penyiaran menjadi isu kontroversial menjadi benturan antara kepentingan komersial, Pembahasan kebebasan berekspresi, budaya, serta tantangan dalam menghadapi regulasi dengan perkembangan teknologi yang sangat berkembang cepat. RUU penyiaran berpotensi mengekang kemerdekaan pers yang berpeluang untuk berkreasi jurnalistik yang buruk.
 Salah satunya kewewenangan KPI diperluas termasuk kontrol yang lebih besar terhadap konten digital dan platform streaming, ini akan menjadi ke khawatiran banyak Masyarakat bahwa hal ini bisa mengarah pada sensor-sensor berlebihan dan menghambat kebebasan berekspresi dan mengurangi kebebasan digital.
 Adanya revisi ini membuat aturan menjadi lebih ketat terhadap konten internet, termasuk media social seperti You Tube dan OTT ini akan menjadi berdampak negatif pada kreativitas konten digital. Ketika KPI sudah masuk ke konten digital maka tidak ada lagi konten-konten yang menyindir pemerintah, apalagi larangan penayangan jurnalistik ini dimaknai sebagai pembungkam pers. "ini sungguh aneh mengapa di penyiaran tidak boleh ada investigasi" ujar (AJI) padahal investigasi sangat penting untuk mengetahui informasi-informasi yang akurat.
Bahkan Mahfud MD angkat bicara soal RUU yang media tidak boleh investigasi , "tugas media itu ya investigasi hal-hal yang tidak diketahui orang. Dia akan menjadi hebat media itu kalau  punya wartawan yang bisa melalukan investigasi mendalam dengan berani." Kata Mahfud di kantor Teuku Umar, Jakarta, Rabu (15/5/2024).
Artinya kehadiran UU penyiaran harus bisa saling menghargai saling mendukung dengan UU Pers, atau bukan dipetik berdasarkan kepentingan saja, ini menimbulkan banyak tafsir yang membingungkan dan mempertanyakan  alasan RUU tersebut melarang media khususnya televisi menayangkan eksklusif karya jurnalistik investigasi. Upaya ini tentu sebagai suatu ancaman serius bagi kehidupan pers, pers bertanggung jawab  sebagai kontrol social supaya proses berjalan transparan dan sepenuhnya memenuih hak-hak publik."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H