Judul Buku : Rantau 1 Muara
Penulis : A. Fuadi
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : pertama, Mei 2013
Tebal Buku : 395 halaman
Harga : Rp. 75.000,-
Peresensi : Fadhlur Rahman Ahsas (fadhlurrahman7@gmail.com)
*Resensi ini diikutkan dalam lomba resensi Rantau 1 Muara*
Rantau 1 Muara adalah buku ke-3 dari trilogy Negeri 5 Menara. Ditulis oleh Ahmad Fuadi yang lahir di Bayur, kampung kecil di pinggir Danau Maninjau tahun 1972. Dia menyelesaikan pendidikannya di SD Manggopoh, SD Koto Baru, SDN 1 Padang Luar, MTsN Gantiang, Padang Panjang, Pondok Modern Gontor dan lulusan kuliah Hubungan Internasional, UNPAD. Dia mendapatkan beasiswa Cheventing Award untuk belajar di Royal Holloway, University of London untuk bidang film dokumenter, sampai sekarang dia telah mendapatkan 8 beasiswa untuk belajar keluar negeri, dan juga mendapat kesempatan tinggal dan belajar di Kanada, singapura, Amerika Serikat dan Inggris. Selain itu penghargaan yang telah diraih oleh Ahmad Fuadi ini antara lain Nominasi Khatulistiwa Award 2010 untuk Novel Negeri 5 Menara yang merupakan novel pertamanya dan juga mendapat penghargaan sebagai Penulis dan Buku Fiksi Terfavorit 2010 versi Anugerah Pembaca Indonesia. Ahmad Fuadi adalah mantan wartawan TEMPO dan VOA, selain itu sekarang dia sibuk menulis, jadi pembaca dan motivator, mulai menggarap film layar lebar Negeri 5 Menara, serta membangun yayasan sosial untuk membantu pendidikan orang yang tidak mampu Komunitas Menara.
Novel yang menceritakan tentang perjuangan hidup anak laki-laki minangkabau dalam meraih sebuah impian besar, namun dibalik impian itu mempunyai banyak tangga yang akan di injaki, setiap tangganya ia menemukan sebuah inplementasi hakikat sebuah perjuangan, yang diawali ketiak mauan dan pemberontakan terhadap keinginan orang tuanya , untuk menempuh pendidikan di Pondok Madani. Sejujurnya pemberontakan itu hanya ada dalam diri saja. Bahkan, ia tetap mematuhi permintaan ibunya, sebab dengan jawaban diplomasilah yang bisa menunduki ketidak inginnya. Kisah ini sangat realita bagi anak muda yang ingin mencapai impian-impian emas. Alif adalah seorang anak yang sangat pandai lagi pintar” luwes banget”, setelah tamat Sekolah Menengah Pertama ia mempunyai impian untuk melanjuti ke sekolah ternama di Sumatera Barat, namun orang tuanya berkata lain. Berat rasanya untuk meninggalkan kampung nun asri, dengan panorama alam danau Maninjau yang dikelilingi jejeran bukit-bukit.
Dalam sesi buku pertama “5 menara”. Nyeritain deratan demi rangkai sebuah proses sekolah, Alif terkesima dengan padangan pada sebuah kalimat yang terpampang besar. Hingga kalimat itu menjadi sebuah” mantra” sederhana yang sangat kuat dalam untaian satu demi satu drama kehidupannya, man jadda wa jada, siapa yang bersungguh-sungguh akan sukses.
Yang paling dahsyat dalam buku pertama, munculnya karakteristik seorang pemimpin yang berdedikasi islami, seorang guru yang dibalut penuh keikhlasan dan juga menjadi seorang ayah untuk santrinya yaitu kiai Rais. Dalam masa itu ia menemukan sosok persahabatan yang mungkin sebelumnya belum pernah ia rasakan yaitu sohibul menara, bersahabatan yang disatukan oleh kesamaan impian dan kautnya perjuangan.Menara masjidlah yang menjadi saksi kelima sahabat ” Alif,Baso si otak yang cemerlang,Raja, Atang, Said dan Dulmajid” memproklamirkan cita-cita mereka.
Konsep inilah yang membawa Alif menggelegak hampir separuh dunia yang ia kelilingi, yaitu dalam waktu 3 bulan, siswa tahun pertama Pondok Madani masih boleh menggunakan bahasa Indonesia maupun bahasa daerah mereka sendiri. Namun setelah itu mereka harus menguasai bahasa resmi di Pondok Madani yakni bahasa Arab dan bahasa Inggris. Itu merupakan tantangan terbesar buat mereka. Setiap selesai shalat subuh seorang kakak penggerak bahasa masuk ke setiap kamar dengan membawa papan tulis kecil. Mereka diminta mengulangi bersama-sama dan satu persatu apa yang kakak tersebut katakan. Setelah itu diberikan sebuah kalimat sempurna dengan menggunakan kosa kata yang telah mereka ucapkan bersama-sama tadi. Lalu, giliran mereka membuat kalimat lain dengan menggunakan kosa kata ini. Sebelum di tutup, mereka disuruh meneriakkan kembali kosa kata tadi bersama-sama. Dan mereka diberikan tugas untuk menyalin kosa kata tadi dan membuat 3 contoh penggunaanya dalam kalimat. Itu semua dilakukan setiap hari, 7 kali seminggu. Sebuah metode sederhana yang sangat kuat dan mampu melekatkan bahasa baru ke dalam alam bawah sadar untuk tidak lepas lagi selamanya. sebuah konsep edukasi yang praktis dan optimal.
ketiga novel tersebut memang mempunyai Judul yang unik, selayang pandang kita bisa bingung sendiri, begitu juga, ketiadak pastian dari tema yang abstrak mungkin akan membuat pembaca penasaran, dan ingin membaca. Lihat pada sesi buku kedua yang berjudul “ranah 3 warna” ada hubungan tidak dengan buku pertama?. Sesi kedua buku trilogi ini nyeritain tentang kesungguhan seseorang yang ingin membuktikan kepada semua orang bahwa dia bisa menggapai apa yang dia inginkan, walaupun orang lain memandangnya sangat mustahil akan terjadi. Itulah yang terjadi pada tokoh Alif pada novel ini, yang diceritakan bahwa dia benar-benar ingin menjadi Habibie dan sekolah di Amerika seperti cita-citanya waktu masih sekoloh di MTsN bersama Randai temannya dan dia juga bertekat akan segera kuliah walaupun harus mengikuti ujian persamaan SMA untuk mendapatkan ijazah, karena di PM (Pondok Madani) tidak mengeluarkan ijazah SMA, setelah itu barulah bisa untuk mengikuti ujian UMPTN. Segala usaha dan upaya dia lakukan agar mendapatkan hasil yang terbaik, keajaiban sebuah mantra ke dua”man shabara zhafira” . Perjuangannyapun tidak sia-sia sehingga dia lulus masuk Universitas Padjadjaran di Bandung jurusan Hubungan Internasional walau bukan Teknik Penerbangan ITB yang dia inginkan selama ini, tetapi dari sanalah kesuksesannya berawal, hingga ia bisa menapaki kaki di Kanada .Pada novel ini diceritakan bahwa tidak ada sesuatu yang tidak mungkin asalkan seseorang itu mau berusaha dan mau bersabar terhadap segala ujian yang sedang dihadapi, karena orang yang sabar akan mendapakan sesuatu yang lebih baik dari Allah SWT.
Puncak dalam rentetan realistis cerita trilogi negeri lima menara pada buku ” rantau 1 muara” semakin terus semakin asyik. layaknya makan kerupuk jengkol balado. Timbulnya kepercayaan Alif dalam mencari jati diri seorang jurnalis karena berawal dari kiriman tulisannya dulu dikanada pada media. tapi semua itu tidak luput dari konflik-konflik kehidupan yang menjadi guru baginya ” alam takambang jadi guru” masa itu negara sedang komat-kamit karena moneter, dan bergejolak para demonstran di Jakarta tahun 1998 untuk sebuah kudeta dan seluruh nusantara yang di pelopori semua mahasiswa termasuk Alif DKK. Menyebabkan pengangguran meningkat susah untuk di dapat. ia tetap untuk mengadu nasib di Jakarta setelah wisuda di UNPAD, sampai ia menemukan pekerjaan yang ia sukai, wartawan majalah Derap. Bahkan kantor inilah jawaban semuanya hidupnya bermakna ada lika-liku kode etik propesional seorang wartawan, yang berlandaskan ” Mantra ketiga”, man saara ala darbi washala, siapa yang berjalan pada jalannya maka akan sampai ditujuan. Lalu bukan hal ini yang membuat ia sangat hidup dalam pekerjaan, kadang kadang timbul keraguan apa ini tujuannya, karena keterbatasan finansial yang terbatas. Muncullah kisah yang mengambarkan kekuatan hidup, yang membuatnya semangat bergebu-gebu ” wanita”, lahirlah kata Love at the first sight. Dinara namanya satu kantor yang baru menjadi wartawan Derap, Alif bertanya-tanya pada hatinya. Seorang wanita yang pintar dan modren yang menimbulkan Alif sangat penasaran dan ingin mengupas sehelai demi helainya siapa dan bagaimana Dinara itu padanya. ” Jodoh rahasia Tuhan. Tetapi Tuhan telah membukakan rahasia itu padaku hari ini. Maukah Dinara jadi pendampingku seumur hidup?” inilah kalimat pamungkas dan ia geleng geleng kepala sendiri melihat keberanianya dalam menuliskan sebuah ungkapan yang berisi tanggung jawab besar sepanjang hayat dikandung badan. Melalui strategi jitu bersekongkol dengan mama Dinara, untuk menakluikan hati papanya. Akhirnyapun ia mendapatkan pendamping hidupnya “Dinara” dan Dinara mendapatkan Imamnya”Alif”.
Mereka hidup berdua di Wasington DC mencapai “Life is perfect” dan mengarungi samudra dengan hepasan ombak bahkan badai. sampai terjadi tragedi 11 September 2001 di New York yang menggoyahkan jiwanya, karena mas Garuda seorang kakak dan juga sahabat harus pergi. disitulah timbul paksaan untuk memikirkan ulang misi hidupnya. Darimana dia bermula dan kemana dia akhirnya bermuara. “Aku kuakkan syal batik peninggalan Mas Garuda yang dari tadi aku genggam. Aku peluk bahu Dinara erat-erat. Aku bisikkan “terima kasih sudah menjadi kawan merengkuh dayung yang tangguh.” Mata indahnya tersenyum terang.”(hlm 395)
Novel ini mengundang pujian dari banyak pihak, dan juga dapat menciptakan motivasi bagi orang lain yang membacanya, hubungan antara satu bagian dengan bagian yang lain harmonis dan dapat menimbulkan rasa penasaran pembaca karena dalam penceritaan isi novel tidak berbelit-belit. Mantra man saara ala darbi washala yang di ceritakan dalam novel ini terbukti ampuh dan juga dapat di tanamkan dalam kehidupan. Selain itu pada novel ini terdapat beberapa bahasa seperti bahasa dialek, Arab, Padang dan Inggris yang belum disertai terjemahan (arti) sehingga agak sulit pembaca untuk memahaminya.