Gen Z merupakan generasi pertama yang paling dekat dengan kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi melahirkan banyak perubahan dan kemudahan dalam segala aspek kehidupan, salah satunya adalah kemudahan akses informasi. Perkembangan ini juga memunculkan banyak sarana media sosial, seperti Instagram, TikTok, Facebook, dan lain sebagai nya.
Dikutip dari Databook, Sebanyak 28% Generasi Z (1997-2009) melakukannya dan menjadi yang terbanyak dalam penelitian ini. Sementara itu, hanya 16% generasi milenial (1981-1996) yang berbagi berita tanpa verifikasi. Lantas, apakah hal ini menjadi penguat fakta utama bahwa Gen Z adalah penyebab banyak hoaks tersebar?
Saat ini, hampir semua orang aktif di media sosial. Kebanyakan Gen Z lebih aktif di TikTok dan Instagram, sedangkan Gen Y atau Milenial lebih sering menggunakan Facebook. Dari sini kita tahu persebaran hoax yang dilakukan gen z lebih banyak terjadi pada platform tiktok, besarnya keinginan untuk menjadi yang paling mengikuti perkembangan terkini dan di angggap berpengetahuan luas membuat Gen z mudah membagikan informasi yang di dapat tanpa mencari tahu kebenarannya terlebih dahulu.
Dikutip dari tirto.id, riset yang dilakukan Tirto pada tahun 2021, dengan metode mengumpulkan seluruh hoaks yang diklarifikasi oleh Mafindo di laman Turnbackhoax, menemukan bahwa responden yang berusia 40 tahun ke atas cenderung lebih banyak menemukan hoaks di Facebook. Sementara itu, responden yang berusia 16--19 tahun cenderung lebih banyak menemukan hoaks di TikTok.
Adanya TikTok sangat memudahkan penyebaran informasi. Video berdurasi kurang dari 30 detik yang langsung ke inti pembahasan tanpa bertele-tele membuat Gen Z menyukai aplikasi ini karena tidak perlu banyak membaca. Tetapi, minimnya literasi pada Gen Z membuat mereka melewatkan video TikTok yang baru di tonton 5 detik jika dianggap kurang menarik perhatian atau jika tidak sesuai dengan keyakinan mereka.Â
Kebanyakan konten kreator TikTok sering kali menggiring opini yang tidak sesuai fakta nya pada cuplikan awal video demi mengejar algoritma For You Page (FYP), tanpa memastikan kebenaran konten yang ia buat. Kebiasaan asal melewatkan (skip) dan menyimpulkan informasi hanya berdasarkan menonton cuplikan awal yang menarik perhatian mereka, membuat Gen Z banyak termakan informasi yang tidak sesuai fakta. Secara tidak sengaja, mereka membagikan hoaks tanpa memeriksa kebenarannya terlebih dahulu.
Terlepas dari itu, Gen Z yang lebih mengenal teknologi media sosial cenderung memiliki kemampuan memilih informasi lebih baik jika dibandingkan dengan Gen Y atau Milenial. Gen Y cenderung mudah mempercayai berita jika informasi tersebut berasal dari pesan yang dibagikan teman atau keluarga yang mereka percaya. Mereka juga lebih mudah terpengaruh berita yang menyentuh emosi, seperti berita belas kasih atau tragedi yang ada di media sosial.
 Sebaliknya, Gen Z yang hampir semua nya aktif memainkan media sosial dan mengikuti perkembangan informasi terkini lebih bisa membedakan mana berita hoax dan mana yang bukan, sebab mereka jarang melibatkan perasaan dan emosi seperti Gen Y. Sementara itu, Gen Y lebih mudah termakan hoax berita yang sudah lama karena kurang aktif mengikuti perkembangan berita terkini.
Menyalahkan satu generasi secara sepihak merupakan pilihan yang tidak adil. Semua kalangan generasi dapat menjadi korban ataupun pelaku penyebaran hoaks. Kenyataannya, sebagian besar penyebaran hoaks sering kali berasal dari pihak-pihak yang lebih tua yang memperolehnya dari Facebook, atau orang dengan motif tujuan tertentu seperti politik atau ekonomi demi keuntungan diri nya sendiri.
Hoax adalah masalah serius di era digital seperti sekarang, dampak yang di timbul kan pun tidak sepele. Maka dari itu, kita perlu meningkatkan literasi digital di semua kalangan, kemampuan berpikir kritis serta kesadaran bersama bahwa penyebaran hoaks adalah tanggung jawab kita bersama tanpa memandang kalangan mana pun.Â
Sebab semua orang dari kalangan mana pun berpotensi membuat hoax tanpa di sadari . Permasalahan mengenai hoax tidak bisa hanya menyalah kan pada salah satu kalangan saja, karena kebiasaan ini tergantung bagaimana sifat orang nya tidak bisa dipukul rata sesuai umur.