Mohon tunggu...
Fadhli Robby Z
Fadhli Robby Z Mohon Tunggu... -

SIMPLE AND ADVENTURE

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

PDIP Ikhlas (Kan/Kah)? Jokowi

13 Februari 2015   16:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:16 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dari sebuah perjalanan panjang dari Seorang Walikota menuju Gubernur kemudian di usung menjadi Presiden, itulah perjalanan panjang JOKOWI di karir Politik pada Partai PDIP.  Banyak perdebatan atas karir JOKOWI yang boleh di bilang si anak "jenius" yang harus menghadapi Guru yang menemukan dan membesarkan namanya. Sebuah akhlak murid dengan guru yang harus di teladani adalah saling menghormati antara Murid dengan Guru bahkan Guru pun harus menghargai Murid. Tentu sebuah ikatan batin dan lahir yang sangat terikat karena sudah sekitar 10 tahun karir murid di tempa oleh sang guru.

Perjalanan panjang sekolah "politik" yang dijalani oleh Jokowi adalah sebuah hal yang belum seberapa tapi karena ke"jenius"an seorang Jokowi mampu membawa melesat jauh dari senior-seniornya pasti dan hal yang lumrah bila ada beberapa dari senior merasa iri dan jengkel atas prestasi yang telah di raih adik kelasnya. Coba kita lihat bila ada kelompok senior yang punya sifat negatif berkumpul kemudian membentuk gerakan yang me- rong-rong dari dalam dan luar, apa yang akan terjadi?

Seorang Guru yang bijaksana pasti akan berlaku adil kepada murid-muridnya dan kekuatan adil itulah yang menentukan prestasi-prestasi dari murid tersebut. Apalagi ada pertengkaran antara murid-murid yang meresahkan masyarakat sekitar "sekolahan" siapakah yang bertanggung jawab atas tindakan murid-murid tersebut, apakah Guru atau murid atau orang tua? tentu banyak orang menilai bahwa Guru lah yang bertanggung jawab atas kenakalan seorang murid tersebut.

Kembali ke dunia nyata, Jokowi yang "jenius" sepertinya ada teman partner politik yang merasa jengkel atas prestasi adik kelasnya. Tentu tokoh senior di lingkungan PDIP yang berjibaku atas perlawanan pada pemerintahan sebelum jokowi merasa bahwa mereka adalah orang cakap untuk mendapat imbalan atas perlawanan atau tindakan yang dilakukannya para tokoh senior pada pemerintahan dahulu. Sikap mereka adalah hal lumrah karena hal ini sifat manusiawi.  Artinya bila hal ini terjadi pada tubuh PDIP maka mereka adalah orang yang tidak "ikhlas".

Maka yang terjadi adalah penjegalan dari dalam dan luar sudah terjadi pada JOKOWI. Seperti halnya SBY, yang menjegal bahkan terlihat oleh kasat mata. Dari dalam Partai Politik yang di Pimpinnya dan Partai yang mendukung dan yang tidak mendukung. Namun bila kasus JOKOWI adalah tidak kasat mata, karena mereka takut oleh sang GURU. Sehingga serangan yang di gunakan gerilya dari dalam dan senjata yang di gunakan adalah sang Guru. Murid senior memberitahu kepada sang Guru atau bahasa kasarnya adalah "MENGHASUT" sang Guru untuk mengincar posisi yang seharusnya para senior mendapatkan tempat.

Jokowi seharusnya menempatkan semua para "pahlawan" atas kemenangan dia di jajaran pemerintahan di bagian manapun, tapi sayangnya Jokowi tidak mengabulkan hal tersebut. Sehingga harus ada sebuah skenario atas perlawanan keputusan yang mengecewakan para "pahlawan" dan para "senior" mereka.  Hingga akhir hayat di posisi puncak JOKOWI pasti akan di ganggu oleh mereka.  Opsi damai adalah JOKOWI memberikan POSISI atau MEREKA mengikhlaskan jasa mereka kepada JOKOWI, 2 opsi yang punya kekuatan dan kelemahan masing-masing.

Jokowi harus menentukan hal ini pada saat yang tepat. Itulah kunci dimana POLITIK MAKAN SIANG ala Jokowi harus di gunakan di tubuh partai dia sendiri yaitu PDIP, sudah pasti PDIP tahu strategi JOKOWI karena hal ini itu bukan hal baru bagi mereka sehingga hal ini menjadi imun bagi PDIP. Seandainya POLITIK MAKAN SIANG di jalankan maka tidak elok di publikasikan ke media.  tapi JOKOWI HARUS MENDAMAIKAN TUBUH PDIP DENGAN CARA APAPUN.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun