Kekuasaan itu seperti zat adiktif, membuat seorang melayang-layang, semakin lama akan membuat terlena hingga akhirnya lupa. Analogi ini barangkali merupakan sisi lain kekuasaan. Tak salah, tetapi bukan berarti benar keseluruhan.Â
Perhatikan saja bagaimana seorang penguasa terbuai dengan kenikmatan kuasanya, seperti bocah yang sedang bermain di taman yang penuh dengan beragam hiburan, gembiranya bukan main.Â
Tidak boleh ada yang mengusik, tak peduli teman sepermainan, saling serobot mainan bahkan pukul-pukulan. Penuh kegembiraan, sampai lupa kalau taman hiburan itu bukan miliknya, mainan bukan punyanya.Â
Tapi masabodo, selagi taman mainannya masih ramai maka sang anak akan terus bermain dan bergembira. Di kepala hanya ada bermain, mainan dan kesenangan. Ketika sang anak bosan dia akan pulang dan besoknya dia akan minta bermain lagi karena sudah ketagihan.Â
Orang yang terbuai dengan kekuasaan akan seperti demikian. Gila hormat, hobi mengumpulkan harta, hidup bermewah-mewah, sampai dia lupa bahwa semuanya titipan dan bukan miliknya.Â
Di dalam kepalanya hanya ada kesenangan, kenikmatan yang harus direngguh bahkan direbut paksa. Sepanjang sejarah peradaban manusia banyak contoh kasus seperti itu, merebut dan mempertahankan kekuasaan dengan intrik, manipulasi, penindasan dan pengisapan.
Tidak perlu jauh kebelakang melihatnya. Di jaman kekinian yang ditandai dengan perkembangan teknologi, era keterbukaan informasi, Â jamannya trias politika dan perlindungan hak kemanusian, masih banyak ditemui penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, politik uang hingga perampasan hak manusia.Â
Itulah sifat kekuasaan. Dia bagaikan magnet yang kuat dan siap menarik penguasa dalam kenikmatan, membuatnya terbuai, terlena hingga akhirnya lupa. Kendati begitu, tak perlu salah paham dengan kekuasaan. Tak perlu juga menjeneralisir praktik kekuasaan identik dengan dosa, kotor, buas, kejam dan menjijikkan.Â
Masih banyak figur penguasa dan pemimpin yang patut menjadi contoh. Memiliki pribadi yang sederhana, adil, amanah, tegas bahkan mampu mensejahterakan rakyatnya.Â
Sebuah hikayah menceritakan bagaimana Daud yang memiliki kekuasaan penuh atas bani israel mencontohkan perilaku seorang pemimpin yang peduli dan berempati terhadap rakyatnya.Â
Nabi Daud yang juga seorang raja dikisahkan tak mau memakan uang dari baitul mal yang berasal dari pajak rakyatnya. Dia lebih milih bekerja sebagai tukang besi, di tengah kesibukannya sebagai raja, membuat pedang dan perisai perang untuk dapat menafkahi dirinya.Â