Polemik RUU HIP yang menghangatkan kondisi politik nasional belakangan ini tak lepas dari "kesan" dadakan. Dadakan atau mendadak yang dimaksud bukan hanya soal materi RUU, seperti naskah akademik, konsideran atau bab dan pasalnya, tetapi juga soal waktu dan kondisi munculnya RUU.Â
Pertimbangan waktu, terkait dengan masih terpolarisasinya masyarakat pasca pemilihan umum lalu, islam politik tengah dalam posisi solid setelah ditempa dengan berbagai rangkaian peristiwa.Â
Lalu ada pertimbangan kondisi yaitu pandemi virus korona yang melanda tanah air. Bisa dikatakan bahwa saat-saat ini kurang pas membahas soal berat seperti RUU HIP.
Sehingga, wajar jika RUU yang meskipun diusulkan oleh DPR RI menuai reaksi keras banyak elemen masyarakat. Untungnya, RUU bukan diusulkan pemerintah. Tak terbayang kalau yang mengusulkan pemerintah dalam hal ini Presiden.Â
RUU HIP yang diakui sudah melewati tahapan legal di DPR ternyata masih banyak menemui kendala, multitafsir di khalayak umum. Seperti tidak tercantumnya TAP MPRS soal larangan PKI dan materi pasal 7 yang belakangan sangat disorot.Â
Dari sejumlah inventarisir masalah itu, masyarakat tentu akan berpikir bahwa RUU ini punya maksud tertentu untuk meloloskan paham tertentu tak terkecuali soal ideologi komunisme. "Untung terpublikasi, kalau tidak? Lolos itu barang," kira-kira begitu kata mereka yang kontra RUU.
Alhasil, meski telah diklarifikasi, dicabut pasalnya bahkan berubah nama menjadi PIP, Â RUU yang kadung bermasalah masih ditentang dan ditolak. Ibarat produk rejeck yang berganti nama, tentu saja perlu waktu untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadapnya.Â
Kemunculan RUU HIP- RUU PIP tentu saja tidak sekonyong-konyong hadir di kepala bapak/ibu dewan di parlemen. Menurut hemat saya, lemahnya infiltrasi pemahaman pancasila di masyarakat pasca reformasi, ditambah rong-rongan sejumlah ideologi asing terhadap pancasila menjadi alasan kenapa RUU ini muncul di Prolegnas 2020.
Pertanyaannya, sudah segenting dan semendesak apakah sehingga RUU ini harus segera diundangkan? Apakah tidak bisa dicancel atau dicabut sembari menyempurnakan Draff RUU nya dulu. Atau dialihfokuskan ke penanganan pandemi.Â
Langkah pemerintah menunda pembahasan RUU dirasa tepat untuk saat ini. Dan alangkah baik jika langkah itu diikuti legislatif. Jangan sampai muncul ungkapan, pemerintah fokus pandemi, bersatu lawan pandemi, legislatifnya memecahbelah. Â