Mohon tunggu...
Muhammad Fadhil Saputra
Muhammad Fadhil Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Seorang mahasiswa S-1 Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga. Penyuka isu sosial, kesetraan gender, serta seluruh hal berkaitan seni pertunjukan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Setara: Lemahnya Kesetraan Gender Dikalangan Masyarakat! Tingkatkan Kesetaraan! Kita semua setara!

4 Desember 2024   18:06 Diperbarui: 4 Desember 2024   18:09 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesetaraan Gender (sumber: pelajaran. co. id)

Gender adalah sebuah konstruksi sosial dalam suatu Negara yang dipengaruhi oleh kondisi sosial, politik, ekonomi, agama maupun lingkungan etnis. Gender bukanlah jenis kelamin, namun gender daoat terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Gender disini tidak selalu diartikan perempuan saja namun gender bisa diartikan sebagai Perempuan maupun laki-laki. 

Kesetaraan gender adalah sebuah istilah dalam kondisi tertentu dapat diartikan sebagai adanya unsur ketidakadilan terhadap Perempuan. Isitilah ini sering sekali diucapkan oleh para aktivis sosial, kaum feminis, mahasiswa/I dan sebagainya. Tetapi, kesetaraan gender ini juga dapat diartikan sebagai sebuah istilah dimana kesamarataan kedudukan atau posisi sesorang laki-laki dan perempuan.

Indonesia adalah salah satu negara yang di mana masyarakatnya masih tabu dan lemah akan pemahaman kesetraan gender ini. Masayarakat masih mengagung-agungkan bahwa "Laki-laki tugasnya bekerja dan mencari nafkah, sedangkan perempuan tugasnya hanya melayani laki-laki (suami) dan bekerja didapur", "Perempuan jangan berpendidikan tinggi karena ujung-ujungnya akan bekerja di dapur juga!" ataupun "Laki-laki itu harus kuat! Laki-laki itu harus bisa olahraga!  Ga boleh yang Namanya ikut tari, masak dan sebagainya!" itu semua adalah contoh lemahnya kesetaraan gender dikalangan masyarakat di Indonesia.

Hal ini bisa terjadi diakibatkan oleh beberapa faktor. Dimana faktor-faktor tersebut terkadang tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun karena telah menjadi culture di kalangan masyarakat Indonesia. Contohnya adalah faktor leluhur nenek moyang. Pada faktor ini melihat bagaimana zaman dahulu bahwa nenek moyang kita selalu mengajarkan bahwa "laki-laki akan bekerja untuk menopang keluarga dan perempuan kerjaanya hanya didapur" atau "laki-laki tidak boleh melakukan apa yang perempuan lakukan seperti menari, masak dan lain-lain" dari hal itulah yang sampai saat ini digunakan oleh masayarakat Indonesia. Dan faktor ini menurut saya adalah faktor yang akan sulit dilawan. Mengapa? Karena kalau kata orang terdahulu sudah "saklek".

Selain daripada itu, ada faktor lain yaitu faktor lingkungan. Faktor lingkungan juga menjadi salah satu faktor penghambat dalam menegakan kesetraan gender. Mengapa demikian? Karena ketika kita tinggal disalah satu lingkungan yang toxic / tidak sehat yang isinya hanya masayarakat yang selalu mengkotak-kotakan seseorang "Perempuan harus bisa segalanya, karena nanti bakal ngajarin anaknya", "laki-laki harus kuat gaboleh kayak perempuan yang letoy", "laki-laki harus bisa main sepak bola", "Perempuan ga usah berpendidikan tinggi" dan segala pembicaraan yang selalu di utarakan oleh lingkungan yang toxic. Memang terkadang masyarakat tidak sadar bahwa itu adalah salah satu penghambat dari tegaknya sebuah kesetaraan.

Kesetaraan gender bukan hanya berarti untuk menyetarakan, tetapi, hal ini juga bisa berkaitan dengan proses berkembangnya seseorang. Seperti hal nya di atas, ketika seseorang dikotak-kotakan seperti di atas maka seseorang akan selalu takut untuk berkembang. Karena terkadang ketika seseorang melakukan hal yang dirasa itu tidak sesuai dengan keiinginan masyarakat dan selalu terlihat "Berbeda" di masyarakat akan takut untuk memulai hal tersebut. 

Gambar Seseorang Terkena Toxic Masculinity (sumber: hallosehat.com/https://cdn.hellosehat.com/wp-content/uploads/2022/10/ef70ff53-shutterstock_1107968
Gambar Seseorang Terkena Toxic Masculinity (sumber: hallosehat.com/https://cdn.hellosehat.com/wp-content/uploads/2022/10/ef70ff53-shutterstock_1107968

Saya sendiri, sebagai penulis, mengalami hal tersebut. Saya selalu bertarung dengan omongan-omongan itu. Bagi saya baik laki-laki maupun perempuan berhak untuk mendapatkan haknya mereka masing-masing, perempuan dan laki-laki kita sama-sama bisa mendapatkan Pendidikan tinggi, perempuan boleh main sepak bola, laki-laki boleh melakukan kegiatan kesenian yang sering dilakukan oleh perempuan. Karena memang kita hakikatnya adalah SETARA.

Semua hal yang terdapat dikehidupan kita masing-masing dapat kita atur sesuai dengan keiinginan kita, kita tidak perlu memikirkan apa omongan negatif perihal kita, kita lakukan, ekspresikan, kita sama-sama bergerak, dan kita SETARA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun