Mohon tunggu...
Fadhil Putra F.
Fadhil Putra F. Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa - Ekonomi Syariah

Seorang mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di Prodi Ekonomi Syariah di Institut Agama Islam Negeri Parepare.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kekerasan Psikis: Menimbulkan Luka yang Tak Terlihat, Namun Menghancurkan

30 Desember 2024   14:40 Diperbarui: 30 Desember 2024   14:29 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: Hukumonline)

Di balik senyuman yang tampak bahagia, banyak orang menyimpan luka yang tak terlihat. Kekerasan psikis, meskipun tidak meninggalkan bekas fisik, dapat menghancurkan mental dan emosional seseorang. Dalam dunia yang semakin sadar akan pentingnya kesehatan mental, kita perlu membuka mata dan hati terhadap bentuk kekerasan ini yang sering kali terabaikan.

Kekerasan psikis adalah masalah serius yang harus diakui dan ditangani dengan serius, karena dampaknya yang mendalam dan berkepanjangan pada korban. Kita perlu meningkatkan kesadaran dan menciptakan lingkungan yang mendukung bagi mereka yang mengalami kekerasan ini. 

Kekerasan psikis dapat muncul dalam berbagai bentuk, seperti penghinaan, manipulasi emosional, dan intimidasi. Dalam hubungan pribadi, misalnya, pelaku sering kali menggunakan kata-kata menyakitkan untuk merendahkan harga diri korban. "Kamu tidak akan pernah bisa melakukan itu," atau "Siapa yang mau bersamamu?" adalah contoh kalimat yang bisa menghancurkan kepercayaan diri seseorang. Dalam konteks pekerjaan, intimidasi dan pengabaian dari atasan atau rekan kerja dapat menciptakan lingkungan yang toksik, di mana karyawan merasa tertekan dan tidak berdaya. Kekerasan psikis bisa terjadi di berbagai jenis pekerjaan, termasuk di lingkungan kantor, sekolah, dan bahkan di rumah. Setiap tempat di mana ada interaksi manusia memiliki potensi untuk terjadinya kekerasan psikis.

Salah satu contoh kasus di dunia nyata adalah kasus seorang karyawan di sebuah perusahaan besar yang mengalami bullying dari rekan-rekannya. Mereka sering mengejek penampilannya dan merendahkan kontribusinya dalam proyek. Hal ini membuatnya merasa tertekan dan tidak berharga, sehingga ia mulai mengalami kecemasan yang parah dan kesulitan untuk berfungsi di tempat kerja. Tindakan tersebut dapat membuat korban merasa terasing, rendah diri, dan tidak berdaya, yang pada akhirnya dapat menyebabkan masalah kesehatan mental yang serius.

Salah satu tantangan terbesar dalam mengatasi kekerasan psikis adalah stigma yang melekat pada kesehatan mental. Banyak korban merasa malu untuk berbicara atau mencari bantuan, karena takut dianggap lemah atau tidak mampu. Padahal, mengakui bahwa kita membutuhkan bantuan adalah tanda kekuatan, bukan kelemahan. Kita perlu menciptakan budaya di mana berbicara tentang kesehatan mental dianggap normal dan didukung. Untuk mencegah kekerasan psikis, kita perlu membangun kesadaran tentang pentingnya komunikasi yang sehat dan saling menghormati. Selain itu, penting untuk mengenali tanda-tanda awal kekerasan psikis dan mencari bantuan jika kita merasa terancam.

Pendidikan tentang kekerasan psikis harus dimulai sejak dini. Sekolah-sekolah perlu mengintegrasikan pelajaran tentang kesehatan mental dan hubungan yang sehat dalam kurikulum mereka. Dengan cara ini, generasi mendatang dapat belajar mengenali tanda-tanda kekerasan psikis dan tahu bagaimana cara menghadapinya. Selain itu, dukungan dari keluarga dan teman sangat penting. Ketika seseorang merasa didengar dan dihargai, proses pemulihan menjadi lebih mudah. Di Indonesia, ada beberapa undang-undang yang mengatur tentang perlindungan terhadap kekerasan, termasuk kekerasan psikis. Misalnya, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Undang-undang ini mencakup berbagai bentuk kekerasan, termasuk kekerasan psikis, dan memberikan perlindungan bagi korban.

Kekerasan psikis adalah luka yang tak terlihat, namun dampaknya bisa menghancurkan. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan kesadaran tentang masalah ini dan menciptakan lingkungan yang mendukung bagi korban. Dengan berbicara, mendengarkan, dan mendukung satu sama lain, kita dapat membantu mengurangi stigma dan mendorong lebih banyak orang untuk mencari bantuan. Mari kita bersama-sama membangun masyarakat yang lebih peduli dan memahami pentingnya kesehatan mental. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun