Indonesia merupakan salah satu negara megabiodiversitas yang menyimpan berbagai spesies tanaman dan hewan endemik dimana spesies tersebut hanya dapat ditemukan di wilayah tertentu (Wahyudi dkk., 2020). Keanekaragaman ini tersebar di berbagai wilayah Indonesia, dan Papua menjadi salah satu pusat biodiversitas utama. Wilayah ini menyimpan banyak spesies endemik yang unik, salah satunya adalah pohon matoa (Pometia pinnata), pohon ini dikenal karena buahnya yang manis dan bergizi tinggi, serta nilai ekologisnya yang penting di hutan Papua.
Papua memiliki ekosistem tropis yang kompleks, dengan variasi iklim yang signifikan antara dataran rendah yang panas dan lembap serta pegunungan tinggi yang lebih sejuk (Wardle, 2018). Faktor iklim termasuk curah hujan, suhu, dan kelembaban, sangat berperan dalam memengaruhi ekosistem, dan tanaman di Papua telah mengembangkan adaptasi khusus untuk bertahan hidup dalam lingkungan tersebut. Pohon matoa adalah salah satu contoh tanaman endemik Papua yang telah beradaptasi dengan lingkungan tropis, dengan sistem akar yang dalam untuk mendapatkan air dan daun tebal yang membantu mengurangi penguapan (Kartika & Pratama, 2021).
Namun, perubahan iklim yang terjadi secara global saat ini menimbulkan permasalahan baru bagi tanaman endemik seperti matoa. Pemanasan global menyebabkan peningkatan suhu rata-rata dan perubahan pola curah hujan, yang dapat mengancam kelangsungan hidup spesies yang hanya dapat bertahan di lingkungan spesifik (Foster & Lange, 2019). Ketidakmampuan tanaman endemik untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan lingkungan ini membuat mereka sangat rentan terhadap risiko kepunahan.
Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi bagaimana unsur-unsur iklim seperti curah hujan, suhu, dan kelembaban memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pohon matoa. Selain itu, kita juga akan membahas bentuk-bentuk adaptasi yang dilakukan oleh pohon ini dalam menghadapi tantangan iklim setempat, serta potensi ancaman perubahan iklim terhadap habitatnya di Papua. Dengan memahami mekanisme adaptasi tanaman endemik, kita dapat menilai strategi konservasi yang tepat untuk melindungi keanekaragaman hayati Papua di tengah ancaman perubahan iklim (Hasegawa & Manabe, 2020).
Karakteristik Iklim di Papua
Papua memiliki iklim tropis yang lembap, yang disebabkan oleh posisinya yang dekat dengan garis khatulistiwa. Secara umum, wilayah Papua menerima curah hujan yang tinggi sepanjang tahun dengan rata-rata curah hujan berkisar antara 2000 hingga 5000 mm per tahun, tergantung pada wilayahnya. Wilayah dataran rendah, seperti daerah pesisir, cenderung lebih panas dan lembap, sedangkan wilayah pegunungan yang lebih tinggi seperti Pegunungan Jayawijaya memiliki iklim yang lebih sejuk dan sering kali lebih kering (UNEP, 2022).
Suhu di dataran rendah Papua berkisar antara 26-30C sepanjang tahun, sementara di wilayah pegunungan bisa lebih rendah, terutama pada malam hari. Faktor kelembaban udara yang tinggi, umumnya lebih dari 80%, membuat tanah tetap lembap, yang merupakan kondisi yang ideal bagi berbagai jenis tanaman tropis. Kelembaban tinggi ini juga mendukung kehidupan berbagai jenis tumbuhan endemik seperti pohon matoa, yang bergantung pada kelembaban tanah dan udara untuk proses metabolisme serta penyerapan nutrisi (Wardle, 2018).
Papua juga mengalami pola musim yang khas, yaitu musim hujan dan musim kemarau, meskipun musim kemarau di wilayah ini sering kali tetap disertai dengan hujan dalam jumlah yang lebih sedikit. Pola cuaca ini menciptakan lingkungan yang kaya akan kelembaban, mendukung ekosistem hutan tropis yang luas. Namun, perubahan iklim global telah menyebabkan ketidakpastian dalam pola hujan, yang dapat mengancam keanekaragaman hayati wilayah ini (Conservation International, 2021). Jika suhu terus meningkat dan pola hujan berubah secara signifikan, hal ini dapat menyebabkan stres bagi spesies endemik yang terbiasa dengan kondisi stabil.
Pengaruh Unsur Iklim terhadap Pertumbuhan Pohon Matoa
Pertumbuhan dan perkembangan pohon matoa sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim di habitat aslinya. Pohon ini membutuhkan lingkungan dengan curah hujan yang stabil dan kelembaban tinggi untuk dapat tumbuh dengan baik. Curah hujan yang konsisten di Papua membantu menjaga kelembaban tanah, yang sangat penting untuk memastikan nutrisi dapat diserap dengan optimal oleh akar pohon matoa. Air yang cukup di dalam tanah juga diperlukan untuk menjaga proses fotosintesis yang stabil (Wahyudi et dkk., 2020).
Suhu yang stabil di dataran rendah Papua membantu pohon matoa menjalankan proses metabolisme secara optimal. Akan tetapi, suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pohon matoa mengalami stres panas, yang mengganggu proses fotosintesis dan penyerapan air. Stres panas dapat menurunkan produktivitas tanaman, yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas dan kuantitas buah yang dihasilkan (Foster & Lange, 2019).