Di dalam Al-Qur’an terdapat banyak kajian yang membahas tentang jiwa manusia. Ada sekitar 279 kali di dalam Al-Qur’an disebutkan kata jiwa (nafs). Jiwa menurut Al-Qur’an dibagi menjadi tiga jenis. Pertama, jiwa al-ammarah yang cenderung mengikuti kebutuhan perut dan di bawah perut tanpa kendali. Kedua, jiwa al-mutma’innah yang cenderung mengikuti kebutuhan rohani. Ketiga, jiwa al-lawwamah yang galau di antara daya tarik hawa nafsu dan daya tarik rohani.
Berikut ini akan dijelaskan mengenai ketiga jiwa tersebut,
1. Jiwa al-Ammarah
Jiwa al-ammarah adalah jiwa yang selalu mendorong diri untuk melakukan keburukan. Jiwa ini akan menimbulkan sifat hedonisme dengan dua perspektif. Perspektif yang pertama yaitu hedonisme yang melahirkan etika bahwa perbuatan yang baik adalah perbuatan yang mendatangkan kelezatan, kepuasan, dan kenikmatan seksual. Sedangkan, perspektif hedonisme yang kedua yaitu keinginan, dorongan, atau hasrat untuk melakukan sesuatu yang dapat memenuhi kenikmatan seksual. Jiwa al-ammarah melahirkan rasa tentang baik dan buruk, salah dan benar, serta perlu dan tidak perlu berdasarkan hawa nafsu saja.
Manusia yang berjiwa al-ammarah adalah menusia yang selalu melupakan Allah, dan ia pun akan dilupakan oleh Allah. Jiwa yang seperti ini akan mengalami dehumanisasi atau akan tercabut dari akar kemanusiaan. Mereka akan menjadi pribadi yang rapuh karena akan mudah terombang-ambing oleh arus budaya dan pemikiran.
2. Jiwa al-Mutma'innah
Jiwa mutma’innah adalah jiwa yang berhasil menghadapi dorongan dari dalam dirinya untuk berbuat kejahatan hingga jiwanya mantap dalam merasakan keimanan, ilmu pengetahuan, amal, dan menemukan makna kehidupan yang sebenarnya. Penjelasan mengenai jiwa mutma’innah terdapat pada Q.S. Al-Fajr ayat 27-30. Di dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa jiwa mutma’innah berarti jiwa yang tenang.Â
Allah mempersilahkan orang yang memiliki jiwa mutma’innah untuk masuk ke dalam surga dan bergabung dengan hamba-hamba Allah yang terlebih dahulu wafat. Mereka adalah para nabi, rasul, dan para syuhada. Selain itu, mereka juga akan bergabung dengan hamba-hamba Allah yang saleh, termasuk leluhur mereka yang sama-sama beriman kepada Allah SWT. Orang yang berjiwa mutma’innah akan mendapatkan kehormatan masuk surga dengan kebahagiaan yang begitu besar pula.
3. Jiwa al-Lawwamah
jiwa al-lawwamah adalah jiwa yang menyadari bahwa perbuatannya salah, kemudian menyesali dan mengancam dirinya sendiri. Tetapi, kesadaran itu bersifat kondisional, tergantung pada keadaan dan stimulus yang sedang diterima oleh dirinya. Jiwa lawwamah ini menggambarkan seseorang yang sadar akan kesalahan yang dilakukan oleh dirinya, namun kesadaran tersebut tidak dapat mengubah kebiasaan dirinya dalam berbuat salah. Kondisi jiwa seperti ini sering kita temui pada zaman sekarang. Seseorang yang memiliki jiwa al-Lawwamah ini perlu diberikan siraman rohani terus menerus agar mereka semakin sadar dan berkeinginan untuk melakukan taubat.Â
Orang yang memiliki jiwa lawwamah ketika mendengarkan ceramah agama mungkin akan tersentuh hatinya sehingga akan muncul niat untuk bertaubat untuk merubah gaya hidupnya. Namun, sikap ini kembali berubah kita orang tersebut telah kembali ke lingkungannya yang tidak baik.Â