Mohon tunggu...
Fadhil Azhar Permana
Fadhil Azhar Permana Mohon Tunggu... Guru - Pelajar

Hidup Perjuanagn

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Libur Sekolah Diperpanjang, Bukanlah Pilihan yang Solutif

25 Maret 2020   19:06 Diperbarui: 25 Maret 2020   19:22 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lagi-lagi masyarakat ditakuti dengan virus yang sedang mewabah kali ini, COVID--19. Bahwasannya virus itu adalah virus yang mematikan dan salah satu upaya untuk mencegahnya adalah dengan sosial distancing. Apa itu sosial distancing?

Adalah istilah yang kerap kali digunakan dalam psikologi sosial, yang dimaksudkan untuk tindakan pengendalian infeksi nonfarmasi melalui menghentikan atau memperlambat kegiatan sosial.

Kalau yang hari ini sedang trending dimasyarakat, yaitu gerakan #DirumahAja. Itu adalah kampanye yang digagas oleh Mbak Najwa Shihab. Dan sebetulnya kampanye itu relevan dengan apa yang telah pemerintah koarkan.

Akan tetapi kampanye itu tidak menimbulkan efektifitas atau pengaruh terhadap kalangan masyarakat. Dan kampanye itu bukanlah sebuah solusi, melainkan instrumen pendukung dari solusi. Karena pada realitas masyarakat masih melakukan kegiatan di luar rumah.

Menarik sekali ketika berbicara perihal kebijakan pemerintah yang libur sekolah diperpanjang hingga 29 Mei 20020. Dan media pembelajaran yang semula dilakukan secara tatap muka, kini diganti dengan pembelajaran secara virtual, dengan menggunakan; E-Learning, Google Classroom ataupun Ruang Guru. Artinya apa?

Dalam hal ini kalangan elit pemerintah menyerukan kepada lapisan masyarakat untuk tidak keluar rumah dan tidak mengikuti kegiatan yang sifatnya bersekutu ataupun bahkan mengunjungi area publik dan transportasi massal.

Apa dampak dari libur sekolah diperpanjang? Dampak yang paling signifikan adalah akan terjadinya antar kepalsuan, antara siswa yang belajar secara tatap muka dengan gurunya dan siswa yang belajar secara virtual melalui website atau aplikasi.

Kalau yang diputuskan oleh pemerintah itu home learning dengan pengawasan guru dan pendampingan orang tua. Pertanyaannya adalah bagaimana dengan siswa yang orang tuanya itu guru dan siswa itu belajar bukan ditempat yang orang tuanya itu mengajar?

Sederhananya adalah tidak semua siswa memiliki media yang canggih. Ada siswa yang handphonenya, katakanlah kurang mumpuni atau kurang mendukung untuk pembelajaran secara online. Ditambah tiap guru atau tiap dosen, cara pembelajarannya beda website atau aplikasi, dan itu cukup menguras memori bagi handphone yang kurang mendukung.

Tidak semua orang tua perekonomiannya stabil ataupun bahkan tidak sedikit dari kalangan siswa yang tidak mempunyai handphone. Apalagi anak SD, kalau sejak dari dini anak kecil sudah diberi handphone, maka secara psikologi anak akan ketergantungan hingga pada akhirnya anak tersebut menjadi introvert ketika tumbuh dewasa, artinya cacat secara sosial.

Kalau disekolah swasta, libur sekolah diperpanjang, akan tetapi iuran SPP itu tetap berjalan seperti sedia kala. Pertanyaannya adalah, di alokasi kemana kan iuran SPP itu? Padahal para siswa libur panjang iya, belajar secara tidak tatap muka iya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun