Sekarang dunia usaha semakin berkembang,tuntutan kebutuhan akan lulusan universitas yang kompeten semakin tinggi. Praktisi ketenagakerjaan Mutiara Pertiwi mengatakan, dari segi urgensi, kebutuhan lulusan ada dua hal yang dilihat, yaitu supply dan demand. Namun, dengan perkembangan industri dan teknologi saat ini, jumlah bukan lagi apa yang dicari, melainkan kualitas apa yang dibutuhkan dalam sebuah industri.
Sebuah survei yang dilakukan oleh Korn Ferry pada tahun 2016 yang membandingkan demand dan supply terhadap apa yang dibutuhkan industri dan apa yang tersedia di angkatan kerja, menemukan bahwa di tahun 2020 akan terjadi defisit 1,3 juta sumber daya manusia (SDM).Â
"Bahkan diproyeksikan sekitar tahun 2030, defisitnya naik menjadi 3,8 juta. Angka itu merepresentasikan 29% dari total angkatan kerja lulusan perguruan tinggi," ujar Mutia di konferensi pers Fair & Lovely Bintang Beasiswa di The Maja, Jakarta, Kamis, 14 Februari 2019.
Mutia melanjutkan, survei tersebut bukan menunjukkan bahwa Indonesia akan kekurangan tenaga kerja, karena potensi dan kesempatannya masih besar. Hanya saja, yang membuat pekerjaan ini nampak seperti sulit didapat adalah kesiapan kompetensi yang belum sesuai dengan apa yang diharapkan industri. Ini artinya, SDM Indonesia belum dipersiapkan ke level yang diharapkan. Meski setiap tahun perguruan tinggi mencetak lulusan baru, hanya saja konten dari para lulusan itu yang masih dipertanyakan.Â
"Kualitasnya bagaimana, apakah bisa berpikir kritis, kreatif, dan peka terhadap lingkungan sekitar," imbuh Mutia. Untuk mengantisipasi defisit ini adalah dengan pemberdayaan, salah satunya dengan pendidikan. Tentunya juga dibarengi dengan pendampingan, bukan sekedar berkuliah tapi tidak disiapkan cara berpikirnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H