Mohon tunggu...
Mahasin
Mahasin Mohon Tunggu... Lainnya - Penganggur

Nulis Sak Karepe Dewe

Selanjutnya

Tutup

Seni

Menerima Jasa Memuji dan Penjilat: Lebih Efisien Daripada Pencitraan

19 Oktober 2024   18:52 Diperbarui: 19 Oktober 2024   19:21 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seni. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pujian itu seperti gula. Manis, tapi kalau kebanyakan, bisa bikin sakit. Banyak orang yang terjebak dalam keinginan untuk dipuji, sampai-sampai mereka rela melakukan apapun. Jadi guru besar, pemimpin, ketua organisasi, atau bahkan mengkritik prinsip orang lain hanya demi dianggap paling hebat. Semuanya dilakukan hanya untuk mendapatkan pengakuan dan pujian dari orang lain. Tapi, kalau hanya sekedar ingin dipuji, kenapa harus bersusah payah?

Bayangkan, daripada capek-capek mengejar pujian lewat pencitraan setiap hari, lebih baik **sewa jasa pemuji**. Bayar seseorang 1 juta per bulan, dan biarkan dia memuji Anda setiap hari. Simple, efektif, dan saling menguntungkan. Orang tersebut senang karena dibayar, Anda senang karena selalu mendapat pujian. Tidak perlu lagi melakukan pencitraan yang melelahkan atau menekan orang lain untuk mengakui kehebatan Anda. Jika anda butuh Jasa tersebut, Hubungi aku. 

Masalahnya, orang yang **gila pujian** seringkali kehilangan logika dan batinnya. Mereka seperti tanah yang gersang, selalu haus akan pujian tetapi tidak pernah merasa puas. Capek secara fisik, karena harus terus berlari mengejar citra sempurna di mata orang lain, namun dalamnya kosong. Setiap hari, mereka wira-wiri berusaha tampil sempurna, tapi tidak pernah benar-benar merasa cukup. Dan yang paling parah, **pencitraan** ini hanya ilusi. Sesaat mendapat pujian, tapi esoknya haus lagi.

Daripada hidup seperti ini, kenapa tidak lebih jujur pada diri sendiri? Jika memang hanya ingin dipuji, buatlah hidup Anda lebih efisien. Lebih baik menggaji seseorang untuk memuji setiap hari daripada mengorbankan prinsip, logika, dan kebahagiaan batin demi pujian yang sementara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun