Liberalisme adalah ideologi yang menekankan pada kebebasan individu, pasar bebas, demokrasi, hak asasi manusia, juga minimnya peran pemetintah. Ideologi ini melihat manusia sebagai makhluk yang mampu bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Demikian pula dalam tatanan internasional, liberalisme menekankan bahwa perdamaian dunia dapat terwujud melalui kerja sama dan kolaborasi antar negara.
Era globalisasi membawa banyak perubahan dalam berbagai aspek kehidupan manusia, mulai dari ekonomi, politik, sosial budaya, hingga militer. Pada era ini, negara-negara di dunia dapat dengan mudah terhubung satu sama lain. Hal ini memudahkan terjalinnya kerja sama internasional, perdagangan bebas, dan hubungan diplomatik antar negara. Ini sejalan dengan prinsip liberalisme yang mengedepankan kerja sama dan kooperasi. Terbentuknya organisasi internasional seperti PBB, WTO, World Bank, European Union (EU) adalah perwujudan dari kerja sama yang diajukan liberalisme . Organisasi internasional mengikat negara-negara di era globalisasi ini. Kerja sama di bidang ekonomi hingga keamanan adalah tujuan utama adanya organisasi internasional. Melalui kerja sama ini, dapat meningkatkan interdependensi antar negara dan mencegah adanya konflik.
Meskipun dunia tampak damai-damai saja, pada kenyataannya konflik bersenjata masih terjadi di era globalisasi. Dalam beberapa dekade terkahir, tidak sedikit jumlah konflik berjsenjata yang terjadi di berbagai negara. Beberapa contohnya seperti konflik Rusia-Ukraina, Ketegangan Amerika Serikat dan Cina di Laut Cina Selatan, perang saudara di Suriah, dan konflik bersenjata di Yaman. Apakah terjadinya konflik-konflik tersebut merupakan kegagalan liberalisme dalam menghindari konflik dan menjaga perdamaian dunia? Mari kita bahas lebih mendalam
Ketimpangan ekonomi di berbagai negara menunjukkan bahwa globalisasi belum mampu menjangkau semua lapisan masyarakat. Ketidak merataan ekonomi ini terjadi di  antara negara maju dengan negara berkembang, maupun di dalam negara-negara itu sendiri. Hal ini dapat memperparah ketidak stabilan sosial dan memicu konflik bersenjata, terutama bila mayoritas masyarakat tidak merasakan keuntungan  apapun. Oleh karena itu, globalisasi ekonomi tidak selalu menghasilkan stabilitas yang diprediksi oleh liberalisme.
Tidak semua negara mengikuti prinsip-prinsip liberalisme karena alasan kepentingan nasional. Pemerintahan yang otoriter sering kali menggunakan tindakan semena-mena dan kekerasan untuk mempertahankan kekuasaannya. Di sisi lain, liberalisme kerap kali tidak berhasil dalam menyelesaikan konflik yang dipicu oleh sentimen identitas nasional, agama, atau etnis yang intens. Walaupun globalisasi diharapkan dapat menciptakan keterbukaan budaya, seringkali reaksi terhadap globalisasi malah meningkatkan nasionalisme dan radikalisasi, yang dapat berujung pada konflik.
Pembentukan organisasi internasional yang bertujuan untuk memelihara perdamaian dunia sering kali tidak berhasil dalam mengatasi konflik bersenjata. Sebagai contoh, PBB yang didirikan untuk menjaga kedamaian, tidak selalu dapat menyelesaikan konflik secara efektif karena hak veto yang dimiliki oleh negara-negara besar anggota tetapnya. Hal ini menandakan kelemahan dari liberalisme.
Ketidak mampuan menangani  kemunculan konflik asimetris dari aktor non-negara  seperti kelompok teroris dan milisi merupakan salah satu keterbatasan liberalisme. Walaupun Liberalisme menekankan pada hubungan antar negara dan  institusi global, namun seringkali ancaman keamanan modern berasal dari aktor yang tidak mengikuti hukum internasional atau norma diplomatik.
Konflik bersenjata di era globalisasi tidak menandakan kegagalan mutlak liberalisme, tetapi lebih kepada menunjukkan batasan-batasan dalam penerapan liberalisme di dunia yang masih dipenuhi dengan ketidak setaraan. meskipun di negara-negara maju, penerapan liberalisme berhasil mendorong perdamaian, teori ini masih harus menghadapi tantangan untuk menyebarkannya ke seluruh dunia, apalagi di era globalisasi saat ini dan kedepannya. Untuk mewujudkan perdamaian dunia yang diajukan oleh liberalisme, ideologi ini masih harus beradaptasi dengan dinamika dunia di era globalisasi dalam menghadapi berbagai tantangan yang muncul, khususnya konflik bersenjata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H