Ada juga Teodisi Soul-Making yang dikemukakan oleh John Hick. Menurutnya, kejahatan dan penderitaan diperlukan untuk pertumbuhan moral dan spiritual manusia. Kehidupan yang penuh tantangan memberikan kesempatan bagi manusia untuk berkembang, menjadi lebih baik, dan belajar kebaikan sejati.
  Meskipun demikian, teodisi ini tidak bisa menjawab mengapa penderitaan yang ekstrem, seperti yang dialami oleh korban bencana alam atau korban kekerasan, harus ada sebagai bagian dari proses pembelajaran. Apakah penderitaan yang begitu besar benar-benar diperlukan untuk perkembangan spiritual?
  Teodisi Greater Good adalah pandangan lain yang mengatakan bahwa kejahatan ada karena, dalam konteks yang lebih besar, ada kebaikan yang lebih besar yang tidak bisa kita lihat. Kejahatan adalah harga yang harus dibayar untuk mencapai sesuatu yang lebih baik di masa depan.
  Tetapi apakah benar kejahatan bisa dibenarkan dengan alasan seperti itu? Bagaimana kita menjelaskan penderitaan yang dialami oleh orang yang tak bersalah jika tidak ada "kebaikan yang lebih besar" yang dapat dibuktikan?
  Perspektif Filsafat tentang Kejahatan
  Filsuf-filsuf besar sepanjang sejarah telah memberikan berbagai pandangan tentang masalah kejahatan. Pemikiran mereka memberi kita cara yang lebih luas untuk melihat masalah ini.
  Augustinus, seorang filsuf Kristen awal, berpendapat bahwa kejahatan adalah kekurangan kebaikan, bukan sesuatu yang ada dengan sendirinya. Menurutnya, Tuhan menciptakan dunia yang baik, tetapi kejahatan muncul karena manusia dengan bebas memilih untuk menyimpang dari kehendak Tuhan.
  Kejahatan adalah ketidaksempurnaan yang muncul ketika ciptaan tidak lagi mengikuti kebaikan sejati. Meskipun ini memberikan penjelasan tentang keberadaan kejahatan, apakah penjelasan ini cukup untuk menjawab semua permasalahan moral yang kita hadapi?
  Leibniz, seorang filsuf Jerman, berargumen bahwa kita hidup dalam "dunia terbaik yang mungkin". Meskipun dunia ini tidak sempurna, kejahatan dan penderitaan adalah bagian dari dunia yang lebih besar yang lebih baik.
  Menurut Libniz, kejahatan adalah hasil dari dunia yang ditentukan untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, meskipun sulit untuk melihatnya dalam jangka pendek.
  David Hume, seorang filsuf Skotlandia, meragukan segala argumen yang berusaha menjelaskan kejahatan dalam konteks Tuhan yang Mahabaik dan Mahakuasa.
Baca juga: Mukjizat, Konspirasi, dan Kecenderungan Manusia terhadap Hal-Hal Luar Biasa: Sebuah Tinjauan Humean