Mohon tunggu...
Fadh Ahmad Arifan
Fadh Ahmad Arifan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Pernah bersekolah di MI Attaraqqie. Penggemar mie ayam dan Jemblem

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Lebih Parah dari Cak Imin

6 Mei 2018   13:30 Diperbarui: 6 Mei 2018   14:06 1649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prabowo sujud ke makam Bung Karno. Kompas.com

Pekan ini jagat dunia maya diramaikan dua isu penting. Kedua isu tersebut membanjiri beranda facebook saya. Pertama, pidato Pak jokowi tentang harga fantastis racun kalajengking, Kedua, Ketum Partai politik yang bersujud di depan makam Bung Karno. Terhadap isu pertama, semua mencerca dan mencemooh presiden. Semakin parah saja sindiran maupun kritik kepada beliau melalui meme, video parodi dan komik strip.

Salah satu komik strip yang beredar luas di instagram mengkritik bahwa Tenaga kerja asing digaji mahal, sementara rakyat disuruh cari racun kalajengking. Padahal ada pesan tersirat dari pidato beliau. Harga fantastis racun kalajengking tidak sepadan dengan waktu yang dibutuhkan untuk mengolah dan mengemas racun menjadi komoditi bernilai tinggi. Jadi, "waktu" jauh lebih berharga daripada "mengolah racun" kalajengking.

Jauh sebelum pidato tentang racun kalajengking, Presiden yang gemar menggelar kuis berhadiah ini pernah berpidato di Tanwir Muhammadiyah Ambon. Dalam acara yang disiarkan stasiun TVRI, presiden tidak mampu mengucap dengan benar lafadz "Laa hawla wala quwwata illa billah". Akibatnya, dicemooh habis-habisan bahkan rekaman pidato tersebut disandingkan dengan orasi ilmiah ibu Megawati saat meraih doktor Kehormatan di UNP. Dalam orasi tersebut, beliau tidak bisa mengucap dengan benar "Shallallahu'alaihi wasallam".

Beralih kepada isu yang melanda ketum Partai politik. Diberitakan kompas.com (4 Mei 2018), "Di depan pusara Bung Karno, Prabowo langsung duduk berjongkok. Kedua telapak tangannya disatukan dan diangkat di atas kepala sambil membungkukkan badan seperti menyembah. Prabowo lalu membungkukkan badannya sampai kepalanya menempel pada pusara Bung Karno. Dia lalu terlihat mencium pusara Bung Karno".

Apa yang dilakukan mantan menantu Pak Harto tersebut lebih parah dari Cak imin ketika berziarah ke makam Taufiq kiemas. Sambil menepuk nisan makam, beliau minta ijin menjadi Cawapres. "Pak Taufiq, saya izin jadi Cawapresnya Pak Jokowi," Ujar Cak imin seperti diberitakan kompas.com (25 Maret 2018).

Dalam ajaran Islam, tiap Mukmin dilarang keras berbuat "ghuluw" terhadap makam. Menghias makam, menciumi makam apalagi sampai bersujud, jelas haram hukumnya. Pasalnya perbuatan seperti ini termasuk Syirik!. "Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang lebih rendah derajatnya dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya." (QS. An Nisa': 116).

 Politikus mendadak religius dan tiba-tiba rajin ziarah ke makam tokoh ternama adalah fenomena tahunan. Umat Islam harus kritis dan adil dalam menilai akrobat politik seseorang. Jangan terhadap lawan politik terlebih ia tokoh yang bukan dipilih saat Pilkada dan Pilpres, kita berlomba-lomba mengejeknya habis-habisan. Sementara terhadap tokoh yang diidolakan menjadi bungkam.

 Bagaimana sikap kita jika dihadapkan dengan politikus yang jelas-jelas berbuat menyalahi aqidah Islam?. Masihkah mencoblos mereka ataukah golput saja?. Bila yang ditanya adalah pengikut Hizbut tahrir, pasti golput. Golput karena mereka menganggap sistem Demokrasi sebagai sistem kufur. Bukan cuma masalah kepribadian calon, melainkan sistem politiknya.

 Lain jika yang ditanya adalah pengikut Nahdlatul ulama, Muhammadiyah dan gerakan keagamaan lainnya. Asumsi saya, sebagian besar pengikut NU akan memilih calon pemimpin berdasar instruksi/dawuh kyai. Sisanya bisa saja golput karena malas ke TPS dan memilih pergi piknik. Sementara Persyarikatan Muhammadiyah, membebaskan pengikutnya untuk menentukan pilihan politiknya. Kalaupun ditemukan elit di level Pengurus wilayah (PW) dan pengurus daerah Muhammadiyah (PDM) yang meminta mencoblos calon tertentu, belum tentu akan dipatuhi pengikut Muhammadiyah yang mayoritas dari kalangan berpendidikan tinggi.

Terakhir sebelum mengakhiri tulisan singkat ini, saya ingat betul ucapan istri, "Lihat mana calon pemimpin yang memiliki banyak sisi positifnya, jangan karena seseorang berbuat kesalahan satu kali lalu sampean benci dan memutuskan golput". Barangkali di mata istri,golput itu adalah sikap putus asa. Secara pribadi, dalam menyongsong Pilpres 2019, saya akan mencoblos calon pemimpin yang paling sedikit mudharatnya dan memiliki banyak sisi positifnya. Wallahu'allam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun