Mohon tunggu...
Fadh Ahmad Arifan
Fadh Ahmad Arifan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Pernah bersekolah di MI Attaraqqie. Penggemar mie ayam dan Jemblem

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Yang Mempelopori Penambahan Lafadz SAW dan SWT

7 Januari 2018   19:04 Diperbarui: 8 Januari 2018   10:33 1121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://scarletpensieve.blogspot.co.id

Ketika menghadiri konferensi, acara kedinasan dan pengajian ada pembicara atau narasumber yang menyebut nama Nabi Muhammad saw, seringkali saya mendengar sebagian peserta yang hormat dan cinta Nabi Muhammad spontan mengucap "Shallahu'alahi...". Intinya bershalawat tiap nama ayahanda Siti Fatimah Az-Zahra itu disebut-sebut.

Tradisi bershalawat seperti ini merupakan wujud dari pengamalan dari surah al-Ahzab ayat 56:"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang beriman, bershalawatlah kamu untuknya dan bersalamlah yang sempurna". Menurut sabda Nabi orang yang malas mengucap shalawat tergolong orang bakhil. "Orang yang bakhil adalah orang yang apabila aku disebut, dia tidak membaca shalawat kepadaku." (HR. At-Tirmidzi).

Bacaan shalawat untuk Nabi muhammad ada di dua tempat : di dalam shalat dan di luar shalat. Shalawat yang ada di dalam shalat tidak ada satupun yang memakai lafadz "sayyidina". Adapun bacaan shalawat di luar shalat, tidak ada ketentuan dari Nabi Muhammad, tetapi sedikitnya kita mengucap :"Allahumma Shalli 'ala Muhammad" (A. Qadir hassan, Kata Berjawab: Solusi untuk Berbagai Permasalahan Syariah, hal 831-832). Setiap kali umat Islam membaca shalawat atas Nabi Muhammad, akan dibalas oleh Allah SWT 10 kali lipat shalawat dan dihapus 10 kesalahan serta diberikan 10 macam pahala (Lihat Muhammad Alfis Chaniago, Indeks Hadits dan Syarah jilid 2, CV Pustaka Qalbu, 2014)

Penghormatan kepada Nabi Muhammad juga merambah ke dunia literatur dalam hal ini kitab turats maupun penulisan buku-buku keislaman. Predikat atau lafadz Shallahu'alaihi wasallam (SAW) selalu ditambahkan dibelakang nama beliau. Pertanyaannya adalah Siapa yang pertama kali mempelopori penambahan lafadz tersebut?. Ulama tafsir Thahir ibn Asyur dan ulama Hadis al-Qadhi iyadh seperti dikutip oleh Prof Dr Quraish shihab menyatakan penulisan nama nabi Muhammad yang selalu diikuti lafadz Shallahu'alaihi wasallam (SAW) muncul sejak abad IV hijriyah. Kitab tafsir dan hadis sejak abad tersebut mulai menambahkan lafadz Shallahu'alaihi wasallam (SAW).

Rupanya yang mempelopori tradisi ini adalah ulama hadis. Bukan hanya nama Nabi Muhammad, An-Nawawi juga menganjurkan untuk menambahkan kata untuk lafadz Allah dengan "Azza wa Jalla", "Ta'ala" atau "Subhanahu wa Ta'ala" (SWT). Kalau seseorang menyalin dari suatu buku/kitab yang tidak mencantumkan lafadz tersbut, maka sebaiknya penyalin mencantumkan. "Seseorang hendaknya jangan bosan mengulanginya, siapa yang mengabaikan hal ini, maka dia telah luput meraih kebaikan yang banyak," Begitu tulis an-Nawawi dalam muaqddimah Shahih muslim (Tafsir al-Misbah Volume 11, hal 315-316)

Tradisi penambahan lafadz SAW untuk Nabi Muhammad dan lafadz SWT untuk Allah tidak akan diperbolehkan dalam pengkajian Islam di kampus Barat. Jangankan lafadz tersebut, saat mencantumkan kalimat "bismillahirrahmanirrahim" sebagai permulaan menulis artikel dalam jurnal juga dilarang. Pelarangan ini dimaksudkan untuk menegaskan adanya netralitas dalam jurnal tersebut, yang menempatkan Islam cuma sebagai disiplin akademis. Bukan sebagai suatu ajaran yang diimani (Djoko susilo, Kontroversi Pusat pengkajian Islam di Barat, Suara Muhammadiyah 15-31 Maret 1997,. Hal 43).


Sebelum mengakhiri ulasan tentang ulama yang menjadi pelopor penambahan lafadz SAW dan SWT, perlu kiranya seorang Muslim tak usah berlagak netral atas nama “ilmiah”, dianggap obyektif dan digelari “intelektual” dalam Studi Islam. Sikap seorang Muslim harus tegas, tak boleh bersikap mengambang apalagi melempem saat mensyiarkan keluhuran agama Islam dimana pun ia berada. Wallahu'allam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun