Analisis Kasus Mafia Tanah Ditinjau Dari Hukum Normatif, Empiris, dan Positivisme
Fadelia Anggun Saputri ( 212111225/ HES 5F )
Kasus mafia tanah merupakan salah satu bentuk kejahatan yang kompleks yang mencakup berbagai elemen, seperti tindakan illegal dalam perolehan lahan, perubahan kepemilikan tanah yang tidak sah, konflik sosial, dan munculnya potensi keterlibatan korupsi dalam hukum dan pemerintahan. Umunya pelaku mafia tanah mempunyai jaringan yang kuat, yang dapat memungkinkan mereka untuk menghindari penegakkan hukum atau memanipulasi sistem hukum (Fathullah et al. 2023: 6). Kasus mafia tanah dapat berdampak pada ekonomi, sosial, dan politik di suatu negara. Dan analisis kasus mafia tanah ini merupakan upaya untuk memahami secara mendalam bagaimana dalam praktiknya beroperasi, dampaknya terhadap Masyarakat, dan implikasi hukum yang terkait.
Sebagai contoh kasus yang menimpa artis Nirina Zubir. Yang berawal dari Ibu kandung Nirina Zubir meminta bantuan dari Riri Khasmita (ART) untuk mengurus surat-surat sertifikat yang hilang. Namun ART tersebut justru menyalahgunakan dengan mengganti nama kepemilikan surat menjadi atas nama miliknya. Kasus mafia tanah mencakup adanya permainan yang dilakukan oleh para mafia tanah, dalam hal ini terdapat pemalsuan dokumen atau keterangan palsu data pemilik tanah serta tanda tangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk memperoleh legalitas dari data-data yang diperlukan. Atas perbuatannya para tersangka terjerat pasal 263, 264, 266, dan 372 KUHP, dan pasal 3, 4, dan 5 Undang-undang RI no 8. Namun pada kenyataannya vonis yang dijatuhkan pada para tersangka lebih ringan dari tuntutan jaksa. (Kompasiana.com)
Hukum Normatif
Untuk menangani kejahatan mafia tanah, pemerintahan Indonesia membentuk Satgas Mafia Tanah mulai dari tingkat pusat hingga tingakt daerah dan bekerja sama dengan Kementrian ATR/BPN yang terkait dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dasar pembentukan satgas Mafia Tanah adalah :
- Nota Kesepahaman Antara Kementerian ATR/BPN Dengan Polri tanggal 17 Maret 2017 No. 3/SKB/III/2017 dan B/26/III/2017 Tentang Kerma di Bidang Agraria/Pertanahan dan Tata Ruang;
- Pedoman Kerja Antara Kementerian ATR dgn Polri tanggal 12 Juni 2017 No. 26/SKB - 900/VI/2017 dan 49/VI/2017 Tentang Kerjasama di Bidang Agraria/Pertanahan Dan Tata Ruang;
- Keputusan Bersama Kabareskrim Dan Dirjen Penanganan Masalah Agraria Pemanfaatan Ruang Dan Tanah No.: B/01/V/2018/Bareskrim - 34/SKB - 800/V/2018 tanggal 8 Mei 2018 Tentang Satgas Pencegahan Dan Pemberantasan Mafia Tanah (Fathullah et al. 2023: 15).
Sedangkan dalam KUHP, mafia tanah termasuk dalam kategoti kejahatan. Adapun beberapa delik pidana sebagai acuan dalam kejahatan tanah, sebagai berikut :
- Pasal 167, “Masuk dalam rumah, pekarangan secara melawan hukum.”
- Pasal 263, “Membuat surat palsu yang dapat menimbulkan sesuatu hak.”
- Pasal 266, “Memasukkan keterangan palsu dalam suatu akta otentik.”
- Pasal 385, “Secara melawan hukum menjual, menukar atau membebani sesuatu hak tanah.” (Fathullah et al. 2023: 16).
- Dalam kasus mafia tanah sendiri, perlindungan hukum yang ada adalah perlindungan hukum yang diberikan untuk pemilih tanah, sesuai dengan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang memiliki tujuan sebagai pengaturan dari kepemilikian seseorang atas tanah yang ada, agar pemegang hak atas tanah dapat dilindungi. Bentuk pertanggungjawaban pidana bagi mafia tanah ialah penyertaan sebagaimana Pasal 55 ayat (1) KUHP yakni melakukan (pleger), Menyuruh melakukan (doen pleger), Turut melakukan (medepleger). (Prayitno 2021: 278)
- Hukum Empiris
- Apabila ditinjau dari kasus Nirina Zubir, maka dapat diketahui bahwa mafia tanah tidak hanya bekerja sendiri dalam melakukan tindakannya. Mereka bekerjasama dengan oknum-oknum yang terkait pada tindakan tersebut. Dari PPAT yang bekerja sama dalam pembuatan dokumen-dokumen untuk pengurusan di Kantor Pertanahan. Bahkan surat keterangan dari RT, RW, Kelurahan, dan Kecamatan dapat dipalsukan.(Angelin, et.al, 2021: 162)
- Terdapat beberapa faktor yang dapat mendorong adanya mafia tanah, yaitu terkait kerahasiaan sertifikat tanahnya. kurangnya pengawasan dan tertib terhadap administrasi pertanahan, karena tumpang tindihnya peraturan perundang-undangan yang ada serta regulasi substansi yang telah diatur membuat banyaknya tanah yang terbengkalai, luput dari undang-undang. ketidakseimbangan antara struktur kepemilikan dan kepemilikan tanah dapat berpengaruh, dan kurang hati-hatinya notaris beserta petugas yang membuat akta tanah dalam menjalankan tugas dapat berakibat fatal juga (Angelin, et.al 2021: 162).
Hukum Positivisme
Dalam hukum positif di Indonesia sebenarnya telah mengatur perbuatan pidana mengenai kejahatan tanah. Namun pada kenyataannya pasal-pasal tersebut tidak dapat diterapkan begitu saja. Hal ini terjadi akibat mafia tanah biasanya sudah bersekongkol dengan oknum-oknum di lingkungan pemerintah pusat maupun daerah. Sehingga sering kali ditemui adanya konflik antara mafia tanah dengan rakyat biasa, dimana yang kuat bertarung dengan yang lemah. Terlebih dengan Undang-Undang Agraria yang dibuat namun belum bisa digunakan secara efektif untuk memberantas mafia tanah. Akibatnya penyidik mendapat berbagai macam tantangan dalam mengungkap kasus mafia tanah. Hal itu dikarenakan penyidik tidak hanya harus membongkar kasus mafia tanah namun juga harus membuktikan adanya masalah didalam pengesahan dokumen kepemilikikan tanah.
Daftar Pustaka
Fathullah, Kholidazia Elhamzah et al. 2023. “Modus Operandi Dan Penegakkan Hukum Mafia Tanah (Studi Kasus Di Desa Wonokerto Kecamatan Tekung Kabupaten Lumajang) Kholidazia Elhamzah Fathullah Dosen Ilmu Hukum, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Zainul Hasan.” 3(01): 1–25.