Mohon tunggu...
F.A.Daosty
F.A.Daosty Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Universitas Trunojoyo Madura

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ritual Unik pada Dini Hari

22 November 2021   23:04 Diperbarui: 12 Desember 2021   01:26 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
suasana ju'aji di desa Karanganyar

                                                             

Masyarakat desa garam yaitu desa Karanganyar-Pinggir Papas, Kec. Kalianget, Kab. Sumenep memiliki tradisi unik dalam melaksanakan puasa Sunnah senin-kamis. Tradisi tersebut baru saja digelar minggu, 21 November 2021.Tradisi ini bernama Ju’aji. Nama Ju’aji sendiri diambil dari ulama pencetus tradisi tersebut yaitu Kyai Aji. Tradisi ini dilakukan setiap tahun setelah bulan Maulid.

Tradisi Ju’aji digelar di desa Karanganyar, di areal ladang garam jauh dari pemukiman penduduk tepatnya di sebelah makam Kyai Aji yang dikenal dengan nama Bhuju’ Aji. tradisi ini biasanya dilakukan selepas isya hingga dini hari. 

Ju’aji merupakan tradisi turun-temurun dari masyarakat desa Karanganyar-Pinggir Papas. Menurut masyarakat setempat, tradisi Ju'aji  merupakan salah satu rangkaian ritual setelah Maulid nabi.

Menurut Nura Riskana selaku masyarakat asli desa karanganyar menuturkan bahwa makna tradisi Ju’aji mengajarkan masyarakat khususnya desa Karanganyar-Pinggir Papas untuk berpuasa sunnah serta berkumpul dengan keluarga besar. Sehingga hubungan kekeluargaan dan kerohanian semakin kuat.

“biasanya setiap keluarga membawa hantaran yang didalamnya berupa kembang tujuh rupa, makanan serba putih seperti nasi putih, serta lauk yang juga berwarna putih. Hal ini menandakan bahwa warna putih merupakan warna suci yang dipercaya bahwa warna yang suci tersebut menandakan tujuan kami melakukan tradisi Ju’aji memang niat  ibadah dari dalam hati yang tulus” ungkapnya, minggu (21/11/2020)

Menurut Khairul Anwar juga selaku masyarakat karanganyar, menuturkan bahwa setiap keluarga biasanya berjejer memanjang di area luar Bhuju’ untuk berkumpul bersama keluarganya serta menunggu tengah malam untuk melaksanakan “ngaom” yang artinya makan.

“masing-masing ada yang mengaji di dalam bhuju’ kemudian ada yang hanya berkumpul di tendanya masing-masing. Pada tengah malam ketika ada imbauan untuk “ngaom” maka kamipun mulai menyantap makanan yang ada di hantaran tersebut. setelah kegiatan “ngaom” selesai kami langsung bergegas pulang” tuturnya.

“ngaom” tersebut merupakan sahur yang menandakan akan dimulainya puasa senin. Sedangkan kembang tujuh rupa yang ada di dalam hantaran tersebut nantinya akan diambil oleh pengurus bhuju’ untuk ditaburkan di makan Kyai Aji.

“asal mula dari Ju’aji sendiri masih belum diketahui secara pasti, yang penting sampai saat ini kami masih melestarikan tradisi tersebut” pungkas Khairul Anwar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun