Mohon tunggu...
Fakhrizan Joely
Fakhrizan Joely Mohon Tunggu... -

saat ini tercatat sebagai salah seorang mahasiswa Muharram Jurnalis Collage (MJC) Banda Aceh, jurusan media cetak. serta aktif di Forum Lingkar Pena(FLP) Aceh. dan berasal dari Bireuen..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Realita di Negeri Syariat

26 Maret 2011   05:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:25 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Realitas di Negeri Syariat

Ah malam nya begitu panas, sejenak mau tidur tapi ada saja gerangan anak kost maunya jalan aja keliling kota sudah sepeti securiti linmas saja.

Jam menunjukkan pukul 23.12 wib, gerangan malam ini sepeti maunya tidur cepat,tapiada saja yang nawarin mau makan roti bakar khas bandung yang rasanya mantap serta maknyus,katanya ?.

Ah, akhirnya kuturuti sajalah membelinya meski mata mulai tak bersahabat karna mengingat rasa roti bakar yang enak itu, akupun beranjak keluar kamar sambil meraih kunci kereta supra xkeluaran 2004 yang sangat bersahabat denganku yang terletak di samping pintu keluar kamar.

Sebelum aku beranjak untuk membeli roti bakar tiba-tiba terdengar suara dari dalam kamar samping kamarku, ternyata iwan yang hendak menitipkan uang “Kapasoe pulsa siat beh yang 10” sembari menyerahkan uang lima belas ribu rupiah.
“leubeuh kablo pu-pu yang jeut kablo ????”

“Bereh !” sahutku seraya menghidupkan supra x yang gagah itu.

Aku dan Arif pun beranjak menuju Jalan T.Nyak Arif , sejenak ku berhenti pas didepan “couenter” pulsa kaki limatuk mengisi pulsa iwan.

Setelah amanat mengisi pulsa selesai ku laksanakan dengan misi berhasil, kembalaiku menghidupkan keretamenuju ke jalan Daudberueh, pas di depan sebuah bank aku berdiri dengen melihat ke kanan-kiri “ini enaknyabeli dimana ya ??”Tanya Arif

“Ah mungkin di depan lagi sajalah !!”jawabku.

Setelah berdiskusi dengan singkatnya, Aku dan Arif pun menuju kesalah satu “Chiep Burger” yang ada di depan kami, “Bang, Roti bakar dua beh ?”ujarku kepedagang burger itu.
“jeut bg ?, pu rasa ??”tanyanya kembali.

“coklat ngen stroberi manteng “ jawabku sambil melirik ke seberang jalan.

Mulai kulihat pemandangan yang tak mengenakkan yang ada di negeri syariat ini, Music disco yang memecahkan keheningan malam serta wanita-wanita yang berlenggak lengok dengan laki-laki yang tak enak untuk dilihat oleh penghuni negEri syariat ini.

“ pub ala nyoe lom rif ??”ujarku kepada Arif.

“ Nyangkeuh awaknyan yang undang Tsunami bak geutanyoe!!!” jawabnya tegas.

Setelah beberapa saat menunggu roti bakar serta ngobrol santai dengan arif, akhirnya siap juga,

“nyompat bang, kalheh roti bakar..” ujar pedagang yang sambil menjulurkan roti kepadaku.

“Get teurimeng geunaseh”. jawabku sembari member uang kepadanya.
“Oa, bang awak pane le nyan ?, pu hana meupat rumoh lom kapoh-poh lagenyoe golom di woe ? Tanyaku pada abang jual burger.

“ Nyan awak tanyoe ciet dum!!. Jawab simple abang jual burger.

“Teurimeng geunaseh bang beh” ujarku sambil menuju kereta yang diikuti arif.

Dalam perjalan pulangku berpikir beginikah kondisi di negeri syariat yang di banggakan oleh semua orang yang membanggakannya, hanya mengelus-gelus dada sambil berzikir menyebut Asma ILahi melihat realitas suasana malam di negeri syariat.

Mungkin inilah pengaruh budaya luar setelah pasca Tsunami yang meluluh lantakkan negeri syariat ini yang di bawa oleh orang-orang”barat” ke negeri syariat ini sambil membawa “budaya” mereka yang berkedok bantuan di negeri syariat.

Dalam perjalanan pulang menuju ke kost, tiba-tiba hp Arif berdering dengan nada suara kodok, yang membuat geli orang yang mendengarnya, ternyata reza yang mengirim pesan yang berisi “rif beli nasi goreng telur dadar ya satu”.

Dengan santai akupun mengemudi kereta dengan diiringi angin malam yang mulai menusuk tulang, terasa sangan dingin, kulihat pemandangan sepanjang jalan yang kami lalui membuat bulu kudukku berdiri geli karna baru ini kami melihat dunia malam secara langsung tanpa hijab yang membatasi untuk di tonton.

Dulu hanya kami dengar tentang dunia malam dari anak-anak muda yang baru pulang dari medan dan menyaksikannya di televise, tapi sekarang realitas yangada di televise mulai menampakkan wujud malam yang sesungguhnya di negeri syariat ini.

“Ah, mungkin itulah dampak televise yang kita tonton sekarang ini, mulai merasuk ke ramaja-remaja kita, mereka menggikuti trend dengan berpedoman ke barat.”ujar arif dengan nada santai.

“ya juga ya ?” jawabku.

mereka atau orang tua yang tidak mengontrol mereka, sehingga mereka begitu bebasnya melang-lang dalam kehidupan malam yang membuat gaya hidup remaja sekarang mulai tidak mengggenakkan dengan ikon negeri syariat.

Anehnya mayoritas dari mereka adalah remaja-remaja yang biasa di namakan dengan Anak baru gede(ABG) yang masih membutuhkan perhatian dan kasih saying dari orang tuanya, serta mahasiswi yang mulai membuat ulah dengan “menipu” orang tuanya di kampung sana.

Sayang seribu sayang orang tua yang membanggakan anaknya di pusat negeri syariat, tanpa mengetahui “kuliah” dimanakah mereka.

Setelah beberapa saat dalam perjalanan menuju pulang, kami pun berhenti sejenak untuk membeli nasi goreng pesanan reza tadi.

Dengan memparkirkn kereta sejenak, kami pun melangkah menuju nasi goreng sandos yang ada di sp prada dengan diikuti arif dari belakang.
“pane kawoe facri ?” Tanya bang saiful, penjual nasi goreng.

“ woe jak mita roti bakar bang !!” jawabku sambil tanganku mengambil kerupuk yang ada di raknya.

“ bungkoh bu goreng saboh bang beh pakek telor dadar bang!!”. Ujarku.

“ bereh, preh siat beuh facri,?”jawab bang saiful

Setelah sejenak berbincang-bincang dengan topik yang tak jelas dengan bang siful, kami pun hendak pulang dengan membawa pulang roti bakar dan nasi goreng pesanan reza tadi,ah macam tukang antar pesan KFC saja yang melayani costumenya 24 jam.

Ketika hendak menghidupkan kereta, kami melihat lagi pemandangan yang tak layak kami lihat, sepasang pemuda-pemudi yang asyik bercengkraman di atas kereta dengan pakaian yang “aneh” kami lihat, hanya mengenakkan baju super ketat serta rok mini yang di kenakan.

“Nyan kakalen, donya karab kiamat.!!” Ujar Arif dengan mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Aku hanya tersenyum saja melihatnya ia berkata seperti itu, karena ia jarang berkata-kata seperti itu, biasanya ia jarang mengomel-ngomel serta mengopen urusan orang lain karna sifatnya hanya melihat tanpa mempedulikannya.

Dalam perjalan pulang ia berujar kapadaku, “itulah hal yang baik bagi mereka, tapi inilah aib dunia sekarang yang ada di negeri syariat tersayang ini, mereka menggangap hal aneh bagi wanita-wanita yang berpenampilan sesuat dengan Al-Qur’an serta Sunnah Rasul”.

Inilah fase terakhir dunia ini yang hanya menunggu waktu saja kapan ia akan membenturkan tubuhnya dengan tubuh-tubuh palet lain yang terdapat di dalam galaksi jagat raya ini.

“Inilah kita sebagai umat terakhir”ujarnya dengan senyuman seolah mengejek dunia di dalam negeri syariat ini.

Aku pun mengiyakannya dengan senyuman….

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun