Pada 1942, Jepang menguasai Indonesia. Mereka berhasil mengambil alih kendali dari tangan Belanda. Begitu pula di beberapa negara asia tenggara lainnya, Jepang juga berhasil menguasai dan mengendalikannya.
Demi mempertahankan daerah-daerah kekuasaannya tersebut, Jepang merencanakan pembangunan rel kereta api guna mempercepat pengangkutan logistik dan tentara. Jepang juga merencanakan untuk menambang sumber daya alam Indonesia (emas, batu bara dan lainnya).
Untuk mengerjakan semuanya, Jepang membutuhkan banyak pekerja paksa atau dalam bahasa Jepang disebut romusha: pahlawan kerja.
Di Indonesia, romusha dihimpun langsung oleh Presiden Soekarno. Konsekuensi langsung dari kebijakan politik terkait kesepakatan dengan Kaisar Jepang, Tenno Heika, untuk mempercepat dan mendukung proses kemerdekaan Indonesia.
Para pemuda dan orang dewasa -Belanda dan pribumi- dibujuk, ditangkap paksa dan diangkut dengan truk. Mereka kemudian dikirim ke pelbagai lokasi kerja, di Indonesia maupun di negara lain.
Jumlah yang terhimpun sekira 4-10 juta orang. Banyak dari mereka yang mati mengenaskan: kelaparan, kedinginan, sakit, disiksa, dibunuh dan sebagian menjadi santapan binatang buas.
"...Aku melakukan perjalanan ke Banten untuk menyaksikan tulang-tulang kerangka hidup yang menimbulkan belas, membudak di garis belakang, jauh di dalam tambang batu bara dan emas. Mengerikan. Ini membuat hati di dalam seperti diremuk-remuk."
"Ada dua jalan untuk bekerja. Pertama dengan tindakan revolusioner, kita belum siap. Kedua adalah bekerja sama dengan Jepang sambil mengonsolidasikan kekuatan dan menantikan sampai tiba saatnya ia jatuh. Saya mengikuti jalan kedua."
"Dalam setiap perang ada korban. Tugas dari seorang panglima adalah memenangkan perang, sekalipun akan mengalami beberapa kekalahan dalam pertempuran di jalan. Andaikata saya terpaksa mengorbankan ribuan jiwa demimenyelamatkan jutaan orang, saya akan lakukan. Kita berada dalam suatu perjuangan untuk hidup..."