Tubuh ini sedikit tersentak dan langsung terbangun ketika suara alarm yang begitu nyaring terdengar dari smartphone saya, terlihat di layar waktu sudah menunjukkan pukul 02.30 pagi. Dengan sisa-sisa kekuatan yang ada, saya mencoba mengumpulkan tenaga untuk bisa bergerak dari kasur yang terasa berat untuk ditinggalkan, suasana bertambah berat karena diluar sana sayup-sayup terdengar rintik hujan, sungguh sebuah momen yang pas untuk memejamkan mata sambil memeluk guling, hehe.. Tapi apa mau dikata, di minggu pagi itu saya sudah memiliki janji untuk menghadiri sebuah acara yang dihelat di komplek wisata Candi Prambanan. Estimasi perjalanan dari kos menuju candi prambanan adalah 22 km atau sekitar 40 menit, maka dari itu saya segera berangkat karena jam 03.30 WIB harus sudah sampai lokasi.
Minggu, 15 April 2018, di waktu pagi yang benar-benar masih buta dan terasa dingin, saya akhirnya memacu motor sendirian dan mellintasi jalanan jogja yang masih terasa lengang dan sepi. Hiruk-pikuk kendaraan sudah mulai terasa ketika saya sudah dekat dengan kawasan candi prambanan, beberapa orang berseragam terlihat mengatur kendaraan untuk diarahkan ke beberapa titik parkir yang sudah disediakan. Saya sempat bingung akan masuk lewat pintu mana, hingga akhirnya sesuai intruksi dari kordinator acara saya masuk lewat pintu timur karena akses untuk menuju tenda media center tidak terlalu jauh.
Candi Prambanan masih terlihat gelap ketika saya melangkahkan kaki dari parkiran motor untuk mencari pintu timur yang digunakan sebagai pintu masuk untuk media, setelah jalan beberapa meter akhirnya saya menemukan pintu masuk yang akan membawa saya ke venue acara. Di depan pintu masuk, saya ketemu dengan salah satu rekan kompasianer, yaitu mbak Prima. Katanya, kalau mau masuk harus pakai ID card media, sedangkan ID cardnya sendiri masih beraada di tenda media center. Waduh gimana ini? setelah menunggu beberapa saat, akhirnya kita disamperin oleh mbak Dewi dari Kompasiana pusat untuk menyerahkan ID card sementara agar bisa masuk ke dalam.
Di sela-sela berjalan dari pintu timur menuju tenda media center, saya sudah menjumpai banyak orang yang berlalu-lalang dengan memakai atribut khas pelari. Beberapa diantaranya ada yang sendirian maupun berkelompok dengan komunitasnya masing-masing. Sungguh menarik ketika melihat berbagai orang dari latar belakang dan budaya yang berbeda bisa bertemu dan berkumpul bersama. Saya melihat wajah dan gerak langkah mereka menunjukkan rasa semangat yang tinggi untuk bisa menyelesaikan misi berlari yang sudah mereka target. Ya inilah para pelari, sepertinya hanya semangat, kemauan dan kegembiraan yang mampu menarik langkah mereka untuk bisa hadir di Mandiri Jogja Marathon 2018.
Sesampainya di tenda media center saya langsung melakukan registrasi dan berganti kostum dengan kaos yang sudah disediakan, tidak lupa juga tanda pengenal media yang wajib di kenakan. Adzan subuh berkumandang ketika kami baru saja menyelesaikan briefing di luar tenda, para pelari terlihat sibuk mondar-mandir mencari tolilet dan mushalla.
Kawan-kawan kompasianer sebagian sudah berpencar, ada yang langsung menuju lokasi start karena race full marathon akan dimulai pukul 04.45 WIB, saya sendiri bersama 4 rekan kompasianer memutuskan mencari mushalla terdekat untuk menunaikan shalat subuh terlebih dahulu. Setelah subuhan selesai, saya langsung menuju lokasi start yang jaraknya lumayan jauh, dari tenda media kami harus berjalan kaki sekitar 700 meter untuk mencapai lokasi.
Rasa nyesel saya agak sedikit terobati, ketika melihat semangat dan keriuhan dari peserta kategori HM yang luar biasa. Suasana tersebut bisa saya tangkap ketika bisa mengabadikan keseruan para peserta dari atas gerbang start. Dari garis terdepan sampai ujung belakang, pemandangan ribuan para pelari seolah menciptakan harmonisasi warna dan suasana yang sedap dipandang mata
Walaupun saat mulai start suasananya terlihat kruntelan alias sedikit bersdesak-desakan karena jalan yang dilewati tidak terlalu lebar, tapi semuanya tetap tertib dan sabar. Aura kegembiraan jelas terpancar di wajah mereka, teriakan dan kibaran atribut ataupun bendera komunitas yang dibawanya seolah mewakili semangat mereka agar bisa terus melaju sampai garis finish dengan membawa target yang sudah diimpikan.