View dari Selo Langit (Dokumentasi Pribadi)
Selo langit juga biasa disebut dengan watu payung, wisatawan malah sepertinya lebih familiar dengan sebutan itu. Penyebutan nama watu payung tidak bisa dilepaskan dari Keberadaan sebuah lempengan batu besar yang berbentuk seperti payung. Posisinya menggantung dan menjorok dari punggung jurang. Batu tersebut berjenis batu apung yang terbentuk dari buih lava purba jutaan tahun yang lalu atau disebut dengan batu pumice.
Watu Payung (Dokumentasi Pribadi)
Konon, pemberian nama Watu Payung dikarenakan batu ini dahulu digunakan sebagai tempat berlindung atau bersembunyi para penduduk setempat dari kejaran tentara Belanda. Saya yang mencoba naik dan berdiri di atasnya, seperti merasa berada di puncak tertinggi, langit yang biru seperti seakan turun mendekat dan berhasil saya jangkau. Karena sensasi seperti itulah, tempat ini juga disebut dengan Selo Langit.
Berdiri diatas Watu Payung (Dokumentasi Pribadi)
Wisata yang masih tergolong baru ini secara administratif berada di Dusun Gedhang Atas, Ds. Sambirejo, Kec. Prambanan, Kab. Sleman, DIY. Ingin mendapatkan momen berkesan ketika berkunjung ke Selo Langit, cobalah datang ketika waktu dimana mentari mulai menampakkan wujudnya. Dengan pemandangan lepas menghadap ke timur, pesona sunrise akan terasa lebih sempurna bila kita bisa menyaksikannya dari tempat ini.
Menuju Bukit Teletubbies
Setelah sekitar hampir setengah jam menikmati keindahan Selo Langit, kami pun akhirnya melanjutkan perjalanan untuk menuju destinasi wisata selanjutnya, yaitu Bukit Teletubbies. Untuk menuju kesana, track yang dilewati terasa lebih eksotis dan menantang. Melewati jalan perkampungan yang berliku-liku ditambah dengan melewati kawasan hutan perbukitan asri semakin menambah kedamaian dalam pikiran dan jiwa saya.Â
Pemandangan semakin menarik ketika kami melewati deretan pohon ramping yang berdiri tegak dengan gagahnya. Saya cukup terkesima dan mengira itu adalah pohon sengon. Saya pun mencoba bertanya ke pak sopir untuk memastikan apakah itu pohon sengon atau tidak.
"Itu Pohon Sengon ya Pak?", tanya saya kepada pak sopir
"Bukan mas, itu pohon Jatibon alias jati bonsor", jawab pak sopir. Owalah saya salah, tak kira pohon sengon, hehehe...
Melewati pohon jatibon (Photo by menggapaiangkasa.com)
Tak terasa, jarum jam menunjukkan sudah hampir pukul 3 sore, rombongan konvoi jeep akhirnya tiba di bukit teletubbies. Saya sudah menebak, pasti nanti disana saya akan menjumpai taman dengan rumput hijau dan rumah-rumah mungil yang unik seperti halnya di serial teletubbies. Tapi sayang, tebakan saya setengahnya salah. Di area bukit teletubbies saya tidak menjumpai rumah-rumah-rumah bulat khas teletubbies, tapi hanya ada taman berumput hijau, sebuah gardu pandang dan beberapa gazebo. Lalu tempat ini kok bisa disebut bukit teletubbies, bagaimana ceritanya?
Ternyata oh ternyata, jawabannya bisa ditemui saat saya mencoba naik ke gardu pandang. Dari ketinggian, saya baru bisa melihat beberapa rumah berbentuk setengah bulat seperti gundukan bukit dengan kubahnya yang warna-warni, mirip seperti rumah teletubbies. Rumah-rumah yang terlihat dari gardu pandang inilah biasa disebut dengan rumah dome, dari situ akhirnya tempat ini dinamai juga dengan bukit teletubbies.
Bukit Teletubbies (Photo by beritaberbeda.com)
Rumah Dome terlihat dari gardu pandang (Dokumentasi Pribadi)
Rumah dome dibangun karena buntut dari adanya gempa besar yang melanda sebagian wilayah yogyakarta pada tahun 2006. Pembangunannya atas inisiatif dan bantuan dari Domes For The World, sebuah lembaga nirlaba dari Amerika Serikat dan donatur perorangan dari Arab Saudi pada tahun 2006 pasca gempa jogja. Konsep rumahnya disebut ramah alam dan menggunakan teknologi khusus sehingga rumah dome dipercaya tahan gempa, tahan api, badai dan topan.Â
Lihat Travel Story Selengkapnya