Sore hari itu saya tertegun sejenak ketika melihat menu-menu makanan yang  tertulis di papan nama segi empat yang berada persis di depan sebuah  warung makan yang beraksen joglo. Di papan nama tersebut tertulis "Waroeng 17 Pitoelas, Spesial: Sego Golong, Sego Babon, Buto Galak, Cangkem Buto". Nama-nama makanan tersebut masih terasa asing di telinga, karena saya belum pernah mendengar sebelumnya. Khususnya terasa asing di lidah karena memang belum pernah juga merasakannya. Rasa penasaran terhadap makanan-makanan tersebut seakan mengubur rasa lelah saya setelah  perjuangan membelah macetnya yogyakarta untuk menuju tempat ini, tak  sabar rasanya ingin segera mengunyah-ngunyah buto galak dan  merobek-robek cangkem buto, hehe...
Kesan pertama kali ketika melihat Waroeng Pitoelas adalah asri dan sejuk karena dikelilingi area persawahan, bentuk warung joglo dengan segala atribut kekunoannya menambah gaya eksotis yang mampu memanjakan mata dan suasana. Tempatnya memang cukup jauh dari pusat kota Yogyakarta, tepatnya di Kalitirto, Berbah, Sleman, Yogyakarta. Tapi tempat ini sangat cocok untuk kamu yang ingin menikmati suasana dan makanan yang beraroma khas pedesaan. Saya beruntung bisa merasakan atmosfir kesejukan dan kesedarhanaan waroeng pitoelas di sore hari itu, bersama teman-teman Blogger Jogja, saya berkesempatan untuk mencicipi makanan khas waroeng pitoelas yang menurut saya sangat djawani dan ngangeni.
Saat-saat yang ditunggu akhirnya tiba, yaitu menyantap sajian khas Waroeng Pitoelas. Menu pertama yang saya cicipi adalah "Sego Babon", sego atau nasi putih yang dpincuk dengan daun pisang, pelengkapnya berupa suwiran daging ayam, sayur kates (pepaya), telur setengah, tahu putih ditambah taburan bubuk kedelai dan siraman kuah santan yang cukup pedas. Kemudian ada "Sego Golong", nasi putih yang sudah di kepal berbentuk bulat, sebagai temannya ada telur dadar segitiga, mie bihun dan kuah sayur kentang dan tempe. Rasa khas dari Sego Babon dan Sego Golong yang saya suka adalah rasa pedasnya yang terasa pas dan nikmat.
Dan yang lebih absurd lagi adalah Cangkem Buto, ketika melihat pertama kali bentuknya saya kira ini sejenis tahu juga tapi bentuknya cukup besar. Setelah saya kunyah ternyata adalah tempe gembus yang dibalut tepung dan juga diisi dengan sayuran seperti halnya buto galak. Rasa pedas juga terasa ketika pertama kali menggigit makanan ini. Seperti namanya Cangkem Buto, butuh mangap lebar-lebar untuk menelan dan memakannya.
Itu tadi sedikit curhatan saya tentang pengalaman merasakan menu-menu super unik waroeng Pitoelas, buat kamu yang ingin merasakan sensasi melawan kegalakan Buto Galak dan ingin mengunyah-ngunyah cangkem buto, warung ini buka dari pukul 10.00 - 00.00 WIB. Untuk arah jalannya menuju kesana, cari aja di google map, pasti ketemu kok. Oh iya, untuk yang pengen kepoin Waroeng Pitoelas, bisa cek di websitenya di waroengpitoelas.com dan jungan lupa follow instagramnya di sini. Sekian dari saya, terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H