Mohon tunggu...
Muhamad Fachrudin
Muhamad Fachrudin Mohon Tunggu... -

cinta damai

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Not Judge a Hijab Woman by Its Cover and Vice Versa

6 Maret 2013   17:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:13 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

kenangan pertama datang ke rumah sakit umum milik pemerintah adalah disambut oleh satpam wanita yang berambut pendek. "anak -anak tidak boleh masuk!" dengan tegas melarang rombongan kami membawa anak-anak mengantarkan pasien ke tempat perawatan. Tidak peduli itu walaupun dia saudara dari pasien yang bersangkutan. "Jangan banyak-banyak, gantian 2 orang saja yang masuk!" tambahan larangan sekuriti wanita itu membuat keluarga kami berlimpungan.  Bibi saya yang berjilbab bergumam " itulah tanda wanita sangar, nggak berjilbab". Pandangan orang terhadap baju yang dipakai sudah berubah dibandingkan 20 tahun yang lalu. dua puluh tahun yang lalu orang yang memakai jilbab dikategorikan fanatik dan diasingkan lingkungannya tapi sekarang sebaliknya orang yang tidak berjilbab dijadikan perisai kekuasaan. Hampir semua pegawai rumah sakit baik administrasi maupun paramedis berjilbab. Namun untuk sekuriti satpam wanita yang tidak berjilbab. Dalam sinetron juga sering memunculkan bahwa wanita berjilbab menjadi orang lemah, feminim, baik hati dan menjadi punya lakon.

Tak terasa malam menggantikan siang. Ketika anakku harus dirawat karena dehidrasi dan perlu diinfus. Pemeriksaan pertama datang dokter wanita tidak dijilbab memeriksa anak saya. "Harus banyak minum susu pak"  sarannya. ternyata tidak harus berjilbab untuk tampil menjadi feminim dan penuh kasih sayang. Tengah malam suster mengantarkan gelas berisi susu bubuk ke kamar perawatan anak saya. "Kenapa nggak dikasih air, sus? " tanya saya. bukan apa-apa, kami tidak persiapan membawa termos air panas. " Biar bisa diminum kapan aja pak. kalo dikasih air, diminumnya belakangan ntar basi" suster menjelaskan maksudnya. " Jangan kuatir dehidrasi pak, kan sudah diinfus" tambahnya sambil pergi berlalu.

Tidak lama kemudian anak saya kebetulan pengen minum susu. Saya beranjak pergi membawa gelas yang berisi susu bubuk itu ke ruang perawat. di depan ruang perawat saya berpapasan dengan dokter jaga yang memeriksa anak saya tadi . Sepertinya dia mau pulang. "Mau minta air dok" kataku seramah mungkin.

"Oh silahkan, padahal nggak usah repot-repot kesini, panggil suster aja?"  "Suster!" panggilnya. Keluar seorang suster. "Silahkan ke suster aja! saya pulang dulu"

Berbarengan dengan kepulangan dokter, rombongan suster berpakaian putih2 dari jilbab sampai sepatu datang  mengganti shift suster sebelumnya. Mereka berpapasan dan bersapa dgn dokter dan kemudian masuk ruangan suster.  Setelah suasana gaduh lewat, saya pun memberikan gelas kepada suster yang sudah tadi berdiri. Tanpa disangka suster itu menolak gelas , "ntar liat dulu" sambil berjalan menuju ruang suster. Aku ikuti langkahnya mendekati ruangan suster. Dari luar kulihat dua unit dispenser dengan gallon penuh air. Benakku menduga dispenser tersebut 1 untuk paramedis dan 1 untuk pasien.Dari dalam ruangan terdengar paramedis membicarakan sesuatu tetapi kurang  jelas terdengar. "samar-samar terdengar dispenser 1 buat shift 1, dispenser 2 bwt shif 2" perawat itupun kembali keluar dan bilang " kami tidak melayani permintaan air pak?". Seperti disambar petir di malam hari.  Segelas air yang sudah dikira pasti akan didapatkan menjadi hancur. "Terus saya harus kemana di malam gulita begini?" "Banyak pak, di sebrang rumah sakit banyak warung yang buka" jawabnya datar. Kulihat muka suster dalam-dalam." masihkan punya nurani?" Sekilas kulihat jilbab putihnya dan berkata dalam hati " Mengapa kamu lebih mementingkan simbol berjilbab daripada berprilaku pancasila?" Aku tahu suster yang berdiri didepanku barulah syetannya, masih ada rombongan iblis berjilbab putih di dalam kamar perawat yang tidak peduli akan pasiennya. Kita membayar mereka tetapi begitulah balasan pelayanan dari mereka. " Tidak ada larangan menutup rambutnya dengan jilbab, tapi janganlah hatinya pun ikut ditutupi. janganlah menjilbabi nuraninya"

Ketika mengingat anakku yang sedang dehidrasi menunggu susu , aku langsung beranjak ke luar rumah sakit. Tidak seperti yang dikatakan oleh suster, ternyata sudah banyak warung yang tutup. Ada satu warung mie rebus dan bubur kacang buka. Tengah malam seperti itu, warung dijaga oleh permpuan dengan rambut sangat pendek dan tingkahnyapun seperti tomboy. Kuperhatikan ada tatto di tangannya. Apapun yang terjadi ,  yang jelas aku merasa lega. Tapi aku baru inggat, dompetku masih tertinggal di kamar perawatan. Aku ragu untuk membeli " Teh beli air hangat setengah gelas, tapi dompetnya ketinggalan" aku memohon.

"Udah pak, nggak apa-apa. cuma air aja. gratis" Penampilan wanita tomboy itu ternyata berhati mulia.

Mudah-mudahan syetan dan iblis berjilbab putih membaca dan membukan jilbab hatinya.

Gambar dibawah merupakan ilustrasi wanita berjilbab cenderung bisa menjadi teroris dibandingkan yang tidak berjilbab

http://www.news.com.au/world-news/has-the-taliban-created-a-burqa-brigade-of-female-fighters/story-fndir2ev-1226505106706

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun