“Iya, sama-sama. Sekarang kita makan kuenya bareng-bareng ya.”
Kakak beradik itu sama-sama menikmati kue mini yang sudah dibagi menjadi dua sambil memandangi cahaya rembulan di gelap gulitanya langit malam.
Sesaat, Julian memalingkan wajahnya ke arah Gita. Ia tersenyum tipis. “Abang akan selalu di sini buat kamu dek. Abang akan berusaha apapun buat kamu." Ucap Julian.
Gita terenyuh mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Abangnya. Lalu ia berkata “Aku cuma mau Abang sehat terus dan selalu sama aku.”
..
“Ingat pesan bunda yang dulu. Hidup itu harus dinikmati dengan cara bersyukur. Sekecil apapun yang kita punya sekarang, kita harus bersyukur" ucap Julian. Sekalipun hidupnya susah, ia selalu mengingat pesan-pesan kedua orangtuanya.
“Karena bersyukur adalah cara terbaik supaya merasa cukup.” balas Gita.
Begitulah yang namanya kehidupan. Penuh dengan kejutan-kejutan yang tak terduga. Masa kecil Julian sebelum kehadiran adiknya begitu indah layaknya pelangi yang penuh warna. Saking indahnya, Julian sampai lupa bahwa pelangi hanya ada untuk sementara. Kepergian sang bunda membawa duka yang dalam untuk Julian dan sang ayah. Namun, Julian kembali diingatkan jika pelangi akan terlihat setelah badai berlalu.
Julian hidup di dunia ini hanya untuk Gita. Ia hanya ingin menyaksikan pelangi kecilnya itu setiap waktu memancarkan warna indah yang membuat rasa lelahnya hilang. Senyuman hangat yang selalu terbit dari wajah Gita, seolah Julian melihat sang Ibunda tercintanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H