Mohon tunggu...
Fachri Prayoga
Fachri Prayoga Mohon Tunggu... -

Sedang belajar menulis........

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Surat Terbuka untuk Istri Tercinta...

8 Agustus 2012   19:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:04 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tadi malam. selepas menjalankan taraweh, diperjalanan menuju ke rumah, saya berdialog dengan istri.

istri : "kang, pengen pegangan tangan !"...sambil bicara manja.

saya : "ngapain sich, malu ah ntar di ketawain sama tetangga..!"

istri : "akang tau gak, ketika pasangan suami istri berpegangan tangan dengan mesra dan penuh keridhaan, maka berguguranlah dosa-dosa diantara keduanya.

Akhirnya dengan sedikit senyuman, saya pun menggenggam tangan istri sampai pulang ke rumah. Ada keharuan yang sangat mendalam waktu itu, jujur saja selama ini istri saya sangat kurang mendapatkan perhatian dari saya. Kadang dia jujur berterus terang kepada saya bahwa dia sangat merindukan sosok saya sewaktu pacaran dulu. Katanya sekarang saya sudah tidak romantis, sudah tidak pernah lagi mengirimkan kata-kata dan puisi cinta. Bahkan secara spontan dia sering mengatakan klo dia sekarang hidup di "Alam Bawah Sadar nya" karena katanya dia kehilangan sosok saya setelah 4 tahun kita menikah.

Saya sangat mencintai istri saya, empat tahun lalu saya menikahinya ketika dia masih duduk di bangku kuliah. Kami sering dikatakan sebagai pasangan yang sepadan, pasangan yang ideal. Walaupun pada kenyataannya istri saya lebih sering duduk melamun sendiri dan menangis dalam gelap malam ketika saya sedang bekerja atau bahkan pergi keluar kota. Hal tersebut saya ketahui ketika dia berterus terang sambil menangis di depan saya. Pekerjaan....itu satu kata yang sangat dibenci oleh istri saya. Pekerjaan saya sangatlah padat, sangat berat, beresiko dan hampir bisa dikatakan kalau selama empat tahun menjalani pernikahan, sebagian besar waktu lebih banyak saya habiskan untuk bekerja.

Selama empat tahun menjalani pernikahan itu pula, kami belum dikaruniai buah cinta dari hasil pernikahan kita. Istri saya sangatlah sabar, dia tidak pernah mempermasalahkannya meskipun setelah diketahui bahwa ada sedikit masalah dengan kesuburan saya. Selama itu pula dia berusaha dan mendorong saya agar terus berobat, tanpa sedikitpun merasa bosan. Seringkali saya mendapatinya menangis sendirian ketika dia melihat foto bayi mungil di televisi ataupun berita mengenai kehamilan temannya. Ya Allah....mengapa engkau memberikan cobaan yang begitu berat kepada wanita mulia yang sekarang berada di samping saya. Satu waktu, dia pernah menghampiri saya, dan berkata, "Kang, seandainya kita di takdirkan untuk tidak diberikan keturunan oleh Allah, Ika (nama panggilan istri) mah ridha...", "asalkan Ika bisa hidup bersama-sama selamanya mendampingi Akang...!". Saya hampir menangis, tapi saya coba untuk menahannya, karena saya ingin berusaha menguatkan hati istri saya, meskipun kenyataannya sangat tidak mudah.

Saya sangat mencintai istri saya, karena secara fisik pun penampilannya tidak kalah dengan para aktris yang sering membintangi sinetron Ramadhan di televisi. Sekarang saya merenung sendiri, saya menyadari bahwa bahwa ada "kehidupan" yang terengut oleh pekerjaan saya. Saya mengakui kalau sekarang saya kehilangan kepekaan saya yang kemungkinan diakibatkan oleh tekanan pekerjaan yang begitu berat. Saya kehilangan semua yang ada dalam diri saya, semua sudah lenyap. Tapi Allah sangatlah adil,Allah tidak pernah melenyapkan Cinta Istri Saya...mungkin inilah yang selama ini telah menyelamatkan saya, walaupun sama sekali tidak pernah saya sadari sebelumnya.

Terima Kasih Ya Allah... Mungkin sekarang saat nya untuk saya "melepaskan" pekerjaan saya walaupun harus secara perlahan.

Kepada Bidadariku tercinta, engkau adalah bunga surga yang telah tumbuh di "alam liar hatiku". Aku mencintaimu,walaupun aku sering "menduakanmu" dengan pekerjaanku. Izinkanlah aku untuk kembali menjadi seperti dulu, walaupun secara perlahan, dan akan aku singkirkan ilalang-ilalang yang telah menghalangi keindahanmu. Salam Sayang......

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun