Kecerdasan buatan (AI) telah membawa perubahan besar dalam cara kita hidup, bekerja, dan belajar. Dalam beberapa tahun terakhir, teknologi ini menjadi bagian penting dari pendidikan, digunakan oleh pelajar dari berbagai jenjang, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. AI memberikan kemudahan bagi pelajar untuk menyelesaikan tugas, belajar lebih efisien, mengembangkan keterampilan, dan berpikir kritis. Â
Aplikasi berbasis AI seperti ChatGPT, Grammarly, dan platform pembelajaran online telah menjadi alat bantu populer. Di tingkat mahasiswa, AI digunakan untuk riset, analisis data, dan penulisan akademik. Di tingkat sekolah menengah, pelajar menggunakan AI untuk menyelesaikan pekerjaan rumah, belajar mandiri, atau bahkan bermain game edukasi. Â
Namun, di balik manfaat besar tersebut, ada risiko yang kerap terabaikan, yaitu privasi data. Banyak platform AI mengumpulkan data pribadi pengguna, termasuk pelajar, tanpa transparansi yang memadai. Data ini mencakup riwayat penggunaan, dokumen yang diunggah, hingga pola belajar pengguna, yang sering kali disimpan dan digunakan perusahaan teknologi untuk tujuan yang tidak sepenuhnya jelas. Â
Menurut laporan Digital Ethics Institute (2023), aplikasi berbasis AI yang dirancang untuk pendidikan sering kali mengumpulkan data lebih banyak dari yang diperlukan. Ini menjadi lebih memprihatinkan ketika menyangkut pelajar yang lebih muda, karena mereka mungkin tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang risiko privasi. Â
"Masalahnya adalah kurangnya kesadaran dan transparansi," ujar Dr. Fitriani Nasution, seorang peneliti keamanan digital di Universitas Indonesia (KompasTekno, 2024). "Banyak pelajar dan orang tua tidak menyadari bahwa data mereka dapat digunakan untuk kepentingan komersial."Â Â
Siti (16), seorang siswa SMA di Jakarta, berbagi pengalamannya. "Setelah sering menggunakan aplikasi pembelajaran online, saya mulai menerima iklan yang sangat spesifik, seperti alat tulis atau kursus tambahan. Saya tidak tahu dari mana mereka tahu apa yang saya butuhkan," katanya (Tirto.id, 2024). Â
Hal ini mengindikasikan bahwa data pelajar yang dikumpulkan oleh aplikasi berbasis AI ini dapat dimanfaatkan untuk iklan yang ditargetkan. Lebih jauh lagi, laporan dari Data Privacy Watch (2024) mengungkapkan bahwa beberapa aplikasi pendidikan bisa saja menjual data pengguna kepada pihak ketiga, yang kemudian menggunakannya untuk tujuan periklanan. Â
Risiko ini semakin signifikan di kalangan pelajar sekolah, karena mereka cenderung kurang memahami kebijakan privasi atau bagaimana data mereka digunakan. Anak-anak di sekolah dasar yang menggunakan aplikasi berbasis AI bahkan lebih rentan terhadap penyalahgunaan data, karena minimnya pengawasan langsung dari orang tua atau guru. Â
Pemerintah melalui Kemendikbudristek telah menyadari celah ini. Juru bicara Kemendikbudristek, Anwar Nasution, menyatakan bahwa aturan baru sedang dirancang untuk memastikan penyedia layanan pendidikan berbasis AI mematuhi standar keamanan data yang lebih ketat. Namun, hingga regulasi tersebut diterapkan, pelajar, orang tua, dan guru perlu mengambil langkah pencegahan. Â
Dimas Haryanto, seorang pakar teknologi dari Universitas Padjadjaran, menyarankan agar orang tua dan guru lebih aktif memeriksa kebijakan privasi aplikasi yang digunakan oleh pelajar. "Jangan hanya mengandalkan aplikasi populer. Pilih aplikasi yang terpercaya dan hindari memberikan informasi pribadi seperti alamat atau nama lengkap anak," ujarnya (TechRadar Indonesia, 2024). Â
AI memang memberikan potensi besar bagi dunia pendidikan, tetapi risikonya terhadap privasi tidak bisa diabaikan. Pelajar dari berbagai jenjang perlu lebih bijak menggunakan teknologi ini. Orang tua dan guru juga memiliki tanggung jawab untuk memastikan teknologi yang digunakan pelajar aman. Â