"Aku mengerti, terima kasih."
Selang beberapa menit kemudian dia menyodorkan cermin padamu. Kau menerimanya dengan tangan gemetar lalu menatap dari dalam cermin. Kau terlihat berbeda, nampak lebih segar dibanding seminggu yang lalu. Bocah itu telah merubah penampilanmu semuanya---hampir semuanya. Berawal dari bola kuning yang menggelinding.
Terlintas di matamu kerlingan cahaya harapan. Begitu menyilaukan hingga kau tak sanggup membendung air mata dan jatuhlah setetes demi setetes kristal bening di atas permukaan cermin. Kau benar-benar berubah, seluruh hidupmu akan kembali seperti semula secara perlahan.
"Kau benar-benar seperti boneka, Kak," puji Elias terkagum-kagum.
"Berisik Bocah Sialan dan aku bukan kakakmu!"
Elias terkikik. "Sama-sama, kau seperti kakakku sendiri."
Pada akhirnya kau menghela napas gusar, tak dapat menahan diri dengan bocah laki-laki jenius ini. Hatinya benar-benar kuat seperti baja mau bagaimana pun engkau mencaci dan menyemprot, dia tetap mengulas senyum hangat. Tanpa sekalipun membalas atau merengek seperti anak-anak lain.
Kau pun berjongkok di depannya, membingkai kedua pipinya, serta menatap bocah itu serius. "Elias, kau bukanlah bocah biasa. Tak dapat kutemukan anak sepertimu, kebaikan hatimu menyadarkan hati nuraniku. Saatnya aku mengatakan kebenarannya, apa kau siap?"
"Aku siap dengan segala konsekuensinya, Kak."
"Bagus, kalau begitu lihatlah ke atas. Kau menemukan sesuatu?"
Elias menuruti perintahmu, dia sama sekali tidak terlihat terkejut saat mendapati mayat remaja perempuan menggantung dan mulai membusuk. Lalat-lalat berterbangan mengitarinya sekaligus menumbuhkan bibit baru untuk calon larva.