"Enggak mau! Enggak mau! Aku cuma mau yang itu!" Sang anak merengek tak mau kalah.
"Rumah itu angker, berhantu, tak berpenghuni! Kamu mau ambil sendiri?!" Si Ibu bersi keras meyakinkan anaknya agar tidak memasuki rumahmu. Tapi sang anak terus saja merengek tanpa henti hingga suara tangisannya nyaris merusak gendang telingamu.
Lalu tiba-tiba kau mendengar satu suara lagi. Suara bocah laki-laki yang berusia sepuluh tahun. "Maaf Bibi, biar aku saja yang mengambilnya. Lagipula ini salahku karena menendangnya terlalu kencang."
"Kau yakin? Apa tidak dimarahi orang tuamu nanti dan memangnya kau berani?" Si Ibu menantangnya.
"Tidak ada yang perlu ditakuti, Bibi. Ini hanyalah rumah kosong yang tidak ada penghuninya. Aku permisi dulu!"
Suara langkah sepatunya menggema di seluruh ruangan. Engkau tetap bergeming, tak ada pergerakan satu pun. Hanya terdiam memeluk lutut di sudut ruangan sambil menatap malas bola kuning itu. Seakan kau sudah tidak tertarik dengan salah satu manusia yang berhasil memasuki rumahmu tanpa rasa takut.
Biasanya yang memasuki tempat tinggalmu hanya anak-anak iseng yang sok-sokan melakukan uji nyali. Tapi dia berbeda, dia sama sekali tak bergidik ngeri, bahkan sayup-sayup telingamu menangkap senandungnya. "Baru kali ini aku mendengar nyanyian."
"Di mana ya? Perasaan di sekitar sini." Langkah kecilnya makin mendekat. Kau masih diam tanpa berkata-kata dengan penampilan burukmu yang menyeramkan.
"Ketemu!" Dengan langkah bersemangat ia ambil bola itu. Namun ketika berniat keluar, langkahnya terhenti. Dia menoleh ke arahmu, rupa-rupanya dia menyadari kehadiranmu yang memojok di sudut ruangan.
"Hai! Namamu siapa? Kupikir tidak ada orang di sini. Apa kau sudah lama?" Bocah laki-laki itu memiliki rasa penasaran yang tinggi. Tanpa ada takut-takutnya ia memberanikan diri berjongkok di hadapanmu sambil memegang bola kuning milik temannya. Sementara kau melirik sekilas kemudian kembali ke aktifitasmu yang memandang kosong dunia.
Bocah itu mengulurkan tangannya sembari memoles senyum lebar. "Aku---"